Rabu, 25 Oktober 2023

Seseorang Dapat Kehilangan Haknya Sebagai Ahli Waris

 

Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama islam, tetapi di Indonesia sendiri bukan hanya agama islam saja yang diakui oleh negara. Namun ada beberapa agama lain yang juga di akui di Indonesia. Salah satu hukum yang diatur di Indonesia yakni hukum waris yang mana hukum waris merupakan salah satu hukum yang ada di Indonesia dan pengaturan mengenai waris pun diatur oleh peraturan perundang-undangan baik yang beragama islam maupun non islam.

 

Namun penulis akan membahas Hal yang mengakibatkan seseorang yang terhalang atau kehilangan haknya sebagai ahli waris baik secara kompilasi hukum islam maupun hukum perdata yang diatur di Indonesia. Sebelum membahas hal tersebut, terlebih dahulu perlu mengerti mengenai apa yang dimaksud dengan hukum waris bagi orang yang beragama islam maupun non islam.

 

Menurut Hukum Islam

Hukum waris bagi yang beragama islam diatur dalam Pasal 171 huruf (a), (b), (c), (d), dan (e) Kompilasi Hukum Islam yakni :

Yang dimaksud dengan:

a.    Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapabagiannya masing-masing.

b.    Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan hartapeninggalan.

c.    Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atauhubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untukmenjadi ahli waris.

d.    Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa benda yangmenjadi miliknya maupun hak-haknya.

e.    Harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untukkeperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz),pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.

 

Dalam huruf (c) Kompilasi Hukum Islam dijelaskan, ahli waris merupakan orang memiliki hubungan darah dengan si pewaris yang beragama islam. Mengenai pembuktian ahli waris tersebut berhak sebagai ahli waris yang sah. Ahli waris tersebut haruslah juga beragama islam sebagaimana Pasal 172 Kompilasi Hukum Islam yakni “Ahli waris dipandang beragama Islam apabila diketahui dari Kartu Identitas atau pengakuan atauamalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak yang belum di\ewasa,beragama menurut ayahnya atau lingkungannya.”

 

Golongan yang merupakan ahli waris dari si pewaris menurut Pasal 174 Kompilasi Hukum Islam ialah :

1.  Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:

a.    Menurut hubungan darah:

-     golongan laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.

-     Golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan, saudara perempuan dari nenek.

b.    Menurut hubungan perkawinan terdiri dari : duda atau janda.

 

2.  Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya : anak, ayah, ibu,janda atau duda.

 

Menurut Hukum Perdata Indonesia

Hukum waris dalam hukum perdata di Indonesia berdasarkan Pasal 830 KUHPerdata pewarisan hanya terjadi karena kematian. Apabila seseorang belum dinyatakan meninggal dunia, maka pewarisan belumlah terjadi. pihak atau orang yang berhak menjadi ahli waris dalam hukum perdata diatur dalam Pasal 832 ayat (1) KUHPerdata yakni “Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sahmenurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidupterlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini.”

 

Lebih jauh diatur dalam Pasal 852 KUHPerdata, orang yang berhak menerima warisan ialah Anak-anak atau keturunan-keturunan, sekalipun dilahirkan dan berbagai perkawinan, mewarisiharta peninggalan para orangtua mereka, kakek dan nenek mereka, atau keluarga-keluargasedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas, tanpa membedakan jenis kelamin ataukelahiran yang lebih dulu.”

 

Ahli Waris Pengganti

Selain ahli waris yang disebutkan utama merupakan sebagai ahli waris yang utama. Namun terdapat beberapa peristiwa yang menyebabkan ahli waris utama tersebut telah meninggal terlebih dahulu dari si pewaris, akan tetapi ahli waris utama telah memiliki keturunannya sendiri atau ahli waris utama tidak memiliki keuturan sama sekali. Maka anak dari ahli waris utama yang meninggal tersebut disebut sebagai ahli waris pengganti atau apabila tidak memiliki keturunan, yang ahli waris utama tersebut diganti dengan hubungan kesamping. Mengenai ahli waris pengganti, hukum perdata Indonesia mengatur hal tersebut yakni pada Pasal 841 KUHPerdata dan Pasal 842 KUHPerdata. Sedangkan ahli waris dalam artian kesamping diatur dalam Pasal 844 KUHPerdata dan Pasal 845 KUHPerdata.

 

Dalam Kompilasi Hukum Islam, ahli waris pengganti diatur dalam Pasal 185 yakni

(1)  Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada sipewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173.

(2)  Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.

 

Terlebih lagi ahli waris pengganti menurut Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 03 Tahun 2015 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2015 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan hanya diakui sampai derajat cucu saja. Jadi mengenai ahli waris pengganti ada batasannya, cicit tidak bisa lagi menjadi ahli waris pengganti.

 

 

Yang Tidak Berhak atau Terhalang Menjadi Ahli Waris

Tidak semua ahli waris yang telah ditetapkan oleh undang-undang dapat baik yang beragama islam maupun non islam akan mendapatkan bagian warisan dari si pewaris. Akan tetapi ada beberapa kategori seseorang tersebut akan kehilangan haknya sebagai ahli waris. Menurut hukum islam, orang yang tidak berhak atau terhalang menjadi ahli waris diatur dalam Pasal 173 Kompilasi Hukum Islam, yang mana kompilasi hukum islam ini hanya mengatur orang yang beragama islam. Sedangkan untuk orang yang beragama non islam, seorang ahli waris terhalang sebagai ahli waris diatur dalam Pasal 838 KUHPerdata.

 

Karena suatu sebab atau hal tertentu, seseorang dapat tidak terhalang menjadi ahli waris sekalipun dirinya merupakan ahli waris yang sah menurut hubungan darah dengan di pewaris.

 

Demikian Artikel ini, semoga bermanfaat.

 

Dasar Hukum :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek Voor Indonesie atau BW, Staatsblad 1847 No. 23)

 

Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

 

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 03 Tahun 2015 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2015 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar