Harta menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia memiliki pengertian yakni kekayaan berwujud dan tidak berwujud yang
bernilai.
Harta bawaan merupakan harta yang
didapat baik sebelum dilangsungkannya perkawinan ataupun pemberian berupa
hibah, warisan dari orang tua yang didapat setelah perkawinan.
Sedangkan harta bersama atau harta
gono-gini merupakan harta yang diperoleh atau dibeli oleh pasangan suami-istri
setelah perkawinan.
Harta warisan merupakan harta yang
diterima oleh Ahli Waris setelah orang tua atau si Pewaris meninggal dunia.
ATURAN
HUKUMNYA
Harta
Bawaan :
Di Indonesia terdapat 6(enam) agama
yang diakui oleh Pemerintah. Aturan Hukum mengenai Harta Bawaan untuk Orang
Islam dan Orang Non Islam secara umum diatur melalui Pasal 35 ayat (2) .
Mengenai harta bawaan, Suami atau istri dapat bertindak sendiri dan melakukan
perbuatan hukum tanpa meminta persetujuan suami atau istrinya yang diatur dalam
Pasal 36 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Akan tetapi untuk Orang Islam,
mengenai harta bawaan selain diatur oleh UU Perkawinan. Hal tersebut diatur
dalam Pasal 86 dan Pasal 87 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang
Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
Contoh : Suami yang menerima warisan
dari orang tuanya berbentuk Rumah. Rumah yang diperoleh suami tersebut
merupakan harta bawaannya sekalipun dirinya sudah menikah.
Harta
Bersama atau Harta Gono-gini
Harta bersama tidak boleh
dipindahtangankan oleh Istri atau suami tanpa persetujuan Istri atau suami
Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sedangkan untuk Orang
Islam aturan mengenai Harta Bersama selain diatur dalam UU Perkawinan, diatur
juga dalam Pasal 92 Kompilasi Hukum Islam.
Contoh : Suami menjual rumah bersama
tanpa persetujuan dari istrinya. Maka jual-beli tersebut menjadi cacat hukum.
Harta
Warisan
Dari pengertiannya sudah jelas yang
dimaksud dengan harta warisan. Harta warisan dapat dibagi apabila Ahli Waris
telah dinyatakan meninggal dunia. Barulah harta peninggalannya merupakan harta
warisan dan yang berhak menerima warisan adalah para ahli warisnya yang
ditentukan oleh Undang-Undang.
Bagi suami atau istri yang ditinggal
meninggal dunia oleh pasangannya. Maka pembagian harta warisannya bagi yang
beragama Islam adalah Setengah dari Harta Peninggalan si suami atau istri
(Pasal 96 Kompilasi Hukum Islam). Namun bagi suami atau istri yang beragama
islam yang perkawinannya putus karena Perceraian. Maka harta bersama dibagi
seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian
perkawinan (Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam).
Untuk yang beragama non muslim aturan
mengenai harta warisan diatur dalam Pasal 852 KUHPerdata yang isinya :
Anak-anak
atau keturunan-keturunan, sekalipun dilahirkan dan berbagai perkawinan,
mewarisi harta peninggalan para orangtua mereka, kakek dan nenek mereka, atau
keluarga-keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas, tanpa
membedakan jenis kelamin atau kelahiran yang lebih dulu.
Mereka
mewarisi bagian-bagian yang sama besarnya kepala demi kepala, bila dengan yang
meninggal mereka semua bertalian keluarga dalam derajat pertama dan
masing-masing berhak karena dirinya sendiri; mereka mewarisi pancang demi
pancang, bila mereka semua atas sebagian mewarisi sebagai pengganti.
Contoh : Si A menikah dengan B dan
mempunyai anak C. Pada tanggal 03 Desember 2017, si A meninggal. Maka ahli
waris dari si A meninggalkan Istri dan 1(satu) orang anak. Maka semenjak si A
dinyatakan meninggal, seluruh harta milik si A menjadi milik para Ahli Warisnya
si B dan C.
Intinya perbedaan mengenai Harta
Bawaan, Harta Bersama atau Harta Gono-gini, dan Harta Warisan adalah dilihat
dari Asal-usul harta tersebut diperolehnya.
Demikian artikel ini semoga bermanfaat, apabila ada kritik dan saran silahkan tambahkan
dikolom komentar, terima kasih.
Referensi :
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Dasar Hukum :
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan Sebagaimana Telah Diubah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991
tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar