Tanah
merupakan aset berharga bagi sebagian orang yang mana setiap tahun harga tanah
tidak pernah turun melainkan semakin lama semakin mahal atau tinggi. Hal inilah
yang membuat banyak terjadinya sengketa tanah di Indonesia dikarenakan nilai
dari tanah sangatlah tinggi dan berharga. Maka pendaftaran terhadap tanah yang
dimiliki oleh seseorang menjadi sangat penting untuk didaftarkan ke instansi
pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional agar pemilik tanah tersebut
memperoleh perlindungan hukum atas tanah miliknya dan beberapa waktu yang lalu
justru Presiden Republik Indonesia memprogramkan adanya pendaftaran tanah
secara nasional atau yang disebut dengan PRONA karena sengketa tanah memakan
waktu yang cukup lama dan tidak sebentar.
Namun demikian untuk mengatur mengenai
kepemilikan suatu hak atas tanah, Negara Republik Indonesia telah mengeluarkan
peraturan yang mengatur mengenai kepemilikan hak atas suatu tanah yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
dan peraturan turunannya yang mengatur jenis-jenis hak atas tanah dan hapusnya
hak atas tanah tersebut.
Akan tetapi kali ini kita akan
membahas mengenai jenis-jenis hak atas tanah dan hapusnya hak atas tanah yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun
yang mana terdapat beberapa jenis kepemilikan suatu hak atas tanah dan hapusnya
hak atas tanah yakni sebagai berikut :
1. Hak Milik
(HM)
Hak milik diatur dalam Undang-Undang
Pokok Agraria mulai dari Pasal 20 sampai Pasal 27 UUPA merupakan hak terkuat,
terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak milik hanya dapat dimiliki
oleh Warga Negara Indonesia yang mana hak milik dapat dijadikan jaminan hutang
dengan dibebani hak tanggungan apabila seseorang ingin meminjam uang untuk
keperluan modal usaha atau apapun selama tidak melanggar aturan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Hak milik tidak memiliki jangka waktu
atau batasan waktu bagi seseorang yang memiliki hak milik tersebut dan hak
milik dapat diwariskan untuk anak cucu keturunannya.
Hapusnya hak milik dapat terjadi
dikarenakan :
a. Tanahnya jatuh
kepada Negara :
1.
Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18,
2.
Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya,
3.
Karena ditelantarkan,
4.
Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2)
b. Tanahnya musnah.
2. Hak Guna Usaha
(HGU)
Hak Guna Usaha yang diatur dalam
Undang-Undang Pokok Agraria dimulai dari Pasal 28 sampai dengan Pasal 34 adalah
hak untuk mengusahakan tanah yang kuasai langsung oleh Negara, dalam jangka
waktu sebagaimana tersebut dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanian,
perikanan, atau peternakan.
Hak Guna Usaha hanya diberikan kepada
Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia
dan berkedudukan di Indonesia.
Hak Guna Usaha diberikan paling
sedikit 5 hektar luasnya dan apabila luas tanahnya 25 hektar atau lebih. Maka
diharuskan memakai investasi modal.
Hak Guna Usaha diberikan janga waktu
untuk paling lama selama 25 Tahun. Sedangkan untuk perusahaan dapat diberikan
paling lama 35 Tahun dan hak guna usaha dapat diperpanjang lagi selama 25
Tahun. Hak Guna Usaha dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain oleh
Pemegang dari Hak Guna Usaha.
Seperti hak milik, Hak Guna Usaha pun
dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan.
Hapusnya Hak Guna Usaha dapat terjadi
dikarenakan :
a. Jangka waktunya
berakhir,
b. Dihentikan
sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak terpenuhi,
c. Dilepaskan oleh
pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir,
d. Dicabut untuk
kepentingan umum,
e. Ditelantarkan,
f. Tanahnya
musnah,
g. Ketentuan dalam
Pasal 30 ayat (2)
3. Hak Guna
Bangunan (HGB)
Hak Guna Bangunan yang diatur dalam
Undang-Undang Pokok Agraria dimulai dari Pasal 35 sampai dengan Pasal 40 adalah
hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan
miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat
diperpanjang dalam waktu yang paling lama 20 tahun.
Hak Guna Bangunan hanya diberikan
kepada Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia dan Hak Guna Bangunan dapat beralih
atau dialihkan kepada pihak lain oleh Pemegang dari Hak Guna Bangunan.
Seperti hak milik dan Hak Guna Usaha.
Hak Guna Bangunan pun dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak
tanggungan.
Hapusnya Hak Guna Bangunan dapat
terjadi dikarenakan :
a. Jangka waktunya
berakhir,
b. Dihentikan
sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak terpenuhi,
c. Dilepaskan oleh
pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir,
d. Dicabut untuk
kepentingan umum,
e. Ditelantarkan,
f. Tanahnya
musnah,
g. Ketentuan dalam
Pasal 36 ayat (2)
4. Hak Pakai (HP)
Hak Pakai yang diatur dalam
Undang-Undang Pokok Agraria dimulai dari Pasal 41 sampai dengan Pasal 43 adalah
hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung
oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban
yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang
memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan
perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal
tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.
Hak Pakai dapat diberikan kepada warga
negara Indonesia, orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang
didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, dan badan
hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
5. Hak Atas
Satuan Rumah Susun
Pengaturan mengenai hak atas satuan
rumah susun diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun.
Hak atas satuan rumah susun diberikan oleh negara kepada pemiliknya dengan
bukti kepemilikan berupa sertifikat (Pasal 9 UU Rumah Susun) dan hak atas
satuan rumah susun dapat diberikan kepada orang perseorangan atau badan hukum.
Hak atas satuan rumah susun dapat
dijadikan jaminan hutang dengan pembebanan hipotik atau fidusia. (Pasal 12 UU
Rumah Susun).
Hak atas tanah yang disebutkan diatas
tersebut berbentuk Sertifikat yang diberikan oleh negara kepada pemilik yang
sah atas tanah tersebut. Namun demikian masih terdapat hak atas tanah yang
belum meningkatkan haknya berbentuk sertifikat yakni seperti Girik yang
terdaftar di Buku C Kelurahan atau desa dimana tempat tanah tersebut berada
atau terdapat Akta Jual Beli yang merupakan hak kepemilikan atas tanah yang
belum bersertifikat. Sehingga untuk menilai keabsahan dari surat yang belum
berbentuk sertifikat tersebut. Calon pembeli tanah diharuskan sangat teliti
dalam menelaah dokumen-dokumen tanah yang belum berbentuk sertifikat tersebut
agar tidak timbul kerugian akibat kelalaian atau kecerobohan dengan membeli
tanah yang salah atau terdapat sengketa didalamnya.
Apabila ada masukan dan komentar
silahkan tulis dikolom komentar. Demikian Artikel ini, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum :
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985
Tentang Rumah Susun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar