Hukum Perdata merupakan hukum privat antara orang dengan perorangan atau orang dengan badan hukum atau badan hukum dengan badan hukum.
Hukum perdata
merupakan salah satu upaya hukum dalam hukum perikatan, hukum kebendaan yang
mana akan ada pihak yang saling tuntut menuntut haknya. Seperti contoh : A
berhutang kepada B sebesar Rp. 200.000.000,- dengan dibuatkan suatu perjanjian
akan membayar 1(satu) bulan kemudian, tetapi pada waktunya tersebut A tidak
kunjung membayar hutangnya kepada B yang mengakibatkan B harus melakukan upaya
hukum perdata yakni dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri.
Dalam hukum
perdat, Pihak Yang Menuntut Hak disebut Penggugat sedangkan pihak yang dituntut
disebut Tergugat, namun apabila dalam suatu peristiwa hukum terdapat pihak lain
yang tidak berkaitan dengan pokok persoalan tetapi agar gugatan menjadi
sempurna disebut Turut Tergugat.
Akan tetapi
bagi pihak yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri tidak serta merta
kehilangan haknya apabila keberatan dengan Putusan Pengadilan tersebut dengan
mengajukan upaya hukum dalam hukum perdata. Upaya hukum yang terdapat dalam
hukum perdata diantaranya adalah :
·
Banding
Upaya Hukum Banding
dilakukan oleh pihak yang keberatan dengan putusan pengadilan tingkat pertama
dengan mengajukan upaya hukum banding dimana perkara tersebut oleh Pengadilan
tingkat pertama diputuskan.
Dasar hukum upaya
hukum banding terdapat pada Pasal 6 dan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 1947 Tentang Peraturan
Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura yang berbunyi :
Pasal 6
berbunyi : “Dari
putusan-putusan Pengadilan Negeri di Jawa dan Madura tentang perkara perdata,
yang tidak ternyata bahwa besarnya harga gugat ialah seratus rupiah atau
kurang, oleh salah satu dari pihak-pihak (partijen) yang berkepentingan dapat
diminta, supaya pemeriksaan perkara diulangi oleh Pengadilan Tinggi yang
berkuasa dalam daerah hukum masing-masing”;
Pasal 7
ayat (1) yang berbunyi : “Permintaan
untuk pemeriksaan ulangan harus disampaikan dengan surat atau dengan lisan oleh
peminta atau wakilnya, yang sengaja dikuasakan untuk memajukan permintaan itu,
kepada Panitera Pengadilan Negeri, yang menjatuhkan putusan, dalam empat belas
hari, terhitung mulai hari berikutnya hari pengumuman putusan kepada yang
berkepentingan”;
·
Kasasi
Setelah Pengadilan Tinggi memutus
perkara Banding yang diajukan oleh salah satu pihak yang keberatan, maka pihak
yang masih keberatan dengan putusan pengadilan tinggi dapat mengajukan upaya
hukum kasasi melalui pengadilan tingkat pertama perkara tersebut diputuskan.
Adapun dasar
hukum dalam mengajukan upaya hukum kasasi tertera sebagai berikut :
Pasal 28 ayat
(1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung
Mahkamah Agung
bertuga dan berwenang memeriksa dan memutus :
a. Permohonan Kasasi
Pasal 44 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung
(1) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksudkan
Pasal 43 dapat diajukan oleh :
a.
pihak yang berperkara atau wakilnya yang secara
khusus dikuasakan untuk itu dalam perkara perdata atau perkara tata usaha
negara yang diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat
Terakhir di Lingkungan Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama, dan
Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara;
b.
Terdakwa atau wakilnya yang secara khusus
dikuasakan untuk itu atau Penuntut Umum atau Oditur dalam perkara pidana yang
diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir di
Lingkungan Peradilan Umum dan Lingkungan Peradilan Militer.
·
Peninjauan Kembali
Peninjauan
Kembali (PK) dalam hukum perdata bukan merupakan upaya hukum, tetapi upaya
hukum luar biasa yang diberikan oleh Negara kepada para pihak dengan maksud
jika terdapat bukti baru atau novum selama proses perkara dari tingkat pertama
hingga kasasi di Mahkamah Agung yang apabila ditunjukkan bukti tersebut
diharapkan dapat memenuhi rasa keadilan baginya.
Dasar hukum
Upaya Luar Biasa Peninjauan Kembali dalam Hukum Perdata terdapat dalam Pasal 68
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung yang berbunyi :
(1)
Permohonan peninjauan kembali harus diajukan
sendiri oleh para pihak yang berperkara, atau ahli warisnya atau seorang wakilnya yang secara khusus
dikuasakan untuk itu.
(2)
Apabila selama proses peninjauan kembali
pemohon meninggal dunia, permohonan tersebut dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya.
Demikian artikel ini semoga sedikit
menambah wawasan, semoga bermanfaat.
Apabila ada
kritik atau saran, silahkan tulis dikolom komentar, terima kasih.
Dasar Hukum :
Undang-Undang
No. 20 Tahun 1947 Tentang Peraturan
Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura.
Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar