Kamis, 31 Agustus 2023

Apa Itu Merek dan Berapa Lama Perlindungan Yang Diberikan Terhadap Merek Terdaftar

Setiap produk tentunya memiliki merek sebagai identitas dari produk tersebut yang diterpajang di berbagai pusat perbelanjaan seperti minimarket, mall atau pasar pasti semua memiliki perbedaannya masing-masing agar tidak ada orang lain yang mengklaim memiliki merek tersebut.

 

Oleh karena itu para pemilik merek berbondong-bondong mendaftarkan mereknya terutama bagi perusahaan produksi di Indonesia yakni agar tidak semua orang dapat meniru atau menjiplak mereknya yang mana akibat dari penjiplakan atau meniru merek tersebut akan sangat berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan masyarakat atas kualitas barang yang dilabeli merek tertentu. Perlindungan terhadap merek telah ada sejak lama di Indonesia dan aturan mengenai perlindungan merek telah berganti-ganti, dimana terakhir kali perlindungan terhadap merek diatur oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis.

 

Merek menurut UU Merek dan Indikasi Geografis memiliki pengertian merek Adalah Tanda Yang Dapat Ditampilkan Secara Grafis Berupa Gambar, Logo, Nama, Kata, Huruf, Angka, Susunan Warna, Dalam Bentuk 2 (Dua) Dimensi Dan/Atau 3 (Tiga) Dimensi, Suara, Hologram, Atau Kombinasi Dari 2 (Dua) Atau Lebih Unsur Tersebut Untuk Membedakan Barang Dan/Atau Jasa Yang Diproduksi Oleh Orang Atau Badan Hukum Dalam Kegiatan Perdagangan Barang Dan/Atau Jasa (Pasal 1 angka (1) UU Merek dan Indikasi Geografis).

 

Dalam perlindungan hukum terhadap merek, Indonesia menggunakan asas First to file atau yang dikenal dengan istilah pendaftar pertama, artinya merek yang mendapat perlindungan hukum di Indonesia hanyalah pemegang hak atas merek yang telah didaftar (Pasal 3 UU Merek dan Indikasi Geografis) di Indonesia dan terhadap merek yang belum atau tidak terdaftar tidak dilindungi oleh Negara dan setiap orang dapat dengan bebas menjiplak atau meniru merek tersebut tanpa ada sanksi atau larangan atas penjiplakan terhadap merek yang belum atau bahkan tidak terdaftar. Perlindungan yang diberikan oleh negara terhadap pemilik merek terdaftar dibuktikan dengan adanya sertifikat merek yang diterbitkan oleh menteri sejak merek tersebut terdaftar (Pasal 25 ayat (1) UU Merek dan Indikasi Geografis). Menteri yang dimaksud yakni Menteri Hukum dan Ham. Kemudian lebih jelas perlindungan yang diberikan terhadap pemegang hak atas merek dalam penjelasan Pasal 3 UU Merek dan Indikasi Geografis Yang Dimaksud Dengan "Terdaftar" Adalah Setelah Permohonan Melalui Proses Pemeriksaan Formalitas, Proses Pengumuman, Dan Proses Pemeriksaan Substantif Serta Mendapatkan Persetujuan Menteri Untuk Diterbitkan Sertifikat”.

 

Sementara perlindungan terhadap merek yang terdaftar di Indonesia akan diberikan Perlindungan selama jangka waktu 10 (sepuluh) tahun (Pasal 35 ayat (1) UU Merek dan Indikasi Geografis) dan dapat diperpanjang selama untuk jangka waktu yang sama (Pasal 35 ayat (2) UU Merek dan Indikasi Geografis). Maka dari itu pentingnya mendaftarkan merek agar tidak menyesal akibat dari perbuatan para peniru dan penjiplak merek yang hanya memperhatikan keuntungan semata tanpa peduli akan kualitas produk dari merek yang dihasilkannya.

 

Demikian artikel ini semoga bermanfaat, apabila ada kritik dan saran silahkan tambahkan dikolom komentar, terima kasih.

 

Dasar Hukum :

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis

Alat Bukti Dalam Hukum Pidana

Bila dalam tulisan yang lalu penulis membahas alat-alat bukti apa saja yang sah dalam hukum acara perdata. Sekarang ini penulis akan membahas mengenai alat bukti apa saja yang sah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang mana diketahui hukum pidana sangat ditakuti atau menjadi momok tersendiri bagi hampir seluruh masyarakat karena hukum pidana terdapat hukuman penjara badan.

 

Sering kali hukum pidana merupakan jalan terakhir apabila suatu permasalahan tidak dapat terselesaikan dengan cara musyawarah mufakat atau yang lebih dikenal secara kekeluargaan. Barulah biasanya orang akan melaporkan suatu perbuatan seseorang yang merugikannya ke ranah hukum pidana dengan membuat laporan ke instansi kepolisian yang nantinya pihak kepolisian akan menindak lanjuti laporan dari masyarakat yang dirugikan tersebut dan apabila unsur-unsur perbuatan yang dilaporkan masuk kedalam kategori suatu tindak pidana. Maka, pihak yang merugikan pihak lainnya dapat ditahan oleh Polisi yang disebut tersangkat dan setelah dilakukan penahanan barulah tersangka tersebut akan dilanjutkan ke instansi kejaksaan untuk siap-siap diajukan ke persidangan. Setelah diajukan ke persidangan status tersangka berubah menjadi terdakwa didalam pemeriksaan persidangan yang dilakukan oleh Hakim di Pengadilan dan setelah Hakim memutus terdakwa tersebut sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya, terdakwa akan menjadi terpidana dan akan menjalani hukuman penjara sesuai dengan putusan hakim yang menjatuhkan putusan terhadap dirinya tersebut.

 

Hukum Pidana merupakan hukum publik yang mana hukum pidana menindak para pelaku kriminalitas yang merajalela di tengah-tengah masyarakat. Apabila tidak ada hukum pidana di Indonesia bisa jadi akan terjadi kekacauan dalam kehidupan sosial bermasyarakat karena tidak ada aturan yang pasti yang akan menghukum pelaku kriminalitas seperti pembunuhan, jambret, maling, dll. Institusi penegak hukum pidana atau kriminal di Indonesia adalah Polri. Sedangkan Pidana khusus seperti korupsi selain polri ada lembaga lain yakni Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi serta untuk tindak pidana Narkotika ada Badan Narkotika Nasional. Namun dalam hal ini penulis hanya akan membahas apa saja alat bukti yang sah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Indonesia yang mana alat bukti dalam hukum acara pidana telah diatur tepatnya pada Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sebagai berikut :

-       Keterangan Saksi,

-       Keterangan Ahli,

-       Surat,

-       Petunjuk,

-       Keterangan Terdakwa

 

Alat-alat bukti inilah yang menjadi pedoman dalam menegakkan hukum bagi para pelaku tindak kriminalitas yang tidak hanya merugikan akan tetapi meresahkan masyarakat dan hal tersebut merupakan tugas dari instansi kepolisian untuk mengungkap suatu perbuatan tindak pidana agar masyarakat yang melaporkan perbuatan tersebut dapat hidup dengan tenang dan tentram karena para pelaku kriminal dapat ditindak.

 

Demikian artikel ini semoga bermanfaat, apabila ada kritik dan saran silahkan tambahkan dikolom komentar, terima kasih.

 

Dasar Hukum :

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Apa Itu Organisasi Masyarakat (ORMAS)

Organisasi Kemasyarakatan atau disingkat ormas merupakan organisasi yang didirikan oleh beberapa orang warga negara Indonesia yang merupakan aplikasi dari Kontitusi Negara Republik Indonesia tepatnya dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

 

Organisasi Masyarakat ini diatur oleh Undang-Undang Negara Republik Indonesia yang terdapat Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan dan telah dirubah olehPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan.

 

Pengertian Ormas menurut Pasal 1 angka (1) Perpu Nomor 2 Tahun 2017 adalahOrganisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tqjuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasai Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 

Ormas dapat dibentuk oleh Warga Negara Indonesia dengan minimal 3(tiga) orang atau lebih sebagaimana yang diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Ormas. Maka dari itu apabila ada suatu ormas yang mengatakan dirinya adalah ormas. Namun hanya didirikan tidak lebih dari 3(tiga) orang, sudah tentu pihak yang mengaku sebagai ormas tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai Ormas. Ormas sebagai lembaga yang dibentuk oleh masyarakat tentu memiliki hak dan kewajiban saat berada ditengah-tengah masyarakat. Hak daripada Ormas itu sendiri diatur dalam Pasal 20 UU Nomor 17 Tahun 2013 adalah :

Ormas berhak:

a.    mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri dan terbuka;

b.    memperoleh hak atas kekayaan intelektual untuk nama dan lambang Ormas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c.    memperjuangkan cita-cita dan tujuan organisasi;

d.    melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi;

e.    mendapatkan perlindungan hukum terhadap keberadaan dan kegiatan organisasi; dan

f.      melakukan kerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta, Ormas lain, dan pihak lain dalam rangka pengembangan dan keberlanjutan organisasi.

 

Sedangkan kewajiban Ormas sesuai Pasal 21 Nomor 17 Tahun 2013 adalah :

Ormas berkewajiban:

a.    melaksanakan kegiatan sesuai dengan tujuan organisasi;

b.    menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c.    memelihara nilai agama, budaya, moral, etika, dan norma kesusilaan serta memberikan manfaat untuk masyarakat;

d.    menjaga ketertiban umum dan terciptanya kedamaian dalam masyarakat;

e.    melakukan pengelolaan keuangan secara transparan dan akuntabel; dan

f.     berpartisipasi dalam pencapaian tujuan negara.

 

Maka, tidak serta merta ormas didirikan tapi tidak memiliki beban moril terhadap masyarakat dimana ormas tersebut berada.

 

Demikian artikel ini semoga bermanfaat, apabila ada kritik dan saran silahkan tambahkan dikolom komentar, terima kasih.

 

Dasar Hukum :

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan

 

Rabu, 30 Agustus 2023

Apa Itu Surat Kuasa


Surat kuasa memiliki pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah surat yang berisi tentang pemberian kuasa kepada seseorang untuk mengurus sesuatu dan dalam ketentuan Pasal 1792 KUHPerdata, pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa.

Contoh pemberian surat kuasa antara lain:

A seorang karyawan yang memiliki sebuah mobil dengan cara kredit di leasing B. Pada bulan Januari 2023, cicilan pembayaran A sudah lunas dan akan mengambil BPKB mobilnya tersebut, akan tetapi A tidak bisa datang langsung ke leasing karena ada sebuah pekerjaan yang tidak bisa ditinggal. Maka A kemudian meminta C untuk mengambil BPKB mobilnya tersebut di leasing B dengan cara memberikan kuasa kepada C untuk mengambil BPKB mobilnya.

 

Sifat surat kuasa dapat diberikan dan diterima dengan suatu akta umum, dengan suatu  surat dibawah tangan bahkan dengan sepucuk surat ataupun dengan lisan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1793 KUHPerdata. Mengenai surat kuasa khusus diatur dalam ketentuan Pasal 1795 KUHPerdata yang berbunyi :

 

Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingantertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan pemberi kuasa.

 

Pemberian kuasa dapat berakhir menurut ketentuan  Pasal 1813 dan Pasal 1814 KUHPerdata sebagai berikut :

 

Pasal 1813 KUHperdata

Pemberian kuasa berakhir:

dengan penarikan kembali kuasa penerima kuasa;

dengan pemberitahuan penghentian kuasanya oleh penerima kuasa;

dengan meninggalnya, pengampuan atau pailitnya, baik pemberi kuasa maupun penerima kuasa dengan kawinnya perempuan yang memberikan atau menerima kuasa.

 

Pasal 1814

Pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya bila hal itu dikehendakinya dan dapat memaksa pemegang kuasa untuk mengembalikan kuasa itu bila ada alasan untuk itu.

 

Demikian artikel ini, semoga bermanfaat, apabila ada kritik dan saran silahkan tambahkan dikolom komentar, terima kasih.

 

 

Referensi :

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

 

Dasar Hukum :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Hati-hati Membawa Senjata Tajam didalam Kendaraan

Senjata menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki pengertian adalah alat yang dipakai untuk berkelahi atau berperang (keris, senapan, dan sebagainya). Sedangkan tajam merupakan senjata yang tajam, seperti pisau, pedang, golok. Jadi secara keseluruhan senjata tajam merupakan alat seperti golok, pedang, pisau yang dipakai untuk berkelahi atau perang.

 

Terkadang pada suatu kondisi tertentu atau saat melintasi sebuah kota yang mana tersebar kabar yang sudah santer bahwasanya didaerah tersebut merupakan daerah yang sepi atau rawan akan tindak kejahatan. Berangkat dari cerita atau kabar itulah biasanya orang akan membawa senjata tajam didalam kendaraannya yang tujuannya adalah untuk berjaga-jaga agar dirinya aman selama melakukan perjalanan. Namun membawa senjata tajam yang bukan karena profesinya merupakan suatu bentuk kejahatan. Apalagi orang yang membawa senjata tajam tidak berhubungan dengan pekerjaannya. Tentunya apabila ada pemeriksaan dari petugas diketahui didalam kendaraannya terdapat senjata tajam. Maka orang yang membawa senjata tajam tersebut akan ditahan oleh petugas dan kemudian diketahui orang yang membawa senjata tajam itu tidak berkaitan dengan pekerjaannya. Jelas  perbuatannya merupakan perbuatan melawan hukum karena tidak jelas maksud dan tujuannya membawa senjata tajam tersebut yang tanpa izin.

 

Dasar hukum larangan membawa senjata tajam tertuang di dalam Undang-Undang Darurat Republik IndonesiaNomor 12 Tahun 1951TentangMengubah "Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen" (Stbl. 1948 Nomor 17) Dan Undang-Undang Republik Indonesia Dahulu Nomor 8 Tahun1948, Pasal 2 yang berbunyi :

1.  Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-, steek-, of stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.

 

2.  Dalam pengertian senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk dalam pasal ini, tidak termasuk barang-barang yang nyata-nyata dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian, atau untuk pekerjaan-pekerjaan rumah tangga atau untuk kepentingan melakukan dengan syah pekerjaan atau yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang pusaka atau barang kuno atau barang ajaib (merkwaardigheid).

 

Sekalipun tujuan membawa senjata tajam adalah untuk berjaga-jaga dari suatu ancaman dalam perjalanan. Perbuatan tersebut dipandang sebagai bentuk kejahatan sebagaimana Pasal 3 UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum Undang-undang Darurat ini dipandang sebagaikejahatan. Oleh karena itu jangan sembarangan membawa senjata tajam didalam kendaraan sekalipun untuk tujuan berjaga-jaga tanpa izin karena akan tetap saja perbuatannya pelanggaran terhadap hukum.

 

Demikian artikel ini, semoga bermanfaat, apabila ada kritik dan saran silahkan tambahkan dikolom komentar, terima kasih.

Referensi :

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

 

Dasar Hukum :

Undang-Undang Darurat Republik IndonesiaNomor 12 Tahun 1951TentangMengubah "Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen" (Stbl. 1948 Nomor 17) Dan Undang-Undang Republik Indonesia Dahulu Nomor 8 Tahun1948.

Bentuk-bentuk dan akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

 

Dalam beberapa tahun belakangan ini banyak kekerasan yang terjadi khususnya terhadap perempuan dalam kehidupan rumah tangganya dan kebanyakan kekerasan yang terjadi dilakukan oleh pihak laki-laki atau suami. Pemerintah sangat merespon peristiwa-peristiwa yang banyak menimpa pihak perempuan akibat dari kekerasan yang timbul dalam rumah tangganya dengan mengeluarkan peraturan yang melarang adanya kekerasan dalam kehidupan berumah tangga yang bertujuan mengurangi dan bahkan menghilangi angka kekerasan yang dialami perempuan dalam rumah tangga dengan tindakan tegas terhadap pelaku yang melakukan KDRT.

 

Ruang lingkup keluarga yang dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ialah :

(1)  Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi:

a.    suami, isteri, dan anak;

b.    orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau

c.    orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

 

(2)  Orang yang bekerja sebagaimana dimaksud huruf c dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.

 

Lalu yang dimaksud dengan anak, Penjelasan Pasal 2 UU Penghapusan KDRT mengatakan bukan hanya anak kandung, anak tiri maupun anak angkat pun termasuk. Sedangkan dalam hubungan perkawinan ialah mertua, ipar, besan, menantu. Jadi bukan kekerasan rumah tangga bukan hanya yang dilakukan oleh suami atau istri dalam rumah tangganya. Melainkan mertua atau ipar atau besan pun dapat ditindak dengan Undang-Undang ini.

 

Bentuk-bentuk KDRT

Bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang dialami oleh perempuan ada beberapa macam yakni kekerasan fisik, akan tetapi bukan hanya kekerasa fisik saja yang diterima oleh perempuan. Kekerasan seksual dan kekerasan psikis serta penelantaran rumah tangga merupakan bentuk kekerasan didalam rumah tangga yang mana hal tersebut dilarang oleh Pasal 5 UU Penghapusan KDRT.

 

Penjabaran mengenai kekerasan yang diatur dalam Pasal 5 UU Penghapusan KDRT selanjutnya dijabarkan pada Pasal 6 sampai dengan Pasal 9 UU Penghapusan KDRT. Selanjutnya mengenai kekerasan seksual yang diterima oleh perempuan merupakan bentuk Kekerasan yakni Penjelasan Pasal 8 UU Penghapusan KDRT menjelaskan bahwasanya kekerasan seksual yang dimaksud yakni kekerasan seksual yang tidak wajar atau pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain dengan tujuan komersial atau mendapatkan keuntungan.

 

Akibat Hukum KDRT

Akibat hukum dari pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga pun dapat dihukum penjara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 49 UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Selain itu terdapat pidana tambahan yang dapat dijatuhkan kepada pelaku kekerasan dalam rumah tangga diantaranya yakni pembatasan gerak yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku (Pasal 50 UU Penghapusan KDRT). Tetapi para pelaku kekerasan rumah tangga dapat jerat apabila ada laporan dari korban yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga.

 

Maka dari itu dengan adanya Undang-Undang ini, para pelaku kekerasan dalam rumah tangga tidak sewenang-wenang melakukan kekerasan didalam rumah tangganya agar tercipta rumah tangga yang harmonis.

 

Demikian artikel ini, semoga bermanfaat, apabila ada kritik dan saran silahkan tambahkan dikolom komentar, terima kasih.

 

 

Dasar Hukum :

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Bantuan Hukum

Bantuan hukum diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum yang mana menurut Pasal 1 angka (1) berbunyi Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara Cuma-Cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. Lahirnya Undang-Undang bantuan hukum merupakan sebagai wujud nyata dari pemerintah Indonesia untuk memenuhi kebutuhan warga masyarakatnya tentang memperoleh bantuan hukum.

 

Pemberi Bantuan Hukum menurut Pasal 1 angka (3) adalah Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi Kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum berdasarkan Undang-Undang ini.

 

Penerima Bantuan Hukum menurut ketentuan Pasal 1 angka (2) adalah orang atau kelompok orang miskin.

 

Berbicara mengenai Bantuan Hukum tidak hanya diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum, tetapi bantuan hukum pun diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Pasal 22 ayat (1) yang berbunyi :

 Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara Cuma-Cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu”

 

Dan Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berbunyi :

“Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini.”

 

Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berbunyi :

(1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka.

 

(2) Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-Cuma.

 

Sedangkan Penerima Bantuan Hukum diatur Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum yang berbunyi :

(1) Penerima Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) meliputi setiap orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak
dasar secara layak dan mandiri.

 

(2) Hak dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, dan/atau perumahan.

 

Syarat dan Tata Cara Penerimaan Bantuan Hukum diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum pada Bab VI yang berbunyi :

Pasal 14

(1) Untuk memperoleh Bantuan Hukum, pemohon BantuanHukum harus memenuhi syarat-syarat:

a. mengajukan permohonan secara tertulis yang berisisekurang-kurangnya identitas pemohon dan uraiansingkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan
BantuanHukum;

b. menyerahkan dokumen yang berkenaan denganperkara; dan

c. melampirkan surat keterangan miskin dari lurah,kepala desa, atau pejabat yang setingkat di tempattinggal pemohon Bantuan Hukum.

 

(2) Dalam hal pemohon Bantuan Hukum tidak mampumenyusun permohonan secara tertulis, permohonandapat diajukan secara lisan.

 

Pasal 15

(1) Pemohon Bantuan Hukum mengajukan permohonanBantuan Hukum kepada Pemberi Bantuan Hukum.

(2) Pemberi Bantuan Hukum dalam jangka waktu palinglama 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan BantuanHukum dinyatakan lengkap harus memberikan jawabanmenerima atau menolak permohonan Bantuan Hukum.

(3) Dalam hal permohonan Bantuan Hukum diterima,Pemberi Bantuan Hukum memberikan Bantuan Hukumberdasarkan surat kuasa khusus dari Penerima
Bantuan Hukum.

(4) Dalam hal permohonan Bantuan Hukum ditolak,Pemberi Bantuan Hukum mencantumkan alasanpenolakan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata carapemberian Bantuan Hukum diatur dengan PeraturanPemerintah.

 

Maka dari itu tidak semua orang dapat diberikan bantuan hukum secara Cuma-Cuma, akan tetapi ada kriteria penerima bantuan hukum secara Cuma-Cuma.

 

Demikian artikel ini semoga bermanfaat, apabila ada kritik dan saran silahkan tambahkan dikolom komentar, terima kasih.

 

Dasar Hukum :

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum

 

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat

 

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Bagaimana Permohonan Penggantian Nama

Nama merupakan panggilan bagi insan manusia yang diberikan oleh kedua orang tuanya yang merupakan sebagai identitas bagi dirinya yang melekat hingga akhir hayatnya. Nama dipergunakan untuk memanggil seseorang guna mempermudah komunikasi diantara sesama manusia. Tidak hanya untuk berkomunikasi saja, nama dipergunakan sebagai identitas atau pencatatan bagi seseorang dalam pendidikan, perkawinan, dll. Namun sering kali dijumpai terdapat kesalahan dalam menuliskan nama yang diberikan oleh orang tua dengan penulisan di akta kelahiran dan ijazah sekolah yang mana tentunya hal tersebut menjadi kerugian bagi orang yang terdapat perbedaan nama antara satu dokumen dengan dokumen lainnya yang pada akhirnya akan menyulitkan bagi dirinya dalam hal administrasi kependudukan.

 

Perbedaan nama menjadi hal sepele yang kadang tidak diperhatikan oleh kebanyakan orang dan bukan merupakan suatu hal penting yang harus diurus agar terdapat kesesuaian antara dokumen yang satu dengan dokumen yang lainnya. Namun apabila seseorang ingin melamar menjadi abdi negara di Indonesia, tentunya administrasi kependudukan menjadi cacatan dan hal yang penting untuk saling sesuai dengan dokumen-dokumen yang akan diajukannya tersebut dan apabila terdapat kesalahan atau perbedaan satu huruf saja hal tersebut menjadi kesalahan fatal yang mengakibatkan tidak dapat diterimanya lamaran tersebut. Kemudian barulah orang akan sadar akan pentingnya menyesuaikan namanya diantara dokumen-dokumen yang dimilikinya tersebut.

 

Penggantian nama menurut Pasal 1 angkat (17) Undang-UndangNomor 23 Tahun 2006TentangAdministrasi Kependudukan yang merupakan peristiwa penting yang memiliki pengertian adalah kejadian yang dialami olehseseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati,perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak,pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan statuskewarganegaraan.

 

Apabila terdapat perbedaan nama diantara dokumen-dokumen yang dimilikinya, untuk mengurusnya tidaklah secepat kilat karena membutuhkan waktu untuk mengganti atau merubah namanya agar sesuai dengan dokumen lainnya. Permohonan penggantian nama pun haruslah membutuhkan penetapan pengadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006TentangAdministrasi Kependudukan yang berbunyi :

1.     Pencatatan perubahan nama dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri tempat pemohon.

2.     Pencatatan perubahan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana yang menerbitkan akta Pencatatan Sipil paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya salinan penetapan pengadilan negeri oleh Penduduk.

3.     Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),Pejabat Pencatatan Sipil membuat catatan pinggir pada register akta Pencatatan Sipil dan kutipan akta PencatatanSipil.

 

Jadi jelas apabila terdapat perbedaan nama diantara dokumen yang anda miliki, harus segera diurus agar kedepannya tidak menjadi masalah baik bagi diri anda sendiri maupun untuk anak dan keluarga karena hal yang dianggap sepele bisa jadi dapat menyulitkan dimasa yang mendatang.

 

Demikian artikel ini semoga bermanfaat, apabila ada kritik dan saran silahkan tambahkan dikolom komentar, terima kasih.

 

Dasar Hukum :

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan