Minggu, 07 Desember 2014

Tugas Metodologi Penelitian Hukum, Reksadana

METODE PENELITIAN HUKUM
REKSA DANA dan PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR REKSA DANA

Oleh 

ARIEF MUNANDAR
      
      



Fakultas Hukum
Universitas Esa Unggul



ABSTRAK
Reksa Dana mempunyai peranan penting dalam halnya di bidang Pasar Modal di Indonesia. Di dalam Bursa Efek Indonesia, para pembeli saham dan perusahaan-perusahaan go public, tetapi hanya para pmilik-pemlik modal/uang yang besar saja yang biasanya di dalam traknsaksi Pasar Modal. Lalu bagaimana dengan para masyarakat kelas menengah ke bawah. Solusi yang pasti untuk agar para pemilik modal yang terbatas ini bisa ikut berkecimpung dalam usaha saham di Indonesia yaitu dengan melaui Reksa Dana dengan di naungi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menggantikan BAPEPAM sebelumnya dan dana yang di himpun dari masyarakat di jadikan satu tersebut di atur oleh seorang manajer investasi untuk di mainkan di pasar modal dan para investor reksa dana sudah tercatat di dalam bank kustodian dalam bentuk Unit Peryertaan yang berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK). Namun dalam halnya bermain saham pun pasti ada naik turunnya suatu saham. Tugas dari manajer investasi ini yaitu bagaimana caranya bisa menguntungkan si pemegang unit penyertaan dan si manajer investasi mendapat bayaran dari bank kustodian sebagai pemegang rekening dari para pemegang unit penyertaan. Tetapi banyak manajer investasi yang melanggar aturan dengan membawa lari dana yang di himpun dari para investor Reksa Dana setelah mendapatkan keuntungan dari permainan sahamnya. Walaupun sudah di atur dalam Undang-Undang no.8 tahun 1995 tentang pasar modal, dana dari masyarakat di pegang oleh bank Kustodian, apabila terjadi dengan halnya yang demikian bank Kustodian tidak mau mengembalikan uang dari investor dengan alasan hal tersebut tidak di perjanjikan di dalam perjanjian pada awalnya dan muncul indikasi bahwa adanya permainan antara bank Kustodian dengan manajer investasi dalam halnya penggelapan dana masyarakat, maka masyarakat berhak mengajukan gugatan kepada bank Kustodian dan apabila tidak di tanggapi oleh bank kustodian maka masyarakat berhak melaporkan kejadian tersebut ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena OJK itu badan yang mengawasi setiap kegiatan yang ada di pasar modal Indonesia berdasarkan Undang-Undang no.21 tahun 2011 tentang OJK.
Kata Kunci      : Reksa Dana, Kontrak Investasi Kolektif



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pasar modal yang maju dan berkembang pesat merupakan impian banyak negara. Pasar modal memiliki peran besar bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus yakni fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan, yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (yaitu investor) dan pihak yang memerlukan dana (yaitu issuer, pihak yang menerbitkan efek atau emiten). Dengan adanya pasar modal, maka pihak yang memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan dana tersebut dengan harapan memperoleh imbal hasil (return), sedangkan pihak issuer  (dalam hal ini perusahaan) dapat memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari operasi perusahaan.[1] Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbal hasil bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih. Keberadaan pasar modal di bentuk berdasarkan kebutuhan perkembangan ekonomi nasional yang menuntut adanya sarana penarikan dana masyarakat melalui lembaga pasar modal. Perkembangan secara evolutif ini banyak ditemui di negara-negara kapitalis liberal.[2]
Di Indonesia pendekatannya lebih terarah kepada kebijaksanaan pembangunan nasional. Dengan demikian tujuan pembentukan pasar modal di Indonesia mempunyai jangkauan dan misi yang lebih luas dari pada pasar modal di banyak negara. Jangkauan yang dirangkum adalah mencakup 3 (tiga) aspek mendasar, yaitu :
1.  Mempercepat proses perluasan keikutsertaan masyarakat dalam pemilikan saham perusahaan;
2.  Diarahkan pada aspek pemerataan pendapatan masyarakat melalui pemerataan pemilikan saham perusahaan;
3.  Untuk lebih menggairahkan partisipasi masyarakat dalam pengerahan dan penghimpunan dana untuk digunakan secara produktif.
Di negara-negara maju, pasar modal sejak lama merupakan lembaga yang sangat di perhitungkan bagi perkembangan ekonomi negara sebab itu pula pemerintah suatu negara selalu berkepentingan untuk turut mengatur jalannya pasar modal. Kegiatan pasar modal pada umumnya di lakukan oleh berbagai lembaga antara lain adalah pusat perdagangan sekuritas atau resminya di sebut bursa efek (stock market), yang di dalamnya terdapat berbagai lembaga seperti lembaga kliring dan lembaga keuangan lainnya yang kegiatannya terkait satu dengan yang lainnya. Bursa efek ini terdapat hampir di setiap negara. Amerika ada New York Stock Exchange (NYSE), di Inggris London Stock Exchange (LSE) di Singapura Stock Exchange of Singapore (STS), di Malaysia ada Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE), di Nederland ada Amsterdam Stock Exchange, bahkan di Indonesia terdapat di dua kota yaitu Bursa Efek Jakarta (Jakarta Stock Exchange-JSE), Surabaya (Surabaya Stock Exchange-SSE).[3]
Seperti telah di sebutkan di atas pasar modal atau bursa efek pengertian sederhananya adalah suatu tempat di mana bertemunya pembeli dan penjual efek yang terdaftar di bursa itu (efek ini di sebut listed stock), pembeli dan penjual datang untuk mengadakan transaksi jual-beli efek. Oleh karena transaksi jual beli tersebut di lakukan di satu tempat yang tertentu maka di harapkan transaksi bisnis yang terjadi antara penjual dan pembeli dapat menciptakan harga yang wajar yang di dasarkan pada permintaan dan penawaran. Hal ini sesuai dengan tujuan di bentuknya bursa efek yaitu untuk dapat menyelenggarakan perdagangan efek secara tertib dan wajar.[4] Untuk dapat menyelenggarakan perdagangan efek yang tertib dan wajar bursa efek mempunyai kewajiban mengawasi kegiatan anggota-anggotanya. Di Indonesia anggota bursa efek tersebut sekaligus merupakan pemegang saham bursa efek karena di Indonesia Bursa Efek di dirikan dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT), namun demikian, perusahaan efek yang berhak menjadi anggota bursa efek adalah perusahaan efek yang telah memiliki izin usaha sebagai Perantara Perdagangan efek yang di keluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) yang sekarang sudah di ganti menjadi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Keanggotaan pada bursa efek ini, sangat penting bagi perusahaan efek karena tanpa keanggotaan mereka tidak dapat melakukan perdagangan efek di lantai bursa.[5]
Di Amerika Serikat terdapat bursa-bursa efek termasuk tertua dan terkemuka di dunia di antaranya adalah New York Stock Exchange (NYSE) dan di samping itu terdapat pula American Stock Exchange perusahaan-perusahaan efek yang besar di Amerika Serikat selalu berusaha agar dapat di terima menjadi anggota bursa efek ini, karena selain merupakan bursa efek yang terbesar keanggotannya di NYSE ini juga menjadi lambang prestise bagi perusahaan-perusahaan efek. Karena minat yang begitu tinggi dan jumlah keanggotaan yang terbatas maka untuk menjadi anggota di NYSE perusahaan efek harus membeli keanggotaan yang di kenal dengan istilah “seat”. Disebabkan oleh terbatasnya keanggotaan bursa ini maka harga satu seat dapat menjadi mahal sekali, tingkat harga tertinggi yang pernah di capai untuk satu seat adalah US $ 1.000.000,-.
Anggota di bursa di NYSE menjalankan berbagai kegiatan perdagangan efek untuk perbandingan dengan keadaan bursa efek di Indonesia dibawah ini di uraikan secara garis besar beberapa peranan yang di lakukan oleh para pedagang efek di bursa Amerika Serikat : [6]
-          Floor Broker, yaitu umumnya merupakan seorang pegawai dari salah satu efek yang telah mempunyai seat di bursa, orang ini di namakan Commission house broker, perusahaan efek menugaskan floor broker ini untuk melaksanakan transaksi yang dimintakan oleh kliennya atas nama klien tersebut, dan floor broker ini melaksanakan pembelian atau penjualan efek ini adalah, dari investor ke perusahaan efek lalu diteruskan lagi kepada loket pemesanan (order room) dilanjutkan kepada floor broker dan floor broker melaksanakan perintah ini.
-          Two Dollar broker, sering sekali disebabkan karena banyaknya ordewr yang di terimanya floor broker tidak mampu melaksanakan dan ia menyerahkan kepada “two dollar broker”, nama ini adalah $2 untuk setiap 100 saham yang di jual atau di beli dengan perantaraannya. Bila floor broker sedang sibuk maka ia dapt pula bertindak sebagai two dollar broker.
-          The Specialist, mereka ini adalah anggota bursa yang harus selalu siap dan mampu melakukan transaksi untuk menjamin bahwa saham-saham tertentu yang di perdagangkan selalu dapat di perjualbelikan dengan harga yang wajar, dengan demikian semua order dari kliennya harus selalu dapat di laksanakan dengan cepat meskipun tidak ada klien yang lainnya yang menerima penjualan atau pembelian saham-saham yang di tawarkan untuk dijual atau dibeli itu.
-          Competitive trader, mereka ini membeli dan menjual efek di pasar modal untuk dirinaya sendiri. Untuk dapat bertindak sebagai competitive trader mereka harus memenuhi persyaratan keuangan, perdagangan, pelaporan tertentu dan transaksi yang di lakukan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku, hal ini untuk mencegah mereka dari konflik yang dapat timbul dengan perdagangan yang di lakukan oleh pelanggan umum dan anggota-anggota bursa lainnya. Meskipun mereka membeli dan menjual efek untuk kepentingan sendiri, mereka dapat pula bertindak untuk mewakili orang lain yang ingin menjual atau membeli efek di pasar modal. Di samping itu mereka dapat pula bertindak sebagai two dollar broker.
-          Competitive market maker, adalah anggota bursa efek yang membeli atau menjual efek terdaftar di bursa efek atas permintaan anggota bursa atau pialang lain yang menerima order dari pelanggannya. Yang membedakannya dari specialist adalah bahwa mereka dapat memperjual-belikan efek mana saja sedangkan specialist yang dapat memperjual-belikan efek tertentu.
Di Indonesia para pelaku di pasar modal ini bila kita lihat tidak jauh berbeda dengan yang di sebutkan di atas. Secara umum pelaku pasar modal tersebut adalah Perusahaan Efek yang mempunyai kegiatan sebagai Perantara Pedagang Efek, Penjamin Emisi Efek, dan Manajer Investasi. Istilah populer pelaku perdagangan efek ini adalah pialang (broker). Di samping itu terdapat pula pelaku kegiatan di pasar modal yang lainnya seperti perusahaan Reksa Dana yaitu perusahaan yang menyelenggarakan wadah yang menghimpun dana dari masyarakat pemodal yang selanjutnya di investasikan ke dalam portofolio efek . di antara pelaku pasar modal terdapat pula Wali Amanat, yaitu pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek (hanya efek yang bersifat hutang, misalnya obligasi).[7] karena sebagaimana dikemukakan oleh Munir Fuady suatu pasar modal memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut:
1. Sarana untuk menghimpun dana-dana masyarakat untuk disalurkan ke dalam kegiatan-kegiatan yang produktif;
2.  Sumber pembiayaan yang mudah, murah dan cepat bagi dunia usaha dan pembangunan nasional;
3.  Mendorong terciptanya kesempatan berusaha dan sekaligus menciptakan kesempatan kerja;
4.  Mempertinggi efisiensi alokasi sumber produksi;
5. Memperkokoh beroperasinya mekanisme financial market  dalam menata sistem moneter, karena pasar modal dapat menjadi sarana “open market operation” sewaktu-waktu diperlukan oleh Bank Sentral;
6.  Menekan tingginya tingkat bunga menuju suatu “rate” yang reasonable;
7. Sebagai alternatif investasi bagi para pemodal. Dalam hal ini, Marzuki Usman,dkk menguraikan bahwa pada dasarnya terdapat 4 (empat) peranan strategis dari pasar modal bagi perekonomian suatu negara. Peranan strategis pasar modal tersebut adalah sebagai berikut:  1.  Sumber penghimpun dana;
2.  Alternatif investasi para pemodal;
3.  Biaya penghimpun dana yang relatif rendah;
4.  Pasar modal mendorong perkembangan investasi.[8]
-          Sejarah Pasar Modal Orde Lama
a.       Aktif Kembali
Setahun setelah pemerintahan Belanda mengakui kedaulatan RI, tepatnya pada tahun 1950, obligasi Republik Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah. Peristiwa ini menandai mulai aktifnya kembali Pasar Modal Indonesia. Didahului dengan diterbitkannya Undang-undang Darurat No. 13 tanggal 1 September 1951, yang kelak di tetapkankan sebagai Undang-undang No. 15 tahun 1952 tentang Bursa, pemerintah RI membuka kembali Bursa Efek di Jakarta pada tanggal 31 Juni 1952, setelah terhenti selama 12 tahun. Adapun penyelenggaraannya diserahkan kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE) yang terdiri dari 3 bank negara dan beberapa makelar Efek lainnya dengan Bank Indonesia sebagai penasihat. Sejak itu Bursa Efek berkembang dengan pesat, meskipun Efek yang diperdagangkan adalah Efek yang dikeluarkan sebelum Perang Dunia II. Aktivitas ini semakin meningkat sejak Bank Industri Negara mengeluarkan pinjaman obligasi berturut-turut pada tahun 1954, 1955, dan 1956. Para pembeli obligasi banyak warga negara Belanda, baik perorangan maupun badan hukum. Semua anggota diperbolehkan melakukan transaksi arbitrase dengan luar negeri terutama dengan Amsterdam. [9]
b.      Masa Konfrontasi
Namun keadaan ini hanya berlangsung sampai pada tahun 1958, karena mulai saat itu terlihat kelesuan dan kemunduran perdagangan di Bursa. Hal ini diakibatkan politik konfrontasi yang di lancarkan pemerintah RI terhadap Belanda sehingga mengganggu hubungan ekonomi kedua negara dan mengakibatkan banyak warga negara Belanda meninggalkan Indonesia. Perkembangan tersebut makin parah sejalan dengan memburuknya hubungan Republik Indonesia dengan Belanda mengenai sengketa Irian Jaya dan memuncaknya aksi pengambil-alihan semua perusahaan Belanda di Indonesia, sesuai dengan Undang-undang Nasionalisasi No. 86 Tahun 1958.
Kemudian disusul dengan instruksi dari Badan Nasionalisasi Perusahaan Belanda (BANAS) pada tahun 1960, yaitu larangan bagi Bursa Efek Indonesia untuk memperdagangkan semua Efek dari perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia, termasuk semua Efek yang bernominasi mata uang Belanda, makin memperparah perdagangan Efek di Indonesia. Tingkat inflasi pada waktu itu yang cukup tinggi ketika itu, makin menggoncang dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pasar uang dan pasar modal, juga terhadap mata uang rupiah yang mencapai puncaknya pada tahun 1966.  Penurunan ini mengakibatkan nilai nominal saham dan obligasi menjadi rendah, sehingga tidak menarik lagi bagi investor. Hal ini merupakan pasang surut Pasar Modal Indonesia pada zaman Orde Lama. [10]
-          Sejarah Pasar Modal Orde Baru
Langkah demi langkah diambil oleh pemerintah Orde Baru untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap nilai mata uang rupiah. Disamping pengerahan dana dari masyarakat melalui tabungan dan deposito, pemerintah terus mengadakan persiapan khusus untuk membentuk Pasar Modal. Dengan surat keputusan direksi BI No. 4/16 Kep-Dir tanggal 26 Juli 1968, di BI di bentuk tim persiapan (PU) Pasar Uang dan (PM) Pasar Modal. Hasil penelitian tim menyatakan bahwa benih dari PM di Indonesia sebenarnya sudah ditanam pemerintah sejak tahun 1952, tetapi karena situasi politik dan masyarakat masih awam tentang pasar modal, maka pertumbuhan Bursa Efek di Indonesia sejak tahun 1958 s/d 1976 mengalami kemunduran. Setelah tim menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka dengan surat keputusan Kep-Menkeu No. Kep-25/MK/IV/1/72 tanggal 13 Januari 1972 tim dibubarkan, dan pada tahun 1976 dibentuk Bapepam (Badan Pembina Pasar Modal) dan PT Danareksa. Bapepam bertugas membantu Menteri Keuangan yang diketuai oleh Gubernur Bank Sentral. 
Dengan terbentuknya Bapepam, maka terlihat kesungguhan dan intensitas untuk membentuk kembali PU dan PM. Selain sebagai pembantu menteri keuangan, Bapepam juga menjalankan fungsi ganda yaitu sebagai pengawas dan pengelola bursa efek. Pada tanggal 10 Agustus 1977 berdasarkan kepres RI No. 52 tahun 1976 pasar modal diaktifkan kembali dan go publik-nya beberapa perusahaan. Pada jaman orde baru inilah perkembangan PM dapat di bagi menjadi 2, yaitu tahun 1977 s/d 1987 dan tahun 1987 s/d sekarang. [11]
Perkembangan pasar modal selama tahun 1977 s/d 1987 mengalami kelesuan meskipun pemerintah telah memberikan fasilitas kepada perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan dana dari bursa efek. Fasilitas-fasilitas yang telah diberikan antara lain fasilitas perpajakan untuk merangsang masyarakat agar mau terjun dan aktif di Pasar Modal.  Tersendatnya perkembangan pasar modal selama periode itu disebabkan oleh beberapa masalah antara lain mengenai prosedur emisi saham dan obligasi yang terlalu ketat, adanya batasan fluktuasi harga saham dan lain sebagainya. Untuk mengatasi masalah itu pemerintah mengeluarkan berbagai deregulasi yang berkaitan dengan perkembangan pasar modal, yaitu Paket Kebijaksanaan Desember 1987, Paket Kebijaksanaan Oktober 1988, dan Paket Kebijaksanaan Desember 1988.
Pakdes 1987 
Pakdes 1987 merupakan penyederhanaan persyaratan proses emisi saham dan obligasi, dihapuskannya biaya yang sebelumnya dipungut oleh Bapepam, seperti biaya pendaftaran emisi efek. Selain itu dibuka pula kesempatan bagi pemodal asing untuk membeli efek maksimal 49% dari total emisi. 
Pakdes 87 juga menghapus batasan fluktuasi harga saham di bursa efek dan memperkenalkan bursa paralel. Sebagai pilihan bagi emiten yang belum memenuhi syarat untuk memasuki bursa efek.[12]
Pakto 88
 Pakto 88 ditujukan pada sektor perbankkan, namun mempunyai dampak terhadap perkembangan pasar modal. Pakto 88 berisikan tentang ketentuan 3 L (Legal, Lending, Limit), dan pengenaan pajak atas bunga deposito.  Pengenaan pajak ini berdampak positif terhadap perkembangan pasar modal. Sebab dengan keluarnya kebijaksanaan ini berarti pemerintah memberi perlakuan yang sama antara sektor perbankan dan sektor pasar modal.
Pakdes 88 
Pakdes 88 pada dasarnya memberikan dorongan yang lebih jauh pada pasar modal dengan membuka peluang bagi swasta untuk menyelenggarakan bursa. 
Karena tiga kebijaksanaan inilah pasar modal menjadi aktif untuk periode 1988 hingga sekarang.[13]



B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan judul Tugas “Tinjauan Yuridis Mengenai Reksa Dana dan Perlindungan Hukum Terhadap Investor Reksa Dana”, maka perlu di rumuskan permasalahan yang akan di bahas dalam tugas ini, yaitu sebagai berikut :
1.      Bagaimana Pendirian dan Pembubaran Reksa Dana Terbuka ?
2.      Bagaimana perbedaan antara Reksa Dana bebentuk Perseroan Terbatas (PT) dengan yang berbentuk Kotrak Investasi Kolektif (KIK) dan bagaimana cara perhitungan Nilai Aktiva Bersih (NAB) di Reksa Dana ?
3.      Apa saja Larangan Investasi Reksa Dana dan Perlindungan Hukum terhadap investor Reksa Dana  ?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan utama dari penulisan ini adalah sebagai pemenuhan Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Metodologi Penelitian Hukum di Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul, Jakarta  Barat. Selain itu, yang menjadi tujuan dari pembahasan penulisan  ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui bagaimana Pendirian dan Pembubaran Reksa Dana Terbuka ?
2.      Untuk mengetahui perbedaan bentuk-bentuk hukum dari Reksa Dana dan menghitung agar mendapat keuntungan dari berinvestasi Reksa dana ?
3.      Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang tidak di perbolehkan atau larangan dalam investasi Reksa Dana dan Perlindungan Hukum bagi para investornya ?

    D. Metode Penelitian
1). Bentuk Penelitian
Bentuk Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah penelitian hukum normatif atau disebut juga penelitian kepustakaan (library research), pada penelitian hukum jenis ini, hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas[14]. Penelitian ini dilakukan dengan cara menelusuri atau menelaah dan menganalisis bahan pustaka atau bahan dokumen siap pakai. Kegiatan yang dilakukan berbentuk menelusuri dan menganalisis peraturan.
2). Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau ‘kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.[15]
3). Bahan Hukum
Penelitian Hukum normatif sepenuhnya menggunakan data sekunder (bahan kepustakaan), yang antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan skripsi ini dan sebagainya.[16]Yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, terdiri dari peraturan perundang-undangan. Dalam penulisan ini penulis menggunakan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal
b. Bahan hukum sekunder, yaitu buku-buku, artikel ilmiah dari kalangan hukum, hasil-hasil penelitian, tulisan-tulisan yang berhubungan dengan masalah penelitian ini.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum) ensiklopedia.[17]
5). Analisis Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis data penelitian kualitatif.Penelitian kualitatif dalam pokoknya menganilisis dan mengolah data yang telah dikumpulkan hingga menjadi data yang teratur, sistematik, terstruktur, dan memiliki makna.
G.  Sistematika Penulisan
Dalam sebuah penulisan yang sifatnya penelitian mengandung di dalamnya sistematiaka penulisan yang berguna untuk membantu penulis mengembangkan tulisan tanpa keluar dari ide pokok penulisan tersebut, Adapun sistematika penulisan yang di buat untuk mempermudah dan memberikan arah penulisan serta agar terlihat rangkaian tulisan yang tersusun sebagai berikut :
BAB I :           PENDAHULUAN
Bab ini berisi pengantar yang di dalamnya terurai mengenai latar belakang penulisan makalah, perumusan masalah, yang di lanjutkan dengan tujuan penulisan makalah dan di akhiri dengan sistematika penulisan.
BAB II :         TINJAUAN UMUM TENTANG REKSA DANA
Dalam bab ini dijelaskan mengenai pengertian reksa dana, Subjek reksa dana, Jenis-Jenis reksa dana, Sebab-Sebab Terjadinya reksa dana, Akibat-Akibat dari adanya transaksi reksa dana.
BAB III :        TINJAUAN TENTANG REKSA DANA DALAM REKSA DANA BERBENTUK PT DENGAN REKSA DANA BERBENTUK KIK
Dalam bab ini di jelaskan mengenaiReksa Dana yang Berbentuk PT dengan Reksa dana yang berbentuk Kontrak Investasi Kolektif.
BAB IV :        TINJAUAN YURIDIS MENGENAI REKSA DANA dan PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR REKSA DANA
Bab ini berisi mengenai uraian sejarah Reksa Dana, pengertian Reksa Dana, perkembangan Reksa Dana di Indonesia, pihak-pihak yang terlibat di dalam Reksa Dana, Karakteristik Reksa Dana, fungsi dan peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Keuangan (LK), jenis-jenis Reksa Dana, tahap-tahap pendirian dan pembubaran Reksa Dana, bentuk hukum dari Reksa Dana, perbedaan Reksa Dana berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dengan Reksa Dana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK), cara perhitungan Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksa Dana, Larangan Investasi Reksa Dana, Perlindungan Hukum terhadap Investor Reksa Dana.



BAB V:          PENUTUP
Bab ini merupakan penutup yang memuat kesimpulan dari pembahasan yang ada pada bab-bab sebelumnya dan di akhiri dengan saran-saran terhadap pembahasan Penulisan ini.



DAFTAR PUSTAKA
1.      Ibid
2.     Amiruddin, et. Al, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2013).
5.      Marzuki Usman, dkk, Pengetahuan Dasar Pasar Modal, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia dan Jurnal Keuangan dan Moneter, 1997).
6.      Tjiptono Darmadji dan Hendy M.Fakhruddin, Pasar Modal di Indonesia: Pendekatan.
7.      Tanya Jawab Edisi 2, (Jakarta: Salemba Empat, 2006).
8.      Asri Sitompul, SH., Pasar Modal, Penawaran umum & Permasalahannya ( Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000).
9.      Yulfasni, Hukum Pasar Modal, (Jakarta: Badan Penerbit Iblam, 2005).
10.                        Munir Fuady, Pasar Modal Modern: Tinjauan Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1996).
11.                         Kamus Besar Bahasa Indonesia.
12.                        Undang-Undang no. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal.



[1] Tjiptono Darmadji dan Hendy M.Fakhruddin, Pasar Modal di Indonesia: Pendekatan
[2]Tanya Jawab Edisi 2, (Jakarta: Salemba Empat, 2006), hal. 2.
[3] Asri Sitompul, SH., Pasar Modal, Penawaran umum & Permasalahannya ( Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), Hal. 6.
[4] Yulfasni, Hukum Pasar Modal, (Jakarta: Badan Penerbit Iblam, 2005), hal. 14.
[5] Asri Sitompul, SH., Pasar Modal, Penawaran umum & Permasalahannya ( Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hlm.. 6-7.
[6] Ibid, hlm. 8 dan 9.
[7] Munir Fuady, Pasar Modal Modern: Tinjauan Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 11.
[8] Marzuki Usman, dkk, Pengetahuan Dasar Pasar Modal, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia dan Jurnal Keuangan dan Moneter, 1997), hal. 14.
[14] Amiruddin, et. Al, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2013), hlm. 118.
[15]Ibid, hlm. 25.
[16]Ibid, hlm. 30
[17]Ibid, hlm. 32

Tidak ada komentar:

Posting Komentar