Minggu, 03 September 2023

Apakah Sah Perjanjian Yang Tidak Dilekatkan Materai ?

 

Sering melihat perjanjian yang dilekatkan materai yang ditandatangani oleh orang yang membuatnya ?. Tentunya dokumen-dokumen tersebut sudah tidak lazim lagi dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Namun mengapa dalam suatu dokumen perjanjian harus dilekatkan materai ?. Padahal syarat-syarat sahnya suatu perjanjian tidak mensyaratkan suatu perjanjian harus dilekatkan materai. Kemudian banyak orang yang beranggapan apabila suatu perjanjian tidak ditempel materai, maka perjanjian tersebut tidak sah atau tidak diakui. Tentu hal itu merupakan kekeliruan tafsir dari suatu perjanjian karena penempelan materai tidak diatur dalam syarat sahnya perjanjian.

 

Perjanjian merupakan sebuah dokumen keperdataan yang didalamnya memuat hal-hal yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang membuatnya yang mana perjanjian tersebut merupakan aturan main yang berlaku dan mengikat para pihak yang membuatnya. Lalu apakah perjanjian yang tidak dilekatkan materainya tidak sah ?. Berkaitan dengan hal tersebut terlebih dahulu harus dipahami bahwasanya peraturan mengenai bea materai diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai. Namun mulai tanggal 01 Januari 2020, telah berlaku Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Bea Materai yang mencabut UU Bea Materai Nomor 13 Tahun 1985. Namun bukan mengenai berlaku sejak kapan Undang-Undang materai yang baru, akan tetapi apakah sah perjanjian yang tidak dilekatkan materai berdasarkan UU Bea Materai Nomor 10 Tahun 2020. menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai, bea materai memiliki pengertian yakni pajak atas dokumen. Dokumen dalam pasal 1 angka (2) UU Bea Materai memiliki pengertian adalah sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan.

 

Dalam Pasal 3 ayat (1) UU Bea Materai, dokumen yang dikenakan bea materai adalah :

1.    Bea Meterai dikenakan atas:

a.    Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata; dan

b.    Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti dipengadilan.


Perjanjian merupakan dokumen yang bersifat keperdataan yang mana dokumen perjanjian dikenakan pajak atas dokumen tersebut (Pasal 3 ayat (2) huruf (a) UU Bea Materai). Lebih jauh dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf (a) UU Bea Materai yakni
Yang dimaksud dengan "kejadian yang bersifat perdata" adalahkejadian yang masuk dalam ruang lingkup hukum perdatamengenai orang, barang, perikatan, pembuktian, dan kedaluwarsa”.

 

Maka dari itu, perjanjian yang dibuat tanpa dilekatkan materai akan tetap sah asalkan perjanjian tersebut dibuat berdasarkan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Penempelan materai merupakan suatu bentuk ketaatan sebagai warga negara untuk membayar pajak, kecuali perjanjian tersebut akan digunakan sebagai alat pembuktian dalam pengadilan (Pasal 3 ayat (1) huruf (b) UU Bea Materai). Maka dokumen yang akan diajukan sebagai bukti di Pengadilan, sebagaimana Pasal 17 ayat (1) huruf (a) UU Bea Materai,  Pemateraian kemudian dilakukan untuk dokumen yang akan dijadikan bukti dalam pengadilan.

 

Demikian artikel ini semoga bermanfaat, apabila ada kritik atau saran silahkan tambahkan atau tulis dikolom komentar. Terima kasih

 

 

Dasar Hukum :

 

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

 

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Bea Materai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar