Sebelum mengenal dasar hukum dari kompetensi absolut dan kompetensi relatif
tersebut. Dalam pengertiannya, kompetensi absolut Pengadilan memiliki
pengertian kewenangan mutlak pengadilan untuk mengadili suatu perkara menurut
objek, materi atau pokok sengketa. Sedangkan kompetensi relatif pengadilan
merupakan kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara sesuai dengan
wilayah hukumnya.
1.
Peradilan Umum
Peradilan
Umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum jo
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum jo Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.
Dalam hal
ini, peradilan umum yang dimaksud adalah Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Tinggi dilingkungan peradilan umum sebagaimana yang diterangkan dalam Pasal 1
angka (1) Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.
Kompetensi Absolut dari Pengadilan Negeri diatur dalam
ketentuan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum yang berbunyi :
“Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata
ditingkat pertama”
Sedangkan Pengadilan Tinggi memiliki wewenang yang diatur dalam Pasal 51
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum yang berbunyi :
(1) Pengadilan Tinggi
bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan perkara perdata di tingkat
banding.
(2) Pengadilan Tinggi
juga bertugas dan berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa
kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya
Kompetensi Relatif dari
Pengadilan Negeri berkaitan dengan hukum acara atau hukum materil yang mana hal
tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk perkara Pidana dan Pasal 118 HIR jo
Pasal 120 HIR (untuk daerah jawa dan madura) jo Pasal 142 Rbg jo Pasal 144 Rbg
(untuk daerah luar jawa dan madura) untuk perkara perdata yang mana kewenangan
ini mengatur untuk mengajukan tuntutan terhadap seseorang harus diajukan dimana
tempat orang yang akan dituntut tersebut tinggal atau dimana letak benda yang
menjadi objek sengketa tersebut berada atau salah satu pengadilan salah satu
seorang yang dituntut atau digugat jika yang dituntut atau digugat lebih dari
satu orang atau diajukan disalah satu pengadilan yang dipilih/disepakati. Hal
ini dikenal dengan asas hukum actor
sequitor forum rei dan actor sequitor
forum rei sitae kecuali untuk Pengadilan Anak, Pengadilan Hak Asasi Manusia,
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, dan Pengadilan Perikanan berlaku Hukum Acara
Pidana.
Dalam
lingkungan Peradilan Umum dapat dibentuk pengadilan khusus sebagaimana diatur
dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum. Sehingga sekarang ini
banyak pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum yang mana dijelaskan dalam
Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum sebagai berikut :
-
Pengadilan Niaga
-
Pengadilan Anak
-
Pengadilan Hak Asasi Manusia
-
Pengadilan Tindak Pidana Korupsimemiliki kewenangan yang
diatur
-
Pengadilan Hubungan Industrial
-
Pengadilan Perikanan
2.
Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan Tata Usaha Negara diatur
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara jo
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Kompetensi Absolut dari Pengadilan Tata Usaha Negara
diatur dalam ketentuan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 Tentang
Peradilan Tata Usaha Negara yang
berbunyi :
“Pengadilan Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan Sengketa Tata Usaha Negara ditingkat
pertama”
Sengketa Tata Usaha Negara yang dimaksud sesuai Pasal 1 angka (3), (4)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berbunyi
:
Pasal 1 Angka (3) UU PTUN
Keputusan Tata
Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum
Tata Usaha
Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final,yang menimbulkan
akibat hukum
bagi seseorang atau badan hukum perdata;
Pasal 1 angka (4) UU PTUN
Sengketa Tata Usaha
Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum
perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupundi
daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk
sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
Sedangkan yang bukan wewenang dari Peradilan Tata Usaha Negara diatur dalam
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang meliputi:
a. Keputusan Tata
Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;
b.
Keputusan
Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;
c.
Keputusan
Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;
d.
Keputusan
Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum
pidana;
e.
Keputusan
Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan
peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
f.
Keputusan
Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia;
g.
Keputusan
Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil
pemilihan umum.
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memiliki wewenang yang diatur dalam
Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
yang berbunyi :
1)
Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus sengketa
Tata Usaha
Negara di tingkat banding.
2)
Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara juga bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus di
tingkat pertama dan terakhir sengketa ke Kewenangan
mengadili antara Pengadilan Tata Usaha Negara di dalam daerah hukumnya.
3)
Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan di
tingkat pertama sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48.
4)
Terhadap
putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
dapat diajukan
permohonan kasasi.
Kompetensi Relatif dari
Pengadilan Tata Usaha Negarayakni berkaitan dengan hukum acara atau hukum
materil yang mana hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara jo Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang mana
sengketa tata usaha negara dapat diajukan oleh orang atau badan hukum yang
merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan tata usaha negara sesuai
Pasal 53 UU PTUN.
Adapun
pihak yang dapat dituntut atas keputusan tata usaha negara adalah badan atau
pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan kewenangan
yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang atau
badan hukum perdata yang hal tersebut diatur dalam Pasal 1 angka (12)
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Akan
tetapi untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara terdapat tata
cara dan syarat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang
Administrasi Pemerintahan yakni mengenai upaya administrasi dan banding
administrasi hingga gugatan dapat diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
3.
Peradilan Agama
Peradilan Agama diatur
dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama jo Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang
Peradilan Agama jo Undang-Undang
Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang
Peradilan Agama.
Peradilan Agama merupakan peradilan bagi orang-orang yang beragama islam
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 50 Tahun
2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang
Peradilan Agama.
Kompetensi Absolut dari Pengadilan Agama diatur
dalam ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang
Peradilan Agamayang berbunyi :
Pengadilan agama
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di
bidang:
a. . perkawinan;
b. waris;
c. wasiat;
d. hibah;
e. wakaf;
f. zakat;
g. infaq;
h. shadaqah; dan
i. ekonomi syari'ah
Kompetensi Relatif dari
Pengadilan Agama diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama yang berbunyi :
“Hukum acara yang
berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara
Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali
yang telah diatur secara khusus dalam undang-undang ini”
4.
Peradilan Militer
Pengadilan Militer dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1997 Tentang Peradilan Militer memiliki pengertian adalah badan yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan militer yang meliputi
Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan
Pengadilan Militer Pertempuran.
Kompetensi Absolut dari Pengadilan Militer diatur
dalam ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang
berbunyi :
Pengadilan dalam
lingkungan peradilan militer berwenang:
1)
Mengadili
tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak
pidana adalah:
a.
Prajurit;
b.
yang
berdasarkan undang-undang dengan Prajurit;
c.
anggota
suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau
dianggap sebagai Prajurit berdasarkan undang-undang;
d.
seseorang
yang tidak masuk golongan pada huruf a, huruf b, dan huruf c tetapi atas
keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman
harus diadili oleh suatu Pangadilan dalam lingkungan
peradilan militer.
2)
Memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata
3)
Menggabungkan
perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana
yang bersangkutan atas permintaan dari pihak yang dirugikan
sebagai akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana yang menjadi
dasar dakwaan, dan sekaligus memutus kedua perkara tersebut
dalam satu putusan.
Kompetensi Relatif dari
Pengadilan Militerdiatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997
tentang Peradilan Militer yang berbunyi :
Pengadilan
dalam lingkungan peradilan militer mengadili tindak pidana
yang dilakukan oleh mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 yang:
a. tempat kejadiannya
berada di daerah hukumnya; atau
b. terdakwanya
termasuk suatu kesatuan yang berada di daerah hukumnya.
Maka dengan
mengetahui kewenangan mengadili dari badan-badan peradilan di Indonesia semakin
menambah wawasan dan pengetahuan. Apabila ada masukan dan komentar silahkan
tulis dikolom komentar. Demikian Artikel ini, semoga bermanfaat.
Dasar
Hukum :
Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986
Tentang Peradilan Umum
Undang-Undang
Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1986 Tentang Peradilan Umum.
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang
Peradilan Tata Usaha Negara
Undang-Undang
Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan
Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
Tentang Peradilan Agama
Undang-Undang
Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 Tentang Peradilan Agama.
Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Herziene Inlandsch
Reglement (HIR)
Rechtreglement voor
de Buitengewesten (Rbg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar