Dalam
kehidupan bermasyarakat, sering kali bersinggugan dengan yang namanya hukum
yang mana dalam hal kecil saja yakni pada saat membeli barang. Disana terdapat
hukum keperdataan berupa jual beli yang mengikat antara penjual dan pembeli
dengan kesepakatan diantara pembeli dan penjual barang tersebut. Akan tetapi
sering kali kita melihat terdapat masalah dalam hubungan jual-beli tersebut
yaitu pembeli atau penjual dirasa oleh salah satu pihak berbuat curang atau
tidak sesuai dengan kesepakatan awal. Maka sering kali pihak yang merasa
dirugikan tersebut menuntut pihak yang dirasa melakukan kerugian terhadapnya
dengan mengajukan gugatan ke pengadilan untuk menuntut hak-haknya yang
dirugikan.
Namun
agar tuntutan pihak yang merasa dirugikan tersebut dapat dikabulkan oleh
Pengadilan tentunya diharuskan adanya bukti-bukti yang menunjang gugatan atau
tuntutan yang diajukan tersebut dan apabila tidak disertai bukti yang kuat yang
mendukung dan menunjang surat gugatannya tentunya gugatan yang diajukan tidak
akan dikabulkan oleh Pengadilan.
Maka
dari itu, dalam hukum acara perdata dikenal alat-alat bukti yang diatur
sebagaimana dalam Pasal 164 HIR/ Pasal 284 RBG yang diantaranya yakni :
Pasal 164 HIR
1.
Bukti
tertulis,
2. Bukti saksi,
3. Persangkaan,
4. Pengakuan,
5.
Sumpah
Pasal 284 RBG
1.
Bukti
Tertulis,
2. Bukti dengan saksi-saksi,
3. Persangkaan,
4. Pengakuan-pengakuan,
5.
Sumpah
Oleh
karena itu dalam membeli apapun baik itu berupa barang yang bergerak maupun
tidak bergerak jangan lupa untuk meminta bukti pembelian dan mengajak orang
lain sebagai saksi agar apabila barang yang dibeli tidak sesuai kesepakatan
pada awalnya. Pihak pembeli dapat menuntut kepada penjual agar memenuhi barang
yang dibelinya tersebut sesuai dengan kesepakatan sebelum membeli barang itu
atau pada saat negosiasi atau tawar-menawar.
Dalam
hal ini yang dimaksud orang sebagai saksi yakni bukan seorang saja. Melainkan
lebih dari satu orang dikarenakan asas unus
testis nullus testis yang berarti satu orang saksi bukanlah saksi
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 169 HIR. Artinya keterangan dari seorang
saksi saja tidak dapat dipercaya yang mana keterangan dari seorang saksi
dinilai tidaklah objektif saja. Dengan demikian apabila seseorang ingin
mengajukan tuntutan atau gugatannya dipengadilan, tentunya haruslah disertai
dengan alat bukti baik itu bukti tertulis dan juga disertai dengan saksi-saksi
yang dihadirkan didalam persidangan. Akan tetapi saksi-saksi tersebut tidak
memiliki hubungan darah dengan orang yang mengajukan gugatan atau tuntutan terhadap
pihak lain dan juga bukanlah suami atau istri dari orang tersebut dan bukan
pula anak dibawah umur dan bukan juga orang gila berdasarkan Pasal 145 HIR.
Saksi-saksi yang dapat dihadirkan hubungannya bisa juga teman atau rekanannya.
Hal ini dimaksudkan agar saksi dalam memberikan keterangannya dalam persidangan
dapat objektif dan tidak subjektif atau keberpihakan kepada orang yang
mengajukan gugatan ke Pengadilan.
Demikian
artikel ini, apabila ada kritik dan saran silahkan tulis dikolom komentar,
semoga bermanfaat.
Dasar
Hukum :
Herzien
Indonesis Reglement atau Reglemen Indonesia Baru (Stbl 1984: No. 16 yang
diperbaharui dengan Stbl 1941 No. 44)
Rechtsreglement
Buitengewesten atau Reglemen Untuk Daerah Seberang (Stbl. 1927 No. 227)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar