Permohonan memiliki salah
satu arti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yakni tuntutan hak perdata oleh
satu pihak yang berkepentingan kepada pihak lain atas suatu hak yang tidak
mengandung sengketa.
Permohonan menurut Pendapat Ahli Hukum M. Yahya Harahap, SH dalam bukunya
yang berjudul “Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, (Jakarta, Sinar Grafika, 2013), hal. 29”
ciri gugatan permohonan yakni sebagai berikut:
Ciri Khas permohonan atau gugatan voluntair :
1) Masalah yang diajukan bersifat kepentingan
sepihak semata (for the benefit of one party only).
2) Permasalahan yang dimohon penyesuaian kepada PN,
pada prinsipnya tanpa sengketa dengan pihak lain (without disputes or
differences with another party).
Tidak ada
orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan, tetapi bersifat
ex-parte.
Mahkamah Agung sebagai
Lembaga Yudikatif tertinggi di Indonesia telah mengeluarkan Buku Pedoman
Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan
Buku II Edisi 2007 Cetakan Tahun 2009, yang pada halaman 45 mengenai Permohonan
yang dapat diajukan melalui Pengadilan Negeri antara lain :
a. Permohonan Pengangkatan wali bagi anak yang belum dewasa
adalah 18 tahun (menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Pasal 47; menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan anak Pasal
1; menurut Undang-undang No. 23 tahun 2002 Pasal 1 butir ke 1),
b. Permohonan pengangkatan pengampuan bagi orang dewasa yang
kurang ingatannya atau orang dewasa yang tidak bisa mengurus hartanya lagi,
misalnya karena pikun,
c. Permohonan perawrganegaraan (Naturalisasi) sesuai Pasal 5
Undang-undang No. 62 tahun 1958 jo Surat Edaran Mahkamah Agung No. 2 Tahun
1992,
d. Permohonan dispensasi nikah bagi pria yang belum mencapai
umur 19 tahun dan bagi wanita yang belum mencapai umur 16 tahun (Pasal 7
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974),
e. Permohonan izin nikah bagi calon mempelai yang belum
berumur 21 tahun (Pasal 6 ayat (5)
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974),
f. Permohonan pembatalan perkawinan (Pasal 25, 26 dan 27
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974),
g. Permohonan pengangkatan anak (harus diperhatikan SEMA No.
6/1983),
h. Permohonan untuk memperbaiki kesalahan dalam akta catatan
sipil, msalnya apabila nama anak secara salah disebutkan dalam akta tersebut
(penduduk jawa dan madura ordonantie Pasal
49 dan 50, Peraturan Catatan Sipil keturunan Cinaordonantie 20 Maret 1917-130 jo 1929-81 Pasal 95 dan 96, Untuk
Golongan Eropa KUH Perdata Pasal 13 dan 14), Permohonan akta kelahiran, akta
kematian.
i. Permohonan untuk menunjuk seorang atau beberapa orang
wasit oleh karena para pihak tidak bisa atau tidak bersedia untuk menunjuk
wasit (Pasal 13 dan 14 UU No. 30 tahun
1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengekta),
j. Permohonan agar seseorang dinyatakan dalam keadaan tidak
hadir (Pasal 463 BW) atau dinyatakan meninggal dunia (Pasal 457 BW).
k. Permohonan agar ditetapkan sebagai wali/kuasa untuk
menjual harta warisan.
Akan tetapi ada beberapa
permohonan yang dilarang untuk diajukan ke Pengadilan Negeri yakni diantaranya
:
1. Permohonan untuk menetapkan status kepemilikan atas suatu
benda, baik benda bergerak ataupun tidak bergerak. Status kepemilikan suatu
benda diajukan dalam bentuk gugatan.
2. Permohonan untuk menetapkan status keahliwarisan
seseorang. Status keahlian warisan ditentukan dalam suatu gugatan.
3. Permohonan untuk menyatakan suatu dokumen atau sebuah
akta yang sah, menyatakan suatu dokumen atau sebuah akta adalah sah harus dalam
bentuk gugatan.
Maka dari itu, untuk
mengajukan suatu permohonan perlu dilihat terlebih dahulu apakah permohonan
yang akan diajukan tersebut dilarang atau tidak agar tidak terkendala pada saat
mengajukan permohonan yang dilarang ke Pengadilan Negeri.
Apabila ada masukan dan
komentar silahkan tulis dikolom komentar. Demikian Artikel ini, semoga
bermanfaat.
Dasar Hukum :
Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan Buku II Edisi 2007 Cetakan Tahun 2009
Referensi
M. Yahya Harahap, SH dalam bukunya yang berjudul
“Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan
Putusan Pengadilan, (Jakarta, Sinar Grafika, 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar