Dalam membina hubungan rumah tangga tidak semua dapat berjalan mulus, pasti ada hambatan-hambatan yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga dan ada yang bisa melewatinya hingga langgeng hingga akhir hayat, tetapi tidak sedikit ada yang berakhir di tengah jalan alias terjadi perceraian yang disebabkan oleh beberapa faktor-faktor yang tidak mungkin untuk disatukan kembal. Di Indonesia setidaknya ada beberapa agama yang diakui oleh Negara selain agama islam yang memang mayoritas di Indonesia. Walaupun mayoritas penduduk Indonesia beragama islam, tetapi negara tidak mengabaikan kepentingan hukum bagi mereka yang beragama non islam. Aturan hukum mengenai hukum keluarga di Indonesia di atur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang mana UU Perkawinan tersebut merupakan aturan hukum yang diperuntukkan bagi seluruh agama yang ada di Indonesia. sedangkan untuk yang beragama islam lebih detail diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, untuk orang non muslim diatur lebih spesifik oleh Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan saja.
Biasanya perceraian diawali karena
adanya wanita idaman lain atau pria idaman lain yang mengakibatkan percekcokan
didalam bahtera rumah tangga yang tiada henti dan habisnya yang akhirnya
apabila tidak ada jalan keluar, banyak orang yang memilih perceraian untuk
mengakhiri percekcokan yang terjadi. Cerai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah putus hubungan sebagai suami-istri. Namun untuk dapat bercerai,
seseorang baik suami ataupun istri harus mengajukan gugatan ke Pengadilan
(Pasal 40 ayat (1) UU Perkawinan).
Yang
Beragama Islam
Salah satu yang diatur dalam UU
Perkawinan yakni mengenai masalah perceraian. Menurut Pasal 38 butir (b) UU
Perkawinan. Perceraian bagi orang yang beragama islam dapat mengajukan gugatan
ke Pengadilan Agama. Hal ini diterangkan dalam Pasal 1 angka (1) dan (2) Undang-Undang
Republik IndonesiaNomor 50 Tahun 2009TentangPerubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989Tentang Peradilan Agama yang berbunyi :
(1) Peradilan Agama adalah peradilan bagi
orang-orang yang beragama Islam.
(2)
Pengadilan
adalah pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama di lingkungan peradilan agama
Dan Pasal 49 butir (a) Undang-Undang Republik
IndonesiaNomor 3 Tahun 2006TentangPerubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989Tentang Peradilan Agama yang berbunyi :
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara
orang-orang yang beraga islam dibidang :
a.
Perkawinan,
Lalu, Pasal 8 KHI menyebutkan “Putusnya
perkawinan selain cerai mati hanya dapat dibuktikan dengan surat cerai berupa
putusan Pengadilan Agama baik yang berbentuk putusan perceraian,ikrar talak,
khuluk atau putusan taklik talak”
Kemudian menurut Pasal 115 Kompilasi
Hukum Islam yang mengatakan pengadilan hanya dapat dilakukan didepan pengadilan
agama setelah pengadilan agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak. Tujuan dari diadakannya mediasi sebelum pembacaan surat
gugatan dilakukan agar apabila ada keinginan rujuk dan tidak jadi bercerai.
Maka mediasi dianggap berhasil dan apabila tidak tercapai sepakat diantara
keduanya barulah memasuki pembacaan gugatan di Pengadilan Agama dan mediasi ini
merupakan hal yang wajib sebagaimana Pasal 6 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan karena upaya hukum
dipengadilan merupakan jalan terakhir yang ditempuh.
Sedangkan alasan-alasan yang
menyebabkan terjadinya perceraian bagi orang yang beragama islam diatur dalam
Pasal 116 KHI dan Pasal 19 PP Nomor 9 Tahun 1975.
Yang
Beragama Non Islam
Bagi orang yang beragama non islam.
Sebuah perkawinan dapat putus karena perceraian (Pasal 38 butir (b) UU
Perkawinan) dan mengajukan gugatan perceraiannya ke Pengadilan Negeri karena
pengadilan agama hanyalah dikhususkan untuk orang yang beragama islam.
Tahapan untuk bercerai bagi orang yang
beragama non muslim tetap harus melalui tahapan mediasi sebagaimana yang
diamanatkan Perma No. 1 Tahun 2016 dan apabila tidak berhasil mediasi, barulah
proses persidangan perceraian dapat dilanjutkan. Alasan-alasan yang dapat
mengakibatkan terjadinya perceraian diatur dalam Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975.
Demikian artikel
ini semoga bermanfaat, apabila ada kritik atau saran silahkan tambahkan atau
tulis dikolom komentar. Terima kasih
Referensi :
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Dasar Hukum :
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinansebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2009TentangPerubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989Tentang Peradilan Agama
Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 3 Tahun 2006TentangPerubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989Tentang Peradilan Agama
Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Instruksi Presiden Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar