Permasalahan rumah tangga merupakan persoalan yang tidak dapat dianggap remeh atau sepele karena dapat persoalan rumah tangga bukan hanya berurusan antara suami maupun istri, akan tetapi dalam perkawinan atau pernikahan yakni menyatukan dua keluarga besar yang memiliki latar belakang sosial budaya maupun pendidikan serta ekonomi yang tidak sama merata.
Hal inilah yang membuat urusan rumah
tangga seseorang sangat pelik dan tidak mudah untuk diatasi maupun
diselesaikan. Kebanyakan orang atau masyarakat yang memang rumah tangganya
tidak dapat dipertahankan lebih memilih perceraian adalah jalan satu-satunya
agar hidupnya tenang atau bahagia. Tentu nya hal tersebut banyak terjadi di
Indonesia melihat banyaknya angka perceraian yang terdaftar di Pengadilan Agama
ditiap kota di Indonesia menunjukkan tingginya angka perceraian di Indonesia
yang dialami oleh masyarakat yang mana alasan-alasan perceraiannya tentu
bermacam-macam. Di Indonesai sendiri Negara yang mayoritas berpenduduk muslim
memiliki regulasi atau aturan hukum sendiri yakni Peradilan Agama yang khusus
mengurusi permasalahan orang yang beragama islam salah satunya perceraian.
Aturan hukum mengenai perceraian bagi yang beragama islam di Indonesia di atur
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan sebagaimana yang
telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang mana UU Perkawinan
tersebut merupakan aturan hukum yang diperuntukkan bagi seluruh agama yang ada
di Indonesia.
Perceraian bagi yang beragama islam
dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama. Hal ini diterangkan dalam Pasal 1
angka (1) dan (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 50 Tahun
2009TentangPerubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989Tentang
Peradilan Agama yang berbunyi :
(1) Peradilan Agama adalah peradilan bagi
orang-orang yang beragama Islam.
(2)
Pengadilan
adalah pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama di lingkungan peradilan agama
Dan Pasal 49 butir (a) Undang-Undang Republik
IndonesiaNomor 3 Tahun 2006TentangPerubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989Tentang Peradilan Agama yang berbunyi :
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara
orang-orang yang beraga islam dibidang :
a.
Perkawinan,
Lalu, Pasal 8 KHI menyebutkan “Putusnya
perkawinan selain cerai mati hanya dapat dibuktikan dengan surat cerai berupa
putusan Pengadilan Agama baik yang berbentuk putusan perceraian,ikrar talak,
khuluk atau putusan taklik talak”
Kemudian menurut Pasal 115 Kompilasi
Hukum Islam yang mengatakan pengadilan hanya dapat dilakukan didepan pengadilan
agama setelah pengadilan agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak. Tujuan dari diadakannya mediasi sebelum pembacaan surat
gugatan dilakukan agar apabila ada keinginan rujuk dan tidak jadi bercerai.
Maka mediasi dianggap berhasil dan apabila tidak tercapai sepakat diantara
keduanya barulah memasuki pembacaan gugatan di Pengadilan Agama dan mediasi ini
merupakan hal yang wajib sebagaimana Pasal 6 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan karena upaya hukum
dipengadilan merupakan jalan terakhir yang ditempuh.
Namun demikian apabila istri yang
mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama. Istri tidak mendapatkan haknya
yakni mengenai uang iddah maupun uang mut’ah. Sedangkan apabila suami yang
mengajukan permohonan cerai talak. Istri dapat memintakan hal tersebut kepada
Pengadilan agar suami memberikan uang iddah maupun mut’ah. Hal tersebut dirasa
belum memenuhi rasa keadilan bagi istri. Akan tetapi Mahkamah Agung sebagai
lembaga Yudikatif di Indonesia memberikan terobosan-terobosan untuk mengisi
kekosongan hukum yang terjadi di masyarakat yang tujuannya agar terciptanya
rasa keadilan dengan mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun
2019 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun
2019 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan pada Huruf C angka (1)
huruf (b) yang berbunyi :
“Dalam
rangka pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pedoman
Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum untuk memberi perlindungan
hukum bagi hak-hak perempuan pasca perceraian, maka amar pembayaran kewajiban
suami terhadap istri pasca perceraian dalam perkara cerai gugat dapat
menambahkan kalimat sebagai berikut : “....
yang dibayar sebelum Tergugat mengambil akta cerai”, dengan ketentuan amar
tersebut dinarasikan dalam posita maupun petitum gugatan.”
Agar perempuan yang mengajukan gugatan
cerai dapat dilindungi hak-haknya dapat memintakan hal tersebut kepada
Pengadilan. Demikian
artikel ini, apabila ada saran dan kritik silahkan tulis dikolom komentar,
semoga bermanfaat.
Dasar Hukum :
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinansebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2009TentangPerubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989Tentang Peradilan Agama
Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 3 Tahun 2006TentangPerubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989Tentang Peradilan Agama
Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
Instruksi Presiden Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar