Sabtu, 24 Desember 2022

Perbedaan Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi

 

Dalam Hukum Perdata, sengketa yang berujung di meja hijau atau Pengadilan terdapat 2(dua) jenis yakni Gugatan Wanprestasi dan gugatan Perbuatan Melawan Hukum. Namun menurut pengertiannya wanprestasi memiliki pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keadaan salah satu pihak (biasanya perjanjian) berprestasi buruk karena kelalaian. Sedangkan Perbuatan Melawan Hukum adalah segala perbuatan yang menimbulkan kerugian yang membuat korbannya dapat melakukan tuntutan terhadap orang yang melakukan perbuatan tersebut. Kerugian yang ditimbulkan dapat bersifat material ataupun imaterial.

 

Wanprestasi atau perbuatan ingkar janji yang diawali adanya perjanjian yang mana terdapat perbuatan ingkar janji yang tidak sesuai dengan kesepakatan atau perjanjian yang telah dibuat.

 

Dasar hukum dari perjanjian tertuang dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yang berbunyi :

Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat :

1.    Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2.    Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3.    Suatu pokok persoalan tertentu;

4.    Suatu sebab yang tidak terlarang.

 

Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1233 KUHPerdata, perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Dalam hukum perikatan dikenal adanya asas pacta sunt servanda yang termuat dalam ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata yang berbunyi :

Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undangbagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengankesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.

 

Beberapa ahli hukum telah menerangkan atau menjelaskan mengenai perbuatan wanprestas yang diantaranya Menurut pendapat ahliM. Yahya Harahap, SH dalam bukunya yang berujudul “Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, (Jakarta, Sinar Grafika, 2013), hal. 454 “wanprestasi menurut Pasal 1243 KUHPerdata timbul dari persetujuan (agreement) yang berdasarkan pasal 1320 KUHPerdata :

a.    Harus ada lebih dahulu Perjanjian antara dua pihak, sesuai dengan yang digariskan Pasal 1320 KUHPerdata,

b.    Salah satu asas perjanjian menggariskan apa yang telah disepakati harus dipenuhi atau promise must be kept,

c.    Dengan demikian, wanprestasi terjadi apabila debitur :

-        Tidak memenuhi prestasi yang dijanjikan sama sekali, atau

-        Tidak memenuhi prestasi tepat waktu, atau

-        Tidak memenuhi prestasi yang dijanjikan secara layak.

 

 

Kemudian menurut Abdul R Saliman dalam bukunya “Esensi Hukum Bisnis Indonesia: Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 15”, wanprestasi adalah suatu sikap dimana seseorang tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur.

 

Menurut J. Satrio dalam bukunya “Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, (Bandung: Alumni, 1999) hal.122”, wanprestasi adalah suatu keadaan dimana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dipersalahakan kepadanya.

 

Dasar hukum dari gugatan wanprestasi terdapat di dalam ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata yang berbunyi :

Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulaidiwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatanitu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan ataudilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.

 

Sedangkan dasar dari Perbuatan Melawan Hukum tertuang dalam ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi :

Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,

mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.

 

Yang mana gugatan perbuatan melawan hukum biasanya diajukan oleh pihak yang bersengketa tidak ada perjanjian diawalnya seperti contoh sengketa penyerobotan tanah, dll.

 

Perbedaan perbuatan wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum menurut Ikatan Hakim Indonesia, Varia Peradilan, Majalah Hukum Tahun XXXI No. 362, Januari 2016, (Jakarta: Ikatan Hakim Indonesia, 2016), hal. 33 dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Ditinjau dari

Wanprestasi

PMH

Sumber Hukum

-  Pasal 1238, 1239, 1243 KUHPerdata

 

-  Timbul dari persetujuan/ perjanjian

 

-       Pasal 1365 s.d. 1380 KUHPerdata

 

-       Akibat perbuatan curang

Unsur-unsurnya

a.    Adanya perjanjian oleh para pihak;

b.    Ada pihak melanggar atau tidak melaksanakan isi perjanjian yang sudah disepakati;

c.    Sudah dinyatakan lalai tapi tetap juga tidak mau melaksanakan isi perjanjian.

a.    Adanya suatu perbuatan;

b.    Perbuatan tersebut melawan hukum;

c.    Adanya kerugian bagi korban;

d.    Adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.

Timbulnya hak menuntut

Hak menuntut ganti rugi dalam wanprestasi muncul dari Pasal 1243 KUHPerdata yang pada prinsipnya membutuhkan pernyataan lalai (somasi)

Hak menuntut ganti rugi dalam PMH tidak perlu peringatan lalai. Kapan saja terjadi PMH, pihak yang merasa dirugikan berhak langsung menuntut ganti rugi.

 

Pembuktian dalam gugatan

Penggugat cukup menunjukkan adanya wanprestasi atau adanya perjanjian yang dilanggar.

Penggugat harus mampu membuktikan semua unsur PMH terpenuhi selain itu mampu membuktikan adanya kesalahan yang dibuat debitur.

 

Tuntutan ganti rugi

-       KUHPer sudah mengatur tentang jangka waktu perhitungan ganti rugi yang dapat dituntut, serta jenis dan jumlah ganti rugi yang dapat dituntut dalam wanprestasi.

 

-       Gugatan wanprestasi tidak dapat menuntut pengembalian pada keadaan semua (restitutio in integrum).

-       KUHPer tidak mengatur bagaimana bentuk dan rincian ganti rugi. Sehingga dapat menggugat kerugian materil dan iimateril.

 

-       Dapat menuntut pengembalian pada keadaan semula.

 

Demikian artikel ini, semoga bermanfaat.

 

Referensi :

M. Yahya Harahap, SH, “Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, (Jakarta, Sinar Grafika, 2013).

 

Abdul R Saliman, “Esensi Hukum Bisnis Indonesia: Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta: Kencana, 2004).

 

J. Satrio, “Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, (Bandung: Alumni, 1999).

 

Ikatan Hakim Indonesia, Varia Peradilan, Majalah Hukum Tahun XXXI No. 362, Januari 2016, (Jakarta: Ikatan Hakim Indonesia, 2016).

 

Dasar Hukum :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar