Selasa, 29 Agustus 2023

Upaya Hukum Dalam Peradilan Agama

 Peradilan Agama berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama adalah Peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam.

 

Melihat dari pengertian peradilan agama itu sendiri, tentunya sudah dapat dipastikan, peradilan agama hanya diperuntukkan kepada orang yang Bergama islam saja.

 

Kewenangan peradilan agama terdapat pada ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang berbunyi :

 

Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:

a.    perkawinan;

b.    waris;

c.    wasiat;

d.    hibah;

e.    wakaf;

f.     zakat;

g.    infaq;

h.    shadaqah; dan

i.      ekonomi syari'ah.

 

Upaya-upaya hukum dalam peradilan agama sama dengan peradilan umum, peradilan tata usaha Negara di Indonesia diantaranya adalah :

 

·         Banding

 

Upaya Hukum Banding dilakukan oleh salah satu pihak yang keberatan dengan putusan pengadilan tingkat pertama dengan mengajukan upaya hukum banding dimana perkara tersebut oleh Pengadilan tingkat pertama diputuskan.

 

Dasar hukum upaya hukum banding dalam Peradilan Agama terdapat Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 1947 Tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura yang berbunyi :

“Permintaan untuk pemeriksaan ulangan harus disampaikan dengan surat atau dengan lisan oleh peminta atau wakilnya, yang sengaja dikuasakan untuk memajukan permintaan itu, kepada Panitera Pengadilan Negeri, yang menjatuhkan putusan, dalam empat belas hari, terhitung mulai hari berikutnya hari pengumuman putusan kepada yang berkepentingan”;

 

Dan Pasal 61 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang berbunyi “Atas  penetapan  dan  putusan  Pengadilan  Agama  dapat  dimintakan  banding  oleh  pihak yang berperkara, kecuali apabila undang-undang menentukan lain”

 

·         Kasasi

Setelah Pengadilan Tinggi memutus atau menetapkan perkara Banding yang diajukan oleh salah satu pihak yang keberatan, maka pihak yang masih keberatan dengan putusan pengadilan tinggi dapat mengajukan upaya hukum kasasi melalui pengadilan tingkat pertama perkara tersebut diputuskan.

 

Adapun dasar hukum dalam mengajukan upaya hukum kasasi dalam Peradilan Agama terdapat pada Pasal 28 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung

Mahkamah Agung bertuga dan berwenang memeriksa dan memutus :

a.    Permohonan Kasasi

 

Dan Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung

(1)  Permohonan kasasi sebagaimana dimaksudkan Pasal 43 dapat diajukan oleh :

a.    pihak yang berperkara atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu dalam perkara perdata atau perkara tata usaha negara yang diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir di Lingkungan Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama, dan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara;

 

b.    Terdakwa atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu atau Penuntut Umum atau Oditur dalam perkara pidana yang diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir di Lingkungan Peradilan Umum dan Lingkungan Peradilan Militer.

 

Serta Pasal 63 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang berbunyi “Atas  penetapan  dan  putusan  Pengadilan  Tinggi  Agama  dapat  dimintakan  kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak yang berperkara”.

 

·         Peninjauan Kembali

Peninjauan Kembali (PK) dalam hukum perdata bukan merupakan upaya hukum, tetapi upaya hukum luar biasa yang diberikan oleh Negara kepada para pihak dengan maksud jika terdapat bukti baru atau novum selama proses perkara dari tingkat pertama hingga kasasi di Mahkamah Agung yang apabila ditunjukkan bukti tersebut diharapkan dapat memenuhi rasa keadilan baginya.

 

Dasar hukum Upaya Luar Biasa Peninjauan Kembali dalam Hukum Perdata terdapat dalam Pasal 68 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung yang berbunyi :

(1)  Permohonan peninjauan kembali harus diajukan sendiri oleh para pihak yang berperkara,  atau ahli warisnya atau seorang wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.

(2)  Apabila selama proses peninjauan kembali pemohon meninggal dunia, permohonan  tersebut dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya.

 

Demikian artikel ini semoga sedikit menambah wawasan, semoga bermanfaat.

 

Apabila ada kritik atau saran, silahkan tulis dikolom komentar, terima kasih.

 

Dasar Hukum :

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama;

 

Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama;

 

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama;

 

Undang-Undang No. 20 Tahun 1947 Tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura;

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar