Kamis, 12 Oktober 2023

Keweenangan Kompetensi Absolut dan Kompetensi Relatif Pengadilan di Indonesia

Ada 4(empat) jenis badan peradilan di Indonesia yakni Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer. Badan-badan peradilan tersebut dibawah Mahkamah Agung sebagai Lembaga Peradilan Tertinggi di Indonesia. Akan tetapi mengenal kewenangan kompetensi absolut dan kompetensi relatif dalam badan-badan peradilan tersebut berbeda-beda melihat fungsi dan tugas dari badan peradilan tersebut.

 

Sebelum mengenal dasar hukum dari kompetensi absolut dan kompetensi relatif tersebut. Dalam pengertiannya, kompetensi absolut Pengadilan memiliki pengertian kewenangan mutlak pengadilan untuk mengadili suatu perkara menurut objek, materi atau pokok sengketa. Sedangkan kompetensi relatif pengadilan merupakan kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara sesuai dengan wilayah hukumnya.

 

1.     Peradilan Umum

Peradilan Umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum jo Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum jo Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.

 

Dalam hal ini, peradilan umum yang dimaksud adalah Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi dilingkungan peradilan umum sebagaimana yang diterangkan dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.

 

Kompetensi Absolut dari Pengadilan Negeri diatur dalam ketentuan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum yang berbunyi :

“Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata ditingkat pertama”

 

Sedangkan Pengadilan Tinggi memiliki wewenang yang diatur dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum yang berbunyi :

(1)  Pengadilan Tinggi bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan perkara perdata di tingkat banding.

(2)  Pengadilan Tinggi juga bertugas dan berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya

 

Kompetensi Relatif dari Pengadilan Negeri berkaitan dengan hukum acara atau hukum materil yang mana hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk perkara Pidana dan Pasal 118 HIR jo Pasal 120 HIR (untuk daerah jawa dan madura) jo Pasal 142 Rbg jo Pasal 144 Rbg (untuk daerah luar jawa dan madura) untuk perkara perdata yang mana kewenangan ini mengatur untuk mengajukan tuntutan terhadap seseorang harus diajukan dimana tempat orang yang akan dituntut tersebut tinggal atau dimana letak benda yang menjadi objek sengketa tersebut berada atau salah satu pengadilan salah satu seorang yang dituntut atau digugat jika yang dituntut atau digugat lebih dari satu orang atau diajukan disalah satu pengadilan yang dipilih/disepakati. Hal ini dikenal dengan asas hukum actor sequitor forum rei dan actor sequitor forum rei sitae kecuali untuk Pengadilan Anak, Pengadilan Hak Asasi Manusia, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, dan Pengadilan Perikanan berlaku Hukum Acara Pidana.

 

Dalam lingkungan Peradilan Umum dapat dibentuk pengadilan khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum. Sehingga sekarang ini banyak pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum yang mana dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum sebagai berikut :

 

-       Pengadilan Niaga

-       Pengadilan Anak

-       Pengadilan Hak Asasi Manusia

-       Pengadilan Tindak Pidana Korupsimemiliki kewenangan yang diatur

-       Pengadilan Hubungan Industrial

-       Pengadilan Perikanan

 

2.    Peradilan Tata Usaha Negara

Peradilan Tata Usaha Negara diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

 

Kompetensi Absolut dari Pengadilan Tata Usaha Negara diatur dalam ketentuan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berbunyi :

“Pengadilan Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan Sengketa Tata Usaha Negara ditingkat pertama”

 

Sengketa Tata Usaha Negara yang dimaksud sesuai Pasal 1 angka (3), (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berbunyi :

 

Pasal 1 Angka (3) UU PTUN

Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final,yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata;

 

 

Pasal 1 angka (4) UU PTUN

Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupundi daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

 

Sedangkan yang bukan wewenang dari Peradilan Tata Usaha Negara diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang meliputi:

a.    Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;

b.    Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;

c.    Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;

d.    Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;

e.    Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

f.      Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia;

g.    Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum.

 

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memiliki wewenang yang diatur dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berbunyi :

1)    Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara di tingkat banding.

2)    Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara juga bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa ke Kewenangan mengadili antara Pengadilan Tata Usaha Negara di dalam daerah hukumnya.

3)    Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan di tingkat pertama sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48.

4)    Terhadap putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat diajukan permohonan kasasi.

 

Kompetensi Relatif dari Pengadilan Tata Usaha Negarayakni berkaitan dengan hukum acara atau hukum materil yang mana hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang mana sengketa tata usaha negara dapat diajukan oleh orang atau badan hukum yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan tata usaha negara sesuai Pasal 53 UU PTUN.

Adapun pihak yang dapat dituntut atas keputusan tata usaha negara adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan kewenangan yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata yang hal tersebut diatur dalam Pasal 1 angka (12) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

 

Akan tetapi untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara terdapat tata cara dan syarat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan yakni mengenai upaya administrasi dan banding administrasi hingga gugatan dapat diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

 

3.    Peradilan Agama

Peradilan Agama diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama jo Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

 

Peradilan Agama merupakan peradilan bagi orang-orang yang beragama islam sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

 

Kompetensi Absolut dari Pengadilan Agama diatur dalam ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agamayang berbunyi :

Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:

a.    . perkawinan;

b.     waris;

c.     wasiat;

d.     hibah;

e.     wakaf;

f.       zakat;

g.     infaq;

h.     shadaqah; dan

i.       ekonomi syari'ah

 

Kompetensi Relatif dari Pengadilan Agama diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang berbunyi :

 

“Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam undang-undang ini”

 

 

4.    Peradilan Militer

Pengadilan Militer dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer memiliki pengertian adalah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan militer yang meliputi Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer Pertempuran.

 

Kompetensi Absolut dari Pengadilan Militer diatur dalam ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang berbunyi :

 

Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer berwenang:

1)    Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana adalah:

a.    Prajurit;

b.    yang berdasarkan undang-undang dengan Prajurit;

c.    anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan undang-undang;

d.    seseorang yang tidak masuk golongan pada huruf a, huruf b, dan huruf c tetapi atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu Pangadilan dalam lingkungan peradilan militer.

 

2)    Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata

3)    Menggabungkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana
yang bersangkutan atas permintaan dari pihak yang dirugikan
sebagai akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana yang menjadi
dasar dakwaan, dan sekaligus memutus kedua perkara tersebut
dalam satu putusan.

 

Kompetensi Relatif dari Pengadilan Militerdiatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang berbunyi :

 

Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer mengadili tindak pidana
yang dilakukan oleh mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 yang:

a.    tempat kejadiannya berada di daerah hukumnya; atau

b.    terdakwanya termasuk suatu kesatuan yang berada di daerah hukumnya.

 

Maka dengan mengetahui kewenangan mengadili dari badan-badan peradilan di Indonesia semakin menambah wawasan dan pengetahuan. Apabila ada masukan dan komentar silahkan tulis dikolom komentar. Demikian Artikel ini, semoga bermanfaat.

 

Dasar Hukum :

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum

Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara

Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Herziene Inlandsch Reglement (HIR)

Rechtreglement voor de Buitengewesten (Rbg)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar