Sabtu, 16 September 2023

Mengenal Alat Bukti Dalam Hukum Acara Perdata

 

Dalam kehidupan bermasyarakat, sering kali bersinggugan dengan yang namanya hukum yang mana dalam hal kecil saja yakni pada saat membeli barang. Disana terdapat hukum keperdataan berupa jual beli yang mengikat antara penjual dan pembeli dengan kesepakatan diantara pembeli dan penjual barang tersebut. Akan tetapi sering kali kita melihat terdapat masalah dalam hubungan jual-beli tersebut yaitu pembeli atau penjual dirasa oleh salah satu pihak berbuat curang atau tidak sesuai dengan kesepakatan awal. Maka sering kali pihak yang merasa dirugikan tersebut menuntut pihak yang dirasa melakukan kerugian terhadapnya dengan mengajukan gugatan ke pengadilan untuk menuntut hak-haknya yang dirugikan.

 

Namun agar tuntutan pihak yang merasa dirugikan tersebut dapat dikabulkan oleh Pengadilan tentunya diharuskan adanya bukti-bukti yang menunjang gugatan atau tuntutan yang diajukan tersebut dan apabila tidak disertai bukti yang kuat yang mendukung dan menunjang surat gugatannya tentunya gugatan yang diajukan tidak akan dikabulkan oleh Pengadilan.

 

Maka dari itu, dalam hukum acara perdata dikenal alat-alat bukti yang diatur sebagaimana dalam Pasal 164 HIR/ Pasal 284 RBG yang diantaranya yakni :

 

Pasal 164 HIR

1.    Bukti tertulis,

2.    Bukti saksi,

3.    Persangkaan,

4.    Pengakuan,

5.    Sumpah

 

Pasal 284 RBG

1.    Bukti Tertulis,

2.    Bukti dengan saksi-saksi,

3.    Persangkaan,

4.    Pengakuan-pengakuan,

5.    Sumpah

 

Oleh karena itu dalam membeli apapun baik itu berupa barang yang bergerak maupun tidak bergerak jangan lupa untuk meminta bukti pembelian dan mengajak orang lain sebagai saksi agar apabila barang yang dibeli tidak sesuai kesepakatan pada awalnya. Pihak pembeli dapat menuntut kepada penjual agar memenuhi barang yang dibelinya tersebut sesuai dengan kesepakatan sebelum membeli barang itu atau pada saat negosiasi atau tawar-menawar.

 

Dalam hal ini yang dimaksud orang sebagai saksi yakni bukan seorang saja. Melainkan lebih dari satu orang dikarenakan asas unus testis nullus testis yang berarti satu orang saksi bukanlah saksi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 169 HIR. Artinya keterangan dari seorang saksi saja tidak dapat dipercaya yang mana keterangan dari seorang saksi dinilai tidaklah objektif saja. Dengan demikian apabila seseorang ingin mengajukan tuntutan atau gugatannya dipengadilan, tentunya haruslah disertai dengan alat bukti baik itu bukti tertulis dan juga disertai dengan saksi-saksi yang dihadirkan didalam persidangan. Akan tetapi saksi-saksi tersebut tidak memiliki hubungan darah dengan orang yang mengajukan gugatan atau tuntutan terhadap pihak lain dan juga bukanlah suami atau istri dari orang tersebut dan bukan pula anak dibawah umur dan bukan juga orang gila berdasarkan Pasal 145 HIR. Saksi-saksi yang dapat dihadirkan hubungannya bisa juga teman atau rekanannya. Hal ini dimaksudkan agar saksi dalam memberikan keterangannya dalam persidangan dapat objektif dan tidak subjektif atau keberpihakan kepada orang yang mengajukan gugatan ke Pengadilan.

 

Demikian artikel ini, apabila ada kritik dan saran silahkan tulis dikolom komentar, semoga bermanfaat.

 

Dasar Hukum :

Herzien Indonesis Reglement atau Reglemen Indonesia Baru (Stbl 1984: No. 16 yang diperbaharui dengan Stbl 1941 No. 44)

 

Rechtsreglement Buitengewesten atau Reglemen Untuk Daerah Seberang (Stbl. 1927 No. 227)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar