Rabu, 27 September 2023

Jenis dan Hak Atas Tanah

 

Tanah merupakan aset berharga bagi sebagian orang yang mana setiap tahun harga tanah tidak pernah turun melainkan semakin lama semakin mahal atau tinggi. Hal inilah yang membuat banyak terjadinya sengketa tanah di Indonesia dikarenakan nilai dari tanah sangatlah tinggi dan berharga. Maka pendaftaran terhadap tanah yang dimiliki oleh seseorang menjadi sangat penting untuk didaftarkan ke instansi pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional agar pemilik tanah tersebut memperoleh perlindungan hukum atas tanah miliknya dan beberapa waktu yang lalu justru Presiden Republik Indonesia memprogramkan adanya pendaftaran tanah secara nasional atau yang disebut dengan PRONA karena sengketa tanah memakan waktu yang cukup lama dan tidak sebentar.

Namun demikian untuk mengatur mengenai kepemilikan suatu hak atas tanah, Negara Republik Indonesia telah mengeluarkan peraturan yang mengatur mengenai kepemilikan hak atas suatu tanah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan peraturan turunannya yang mengatur jenis-jenis hak atas tanah dan hapusnya hak atas tanah tersebut.

Akan tetapi kali ini kita akan membahas mengenai jenis-jenis hak atas tanah dan hapusnya hak atas tanah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun yang mana terdapat beberapa jenis kepemilikan suatu hak atas tanah dan hapusnya hak atas tanah yakni sebagai berikut :

1.     Hak Milik (HM)

Hak milik diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria mulai dari Pasal 20 sampai Pasal 27 UUPA merupakan hak terkuat, terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak milik hanya dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia yang mana hak milik dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan apabila seseorang ingin meminjam uang untuk keperluan modal usaha atau apapun selama tidak melanggar aturan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hak milik tidak memiliki jangka waktu atau batasan waktu bagi seseorang yang memiliki hak milik tersebut dan hak milik dapat diwariskan untuk anak cucu keturunannya.

Hapusnya hak milik dapat terjadi dikarenakan :

a.    Tanahnya jatuh kepada Negara :

1.      Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18,

2.      Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya,

3.      Karena ditelantarkan,

4.      Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2)

b.    Tanahnya musnah.

2.    Hak Guna Usaha (HGU)

Hak Guna Usaha yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria dimulai dari Pasal 28 sampai dengan Pasal 34 adalah hak untuk mengusahakan tanah yang kuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan, atau peternakan.

Hak Guna Usaha hanya diberikan kepada Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

Hak Guna Usaha diberikan paling sedikit 5 hektar luasnya dan apabila luas tanahnya 25 hektar atau lebih. Maka diharuskan memakai investasi modal.

Hak Guna Usaha diberikan janga waktu untuk paling lama selama 25 Tahun. Sedangkan untuk perusahaan dapat diberikan paling lama 35 Tahun dan hak guna usaha dapat diperpanjang lagi selama 25 Tahun. Hak Guna Usaha dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain oleh Pemegang dari Hak Guna Usaha.

Seperti hak milik, Hak Guna Usaha pun dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan.

Hapusnya Hak Guna Usaha dapat terjadi dikarenakan :

a.    Jangka waktunya berakhir,

b.    Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak terpenuhi,

c.    Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir,

d.    Dicabut untuk kepentingan umum,

e.    Ditelantarkan,

f.     Tanahnya musnah,

g.    Ketentuan dalam Pasal 30 ayat (2)

3.    Hak Guna Bangunan (HGB)

Hak Guna Bangunan yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria dimulai dari Pasal 35 sampai dengan Pasal 40 adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang dalam waktu yang paling lama 20 tahun.

Hak Guna Bangunan hanya diberikan kepada Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia dan Hak Guna Bangunan dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain oleh Pemegang dari Hak Guna Bangunan.

Seperti hak milik dan Hak Guna Usaha. Hak Guna Bangunan pun dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan.

Hapusnya Hak Guna Bangunan dapat terjadi dikarenakan :

a.    Jangka waktunya berakhir,

b.    Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak terpenuhi,

c.    Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir,

d.    Dicabut untuk kepentingan umum,

e.    Ditelantarkan,

f.     Tanahnya musnah,

g.    Ketentuan dalam Pasal 36 ayat (2)

4.    Hak Pakai (HP)

Hak Pakai yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria dimulai dari Pasal 41 sampai dengan Pasal 43 adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.

Hak Pakai dapat diberikan kepada warga negara Indonesia, orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, dan badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

5.     Hak Atas Satuan Rumah Susun

Pengaturan mengenai hak atas satuan rumah susun diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun. Hak atas satuan rumah susun diberikan oleh negara kepada pemiliknya dengan bukti kepemilikan berupa sertifikat (Pasal 9 UU Rumah Susun) dan hak atas satuan rumah susun dapat diberikan kepada orang perseorangan atau badan hukum.

Hak atas satuan rumah susun dapat dijadikan jaminan hutang dengan pembebanan hipotik atau fidusia. (Pasal 12 UU Rumah Susun).

Hak atas tanah yang disebutkan diatas tersebut berbentuk Sertifikat yang diberikan oleh negara kepada pemilik yang sah atas tanah tersebut. Namun demikian masih terdapat hak atas tanah yang belum meningkatkan haknya berbentuk sertifikat yakni seperti Girik yang terdaftar di Buku C Kelurahan atau desa dimana tempat tanah tersebut berada atau terdapat Akta Jual Beli yang merupakan hak kepemilikan atas tanah yang belum bersertifikat. Sehingga untuk menilai keabsahan dari surat yang belum berbentuk sertifikat tersebut. Calon pembeli tanah diharuskan sangat teliti dalam menelaah dokumen-dokumen tanah yang belum berbentuk sertifikat tersebut agar tidak timbul kerugian akibat kelalaian atau kecerobohan dengan membeli tanah yang salah atau terdapat sengketa didalamnya.

Apabila ada masukan dan komentar silahkan tulis dikolom komentar. Demikian Artikel ini, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum :

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar