Senin, 06 Februari 2023

Yang Tidak Boleh Dijadikan sebagai Saksi dalam Persidangan Tata Usaha Negara

Pengadilan Tata Usaha Negara diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

 

Kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara tertuang dalam ketentuan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berbunyi :

“Pengadilan Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan Sengketa Tata Usaha Negara ditingkat pertama”

 

Sengketa Tata Usaha Negara yang dimaksud sesuai Pasal 1 angka (3), (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berbunyi:

 

Pasal 1 Angka (3) UU PTUN

Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final,yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata;

 

Pasal 1 angka (4) UU PTUN

Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Sedangkan yang bukan termasuk dalam sengketa tata usaha negara diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang meliputi:

a.    Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;

b.    Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;

c.    Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;

d.    Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;

e.    Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

f.      Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia;

g.    Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum.

 

Dalam Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana terdapat saksi-saksi yang tidak dapat didengar di persidangan karena dianggap keterangan saksi tersebut akan subjektif terhadap perkara yang sedang diperiksa. Dalam Sengketa Tata Usaha Negara terdapat saksi-saksi yang tidak dapat didengar kesaksiannya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berbunyi :

 

Yang tidak boleh didengar sebagai saksi adalah :

a.    Keluarga sedarah atau semenda menurut garis keturunan lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ke dua dari salah satu pihak yang bersengketa;

b.    isteri atau suami salah seorang pihak yang bersengketa meskipun sudah bercerai;

c.    anak yang belum berusia tujuh belas tahun;

d.    orang sakit ingatan.

 

Demikian ulasan mengenai perbuatan melawan hukum agar sedikit menambah, semoga bermanfaat.

 

Dasar Hukum :

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

 

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

 

Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar