Indonesia
merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama islam, tetapi di Indonesia
sendiri bukan hanya agama islam saja yang diakui oleh negara. Namun ada
beberapa agama lain yang juga di akui di Indonesia. Salah satu hukum yang
diatur di Indonesia yakni hukum waris yang mana hukum waris merupakan salah
satu hukum yang ada di Indonesia dan pengaturan mengenai waris pun diatur oleh
peraturan perundang-undangan baik yang beragama islam maupun non islam.
Namun
penulis akan membahas Hal yang mengakibatkan seseorang yang terhalang atau
kehilangan haknya sebagai ahli waris baik secara kompilasi hukum islam maupun
hukum perdata yang diatur di Indonesia. Sebelum membahas hal tersebut, terlebih
dahulu perlu mengerti mengenai apa yang dimaksud dengan hukum waris bagi orang
yang beragama islam maupun non islam.
Menurut Hukum Islam
Hukum
waris bagi yang beragama islam diatur dalam Pasal 171 huruf (a), (b), (c), (d),
dan (e) Kompilasi Hukum Islam yakni :
Yang dimaksud dengan:
a. Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang
pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan
siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapabagiannya masing-masing.
b. Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau
yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam,
meninggalkan ahli waris dan hartapeninggalan.
c. Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia
mempunyai hubungan darah atauhubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam
dan tidak terhalang karena hukum untukmenjadi ahli waris.
d. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh
pewaris baik yang berupa benda yangmenjadi miliknya maupun hak-haknya.
e. Harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari
harta bersama setelah digunakan untukkeperluan pewaris selama sakit sampai
meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz),pembayaran hutang dan pemberian
untuk kerabat.
Dalam huruf (c)
Kompilasi Hukum Islam dijelaskan, ahli waris merupakan orang memiliki hubungan
darah dengan si pewaris yang beragama islam. Mengenai pembuktian ahli waris
tersebut berhak sebagai ahli waris yang sah. Ahli waris tersebut haruslah juga
beragama islam sebagaimana Pasal 172 Kompilasi Hukum Islam yakni “Ahli waris dipandang beragama Islam apabila
diketahui dari Kartu Identitas atau pengakuan atauamalan atau kesaksian,
sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak yang belum di\ewasa,beragama
menurut ayahnya atau lingkungannya.”
Golongan yang
merupakan ahli waris dari si pewaris menurut Pasal 174 Kompilasi Hukum Islam
ialah :
1. Kelompok-kelompok ahli waris terdiri
dari:
a. Menurut hubungan darah:
- golongan laki-laki terdiri dari :
ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.
- Golongan perempuan terdiri dari : ibu,
anak perempuan, saudara perempuan dari nenek.
b. Menurut hubungan perkawinan terdiri
dari : duda atau janda.
2. Apabila semua ahli waris ada, maka
yang berhak mendapat warisan hanya : anak, ayah, ibu,janda atau duda.
Menurut Hukum Perdata
Indonesia
Hukum waris dalam
hukum perdata di Indonesia berdasarkan Pasal 830 KUHPerdata pewarisan hanya
terjadi karena kematian. Apabila seseorang belum dinyatakan meninggal dunia,
maka pewarisan belumlah terjadi. pihak atau orang yang berhak menjadi ahli
waris dalam hukum perdata diatur dalam Pasal 832 ayat (1) KUHPerdata yakni “Menurut undang-undang, yang berhak
menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sahmenurut undang-undang
maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidupterlama,
menurut peraturan-peraturan berikut ini.”
Lebih
jauh diatur dalam Pasal 852 KUHPerdata, orang yang berhak menerima warisan
ialah “Anak-anak
atau keturunan-keturunan, sekalipun dilahirkan dan berbagai perkawinan,
mewarisiharta peninggalan para orangtua mereka, kakek dan nenek mereka, atau
keluarga-keluargasedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas, tanpa
membedakan jenis kelamin ataukelahiran yang lebih dulu.”
Ahli Waris Pengganti
Selain ahli waris
yang disebutkan utama merupakan sebagai ahli waris yang utama. Namun terdapat
beberapa peristiwa yang menyebabkan ahli waris utama tersebut telah meninggal
terlebih dahulu dari si pewaris, akan tetapi ahli waris utama telah memiliki
keturunannya sendiri atau ahli waris utama tidak memiliki keuturan sama sekali.
Maka anak dari ahli waris utama yang meninggal tersebut disebut sebagai ahli
waris pengganti atau apabila tidak memiliki keturunan, yang ahli waris utama
tersebut diganti dengan hubungan kesamping. Mengenai ahli waris pengganti,
hukum perdata Indonesia mengatur hal tersebut yakni pada Pasal 841 KUHPerdata
dan Pasal 842 KUHPerdata. Sedangkan ahli waris dalam artian kesamping diatur
dalam Pasal 844 KUHPerdata dan Pasal 845 KUHPerdata.
Dalam Kompilasi Hukum
Islam, ahli waris pengganti diatur dalam Pasal 185 yakni
(1) Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada
sipewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang
tersebut dalam Pasal 173.
(2) Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari
bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.
Terlebih lagi ahli
waris pengganti menurut Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 03 Tahun 2015 tentang
Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2015 Sebagai
Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan hanya diakui sampai derajat cucu
saja. Jadi mengenai ahli waris pengganti ada batasannya, cicit tidak bisa lagi
menjadi ahli waris pengganti.
Yang Tidak Berhak atau Terhalang Menjadi Ahli Waris
Tidak semua ahli
waris yang telah ditetapkan oleh undang-undang dapat baik yang beragama islam
maupun non islam akan mendapatkan bagian warisan dari si pewaris. Akan tetapi
ada beberapa kategori seseorang tersebut akan kehilangan haknya sebagai ahli
waris. Menurut hukum islam, orang yang tidak berhak atau terhalang menjadi ahli
waris diatur dalam Pasal 173 Kompilasi Hukum Islam, yang mana kompilasi hukum
islam ini hanya mengatur orang yang beragama islam. Sedangkan untuk orang yang
beragama non islam, seorang ahli waris terhalang sebagai ahli waris diatur
dalam Pasal 838 KUHPerdata.
Karena
suatu sebab atau hal tertentu, seseorang dapat tidak terhalang menjadi ahli
waris sekalipun dirinya merupakan ahli waris yang sah menurut hubungan darah
dengan di pewaris.
Demikian
Artikel ini, semoga bermanfaat.
Dasar
Hukum :
Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek Voor Indonesie atau BW,
Staatsblad 1847 No. 23)
Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991
tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
Surat
Edaran Mahkamah Agung Nomor 03 Tahun 2015 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil
Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2015 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas
Bagi Pengadilan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar