Gugatan
merupakan suatu upaya hukum yang dilakukan oleh seseorang untuk menuntut
hak-haknya yang telah dilanggar oleh orang lain. Namun tidak semudah
kelihatannya, dalam membuat surat gugatan tentunya ada ketentuan-ketentuan yang
perlu diperhatikan agar apa yang dituntut didalam surat gugatan tersebut dapat
dikabulkan oleh hakim yang memeriksa dan memutus perkara tersebut. Gugatan
memiliki pengertian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yakni tuntutan yang
diajukan oleh pihak yang merasa haknya dilanggar kepada pihak lain. Dasar hukum
dalam membuat surat gugatan dapat ditemui dalam Pasal 8 nomor 3
Reglement Op de Burgerlijke Rechts Vordering (“RV”).
Namun tidak sedikit pihak yang telah
mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang harus menelan pil pahit dikarenakan
gugatan yang diajukannya tersebut ternyata ditolak atau tidak diterima oleh
hakim yang memutus perkara. Nah, dalam membuat surat gugatan tentunya ada
hal-hal yang harus diperhatikan agar apa yang diharapkan dapat terpenuhi dan
tidak sia-sia mengajukan gugatan dipengadilan. Sebelum membahas poin-poin apa
saja yang harus diperhatikan dalam membuat surat gugatan, tentunya harus jelas
juga ke Pengadilan mana gugatan tersebut akan diajukan, jangan sampai salah
mengajukan gugatan ke pengadilan yang tidak semestinya berwenang memutus
seperti contoh gugatan perceraian diajukan di Pengadilan Negeri. Padahal para
pihak merupakan beragama islam, tentu saja gugatan harus diajukan di Pengadilan
Agama atau jika Tergugat yang akan digugat berada di Surabaya. Namun gugatan
diajukan di Pengadilan Negeri Semarang, tentu saja jelas gugatan salah tempat
diajukan karena pengadilan tidak berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara
tersebut.
Dari hal-hal tersebut yang harus
diperhatikan dalam membuat surat gugatan diantaranya :
1. Identitas Para Pihak
Identitas para
pihak yang akan digugat haruslah jelas seperti nama, tempat tanggal lahir,
pekerjaan, agama, kewarganegaraan, alamat. Dalam hal ini apabila pihak yang
akan digugat saja tidak diketahui identitasnya secara jelas, tentunya hal
tersebut akan berdampak bagi gugatan yang diajukan oleh pihak yang merasa
haknya dilanggar.
2. Alasan-alasan atau Posita
Alasan-alasan atau
yang dikenal dengan Fundemental Petendi
atau Posita yang merupakan isi dari gugatan yang diajukan oleh pihak yang
merasa haknya dilanggar tersebut dengan menceritakan secara gamblang dan jelas
alasan-alasan mengapa dirinya mengajukan gugatan kepada pihak lain dan disertai
dengan dasar hukumnya dalam mengajukan gugatan.
Tentunya posita ini
haruslah memuat materi yang nantinya akan dituntut oleh pihak yang dilanggar
haknya tersebut agar terdapat korelasi apa yang dituntut oleh orang tersebut
sesuai dengan isi dari tuntutan nantinya.
3. Tuntutan atau Petitum
Setelah menguraikan
seluruh peristiwa yang terjadi didalam Posita gugatan, akhirnya sampailah pada
poin terakhir yakni tuntutan atau petitum yang mana petitum tersebut merupakan
hal-hal apa saja yang dituntut oleh pihak yang mengajukan gugatan terhadap
pihak lain yang diduga telah melanggar hak-haknya. Maka didalam tuntutan
tersebut lah diuraikan hal-hal apa saja yang dimintakan atas gugatan yang
diajukan.
Tuntutan yang
diajukan biasanya terdapat tuntutan pokok yang merupakan tuntutan yang
dimintakan dan tuntutan tambahan seperti membayar bunga, kerugian materil
maupun iimateril, pembayaran uang paksa apabila tidak melaksanakan putusan
pengadilan. Kemudian terdapat lagi tuntutan subsider atau pengganti yang
bunyinya ditulis ex aequo et bono yang
artinya mohon hakim menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya.
Maka dari itu
jelaslah hal-hal apa saja yang harus dibuat dalam membuat surat gugatan dan
tidak sembarang dalam membuat surat gugatan dan tidak sembarangan untuk
menggugat orang lain tanpa alasan dan dasar yang jelas.
Demikian artikel ini semoga bermanfaat, apabila ada kritik dan saran silahkan tambahkan
dikolom komentar, terima kasih.
Referensi :
Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI)
Dasar Hukum :
Reglement Op de Burgerlijke Rechts Vordering
(“RV”)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar