Hukum Pidana merupakan hukum publik atau lebih dikenal di masyarakat hukum kriminal, artinya hukum pidana digunakan untuk menuntut atau menghukum para pelaku kejahatan sesuai dengan kejahatan yang diperbuatnya.
Peraturan tentang
Hukum Pidana di Indonesia diatur pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sedangkan untuk hukum acara pidana
diatur pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP).
Pelaku atau
para pelaku kejahatan harus mempertanggung jawabkan perbuatan yang telah
dilakukannya dalam persidangan di Pengadilan Tingkat Pertama yang pada akhirnya
hakim yang memeriksa dan memutus perkaranya menjatuhkan vonis berupa hukuman
penjara atau hukuman lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, Akan tetapi bagi Terdawak yang telah diputus oleh Pengadilan tingkat
pertama tidak serta merta kehilangan haknya apabila keberatan dengan Putusan
Pengadilan tingkat pertama tersebut dengan mengajukan upaya hukum dalam hukum Acara
Pidana. Upaya hukum yang terdapat dalam hukum acara pidana diantaranya adalah :
·
Banding
Upaya Hukum Banding
dilakukan oleh Terdakwa atau Penuntut Umum yang keberatan dengan putusan
pengadilan tingkat pertama dengan mengajukan upaya hukum banding dimana perkara
tersebut oleh Pengadilan tingkat pertama diputuskan.
Dasar hukum upaya
hukum banding dalam Hukum Acara Pidana terdapat pada Pasal 67 KUHAP yang
berbunyi “Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap
putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari
segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum
dan putusan pengadilan dalam acara cepat.”
·
Kasasi
Setelah Pengadilan Tinggi memutus
perkara Banding yang diajukan oleh Terdakwa atau Penuntut Umum yang keberatan,
maka pihak yang masih keberatan dengan putusan pengadilan tinggi dapat
mengajukan upaya hukum kasasi melalui pengadilan tingkat pertama perkara
tersebut diputuskan.
Adapun dasar hukum dalam mengajukan
upaya hukum kasasi dalam Hukum Acara Pidana terdapat pada Pasal 244 KUHAP yang
berbunyi “Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat
terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau
penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah
Agung kecuali terhadap putusan bebas.”
·
Peninjauan Kembali
Peninjauan
Kembali (PK) dalam hukum acara pidana bukan merupakan upaya hukum, tetapi upaya
hukum luar biasa yang diberikan oleh Negara kepada Terpidana dengan maksud jika
terdapat bukti baru atau novum selama proses perkara dari tingkat pertama
hingga kasasi di Mahkamah Agung yang apabila ditunjukkan bukti tersebut
diharapkan dapat memenuhi rasa keadilan baginya.
Dasar hukum
Upaya Luar Biasa Peninjauan Kembali dalam Hukum Acara Pidana terdapat dalam
Pasal 259 KUHAP dan Pasal 263 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 259
KUHAP
(1) Demi kepentingan
hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari
pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan
kasasi oleh Jaksa Agung.
(2) Putusan kasasi demi
kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan.
Pasal 263
KUHAP
(1) Terhadap putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas
atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan
permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
(2) Permintaan peninjauan
kembali dilakukan atas dasar:
a. apabila terdapat
keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih
berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala
tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap
perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
b. apabila dalam
pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi
hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah
terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;
c. apabila putusan itu
dengan jelas memperlihatkan suatu kekhiIafan hakim atau suatu kekeliruan yang
nyata.
(3) Atas dasar alasan
yang sama sebagaimana tersebut pada ayat (2) terhadap suatu putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permintaan peninjauan
kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan
terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan.
Dalam artikel
ini, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang dimaksud oleh Penulis adalah KUHP
sesuai Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 dan bukan KUHP terbaru sesuai
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2023 yang telah dibuat oleh pemerintah.
Demikian artikel ini semoga sedikit
menambah wawasan, semoga bermanfaat.
Apabila ada
kritik atau saran, silahkan tulis dikolom komentar, terima kasih.
Dasar Hukum :
Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar