Rabu, 27 September 2023

Dapatkah Istri Meminta Suami Membayar Kewajibannya Pasca Perceraian

 

Permasalahan rumah tangga merupakan persoalan yang tidak dapat dianggap remeh atau sepele karena dapat persoalan rumah tangga bukan hanya berurusan antara suami maupun istri, akan tetapi dalam perkawinan atau pernikahan yakni menyatukan dua keluarga besar yang memiliki latar belakang sosial budaya maupun pendidikan serta ekonomi yang tidak sama merata.

 

Hal inilah yang membuat urusan rumah tangga seseorang sangat pelik dan tidak mudah untuk diatasi maupun diselesaikan. Kebanyakan orang atau masyarakat yang memang rumah tangganya tidak dapat dipertahankan lebih memilih perceraian adalah jalan satu-satunya agar hidupnya tenang atau bahagia. Tentu nya hal tersebut banyak terjadi di Indonesia melihat banyaknya angka perceraian yang terdaftar di Pengadilan Agama ditiap kota di Indonesia menunjukkan tingginya angka perceraian di Indonesia yang dialami oleh masyarakat yang mana alasan-alasan perceraiannya tentu bermacam-macam. Di Indonesai sendiri Negara yang mayoritas berpenduduk muslim memiliki regulasi atau aturan hukum sendiri yakni Peradilan Agama yang khusus mengurusi permasalahan orang yang beragama islam salah satunya perceraian. Aturan hukum mengenai perceraian bagi yang beragama islam di Indonesia di atur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang mana UU Perkawinan tersebut merupakan aturan hukum yang diperuntukkan bagi seluruh agama yang ada di Indonesia.

 

Perceraian bagi yang beragama islam dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama. Hal ini diterangkan dalam Pasal 1 angka (1) dan (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2009TentangPerubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989Tentang Peradilan Agama yang berbunyi :

(1)   Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam.

(2)   Pengadilan adalah pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama di lingkungan peradilan agama

 

Dan Pasal 49 butir (a) Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 3 Tahun 2006TentangPerubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989Tentang Peradilan Agama yang berbunyi :

Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beraga islam dibidang :

a.    Perkawinan,

 

Lalu, Pasal 8 KHI menyebutkan “Putusnya perkawinan selain cerai mati hanya dapat dibuktikan dengan surat cerai berupa putusan Pengadilan Agama baik yang berbentuk putusan perceraian,ikrar talak, khuluk atau putusan taklik talak

 

Kemudian menurut Pasal 115 Kompilasi Hukum Islam yang mengatakan pengadilan hanya dapat dilakukan didepan pengadilan agama setelah pengadilan agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Tujuan dari diadakannya mediasi sebelum pembacaan surat gugatan dilakukan agar apabila ada keinginan rujuk dan tidak jadi bercerai. Maka mediasi dianggap berhasil dan apabila tidak tercapai sepakat diantara keduanya barulah memasuki pembacaan gugatan di Pengadilan Agama dan mediasi ini merupakan hal yang wajib sebagaimana Pasal 6 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan karena upaya hukum dipengadilan merupakan jalan terakhir yang ditempuh.

 

Namun demikian apabila istri yang mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama. Istri tidak mendapatkan haknya yakni mengenai uang iddah maupun uang mut’ah. Sedangkan apabila suami yang mengajukan permohonan cerai talak. Istri dapat memintakan hal tersebut kepada Pengadilan agar suami memberikan uang iddah maupun mut’ah. Hal tersebut dirasa belum memenuhi rasa keadilan bagi istri. Akan tetapi Mahkamah Agung sebagai lembaga Yudikatif di Indonesia memberikan terobosan-terobosan untuk mengisi kekosongan hukum yang terjadi di masyarakat yang tujuannya agar terciptanya rasa keadilan dengan mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2019 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan pada Huruf C angka (1) huruf (b) yang berbunyi :

 

“Dalam rangka pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum untuk memberi perlindungan hukum bagi hak-hak perempuan pasca perceraian, maka amar pembayaran kewajiban suami terhadap istri pasca perceraian dalam perkara cerai gugat dapat menambahkan kalimat sebagai berikut : “.... yang dibayar sebelum Tergugat mengambil akta cerai”, dengan ketentuan amar tersebut dinarasikan dalam posita maupun petitum gugatan.”

 

Agar perempuan yang mengajukan gugatan cerai dapat dilindungi hak-haknya dapat memintakan hal tersebut kepada Pengadilan. Demikian artikel ini, apabila ada saran dan kritik silahkan tulis dikolom komentar, semoga bermanfaat.

 

Dasar Hukum :

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinansebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

 

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2009TentangPerubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989Tentang Peradilan Agama

 

Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 3 Tahun 2006TentangPerubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989Tentang Peradilan Agama

 

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

 

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam

 

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar