METODE
PENELITIAN HUKUM
REKSA
DANA dan PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
INVESTOR REKSA DANA
Oleh
ARIEF MUNANDAR
Fakultas Hukum
Universitas Esa Unggul
Reksa
Dana mempunyai peranan penting dalam halnya di bidang Pasar Modal di Indonesia.
Di dalam Bursa Efek Indonesia, para pembeli saham dan perusahaan-perusahaan go
public, tetapi hanya para pmilik-pemlik modal/uang yang besar saja yang
biasanya di dalam traknsaksi Pasar Modal. Lalu bagaimana dengan para masyarakat
kelas menengah ke bawah. Solusi yang pasti untuk agar para pemilik modal yang
terbatas ini bisa ikut berkecimpung dalam usaha saham di Indonesia yaitu dengan
melaui Reksa Dana dengan di naungi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang
menggantikan BAPEPAM sebelumnya dan dana yang di himpun dari masyarakat di
jadikan satu tersebut di atur oleh seorang manajer investasi untuk di mainkan
di pasar modal dan para investor reksa dana sudah tercatat di dalam bank
kustodian dalam bentuk Unit Peryertaan yang berbentuk Kontrak Investasi
Kolektif (KIK). Namun dalam halnya bermain saham pun pasti ada naik turunnya
suatu saham. Tugas dari manajer investasi ini yaitu bagaimana caranya bisa
menguntungkan si pemegang unit penyertaan dan si manajer investasi mendapat
bayaran dari bank kustodian sebagai pemegang rekening dari para pemegang unit
penyertaan. Tetapi banyak manajer investasi yang melanggar aturan dengan
membawa lari dana yang di himpun dari para investor Reksa Dana setelah
mendapatkan keuntungan dari permainan sahamnya. Walaupun sudah di atur dalam
Undang-Undang no.8 tahun 1995 tentang pasar modal, dana dari masyarakat di
pegang oleh bank Kustodian, apabila terjadi dengan halnya yang demikian bank
Kustodian tidak mau mengembalikan uang dari investor dengan alasan hal tersebut
tidak di perjanjikan di dalam perjanjian pada awalnya dan muncul indikasi bahwa
adanya permainan antara bank Kustodian dengan manajer investasi dalam halnya
penggelapan dana masyarakat, maka masyarakat berhak mengajukan gugatan kepada
bank Kustodian dan apabila tidak di tanggapi oleh bank kustodian maka
masyarakat berhak melaporkan kejadian tersebut ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
karena OJK itu badan yang mengawasi setiap kegiatan yang ada di pasar modal
Indonesia berdasarkan Undang-Undang no.21 tahun 2011 tentang OJK.
Kata Kunci : Reksa Dana, Kontrak Investasi Kolektif
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pasar
modal yang maju dan berkembang pesat merupakan impian banyak negara. Pasar modal memiliki peran besar bagi perekonomian
suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus yakni fungsi
ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi
karena pasar menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua
kepentingan, yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (yaitu investor) dan
pihak yang memerlukan dana (yaitu issuer, pihak yang menerbitkan efek atau
emiten). Dengan adanya pasar modal, maka pihak yang memiliki kelebihan dana
dapat menginvestasikan dana tersebut dengan harapan memperoleh imbal hasil
(return), sedangkan pihak issuer (dalam
hal ini perusahaan) dapat memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan
investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari operasi perusahaan.[1]
Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena memberikan kemungkinan
dan kesempatan memperoleh imbal hasil bagi pemilik dana, sesuai dengan
karakteristik investasi yang dipilih. Keberadaan
pasar modal di bentuk berdasarkan kebutuhan perkembangan ekonomi nasional yang
menuntut adanya sarana penarikan dana masyarakat melalui lembaga pasar modal.
Perkembangan secara evolutif ini banyak ditemui di negara-negara kapitalis
liberal.[2]
Di
Indonesia pendekatannya lebih terarah kepada kebijaksanaan pembangunan nasional.
Dengan demikian tujuan pembentukan pasar modal di Indonesia mempunyai jangkauan
dan misi yang lebih luas dari pada pasar modal di banyak negara. Jangkauan yang dirangkum adalah mencakup
3 (tiga) aspek mendasar, yaitu :
1. Mempercepat proses perluasan keikutsertaan
masyarakat dalam pemilikan saham perusahaan;
2. Diarahkan pada aspek pemerataan pendapatan
masyarakat melalui pemerataan pemilikan saham perusahaan;
3. Untuk lebih menggairahkan partisipasi masyarakat
dalam pengerahan dan penghimpunan dana untuk digunakan secara produktif.
Di negara-negara maju, pasar modal sejak lama merupakan
lembaga yang sangat di perhitungkan bagi perkembangan ekonomi negara sebab itu
pula pemerintah suatu negara selalu berkepentingan untuk turut mengatur
jalannya pasar modal. Kegiatan pasar
modal pada umumnya di lakukan oleh berbagai lembaga antara lain adalah pusat
perdagangan sekuritas atau resminya di sebut bursa efek (stock market), yang di
dalamnya terdapat berbagai lembaga seperti lembaga kliring dan lembaga keuangan
lainnya yang kegiatannya terkait satu dengan yang lainnya. Bursa efek ini
terdapat hampir di setiap negara. Amerika ada New York Stock Exchange (NYSE),
di Inggris London Stock Exchange (LSE) di Singapura Stock Exchange of Singapore
(STS), di Malaysia ada Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE), di Nederland ada
Amsterdam Stock Exchange, bahkan di Indonesia terdapat di dua kota yaitu Bursa
Efek Jakarta (Jakarta Stock Exchange-JSE), Surabaya (Surabaya Stock
Exchange-SSE).[3]
Seperti telah di sebutkan di atas pasar modal atau bursa
efek pengertian sederhananya adalah suatu tempat di mana bertemunya pembeli dan
penjual efek yang terdaftar di bursa itu (efek ini di sebut listed stock),
pembeli dan penjual datang untuk mengadakan transaksi jual-beli efek. Oleh karena
transaksi jual beli tersebut di lakukan di satu tempat yang tertentu maka di
harapkan transaksi bisnis yang terjadi antara penjual dan pembeli dapat
menciptakan harga yang wajar yang di dasarkan pada permintaan dan penawaran.
Hal ini sesuai dengan tujuan di bentuknya bursa efek yaitu untuk dapat
menyelenggarakan perdagangan efek secara tertib dan wajar.[4]
Untuk dapat menyelenggarakan perdagangan efek yang tertib dan wajar bursa efek
mempunyai kewajiban mengawasi kegiatan anggota-anggotanya. Di Indonesia anggota
bursa efek tersebut sekaligus merupakan pemegang saham bursa efek karena di
Indonesia Bursa Efek di dirikan dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT), namun
demikian, perusahaan efek yang berhak menjadi anggota bursa efek adalah
perusahaan efek yang telah memiliki izin usaha sebagai Perantara Perdagangan
efek yang di keluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) yang sekarang
sudah di ganti menjadi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Keanggotaan pada bursa
efek ini, sangat penting bagi perusahaan efek karena tanpa keanggotaan mereka
tidak dapat melakukan perdagangan efek di lantai bursa.[5]
Di Amerika Serikat terdapat bursa-bursa efek termasuk
tertua dan terkemuka di dunia di antaranya adalah New York Stock Exchange
(NYSE) dan di samping itu terdapat pula American Stock Exchange
perusahaan-perusahaan efek yang besar di Amerika Serikat selalu berusaha agar
dapat di terima menjadi anggota bursa efek ini, karena selain merupakan bursa
efek yang terbesar keanggotannya di NYSE ini juga menjadi lambang prestise bagi
perusahaan-perusahaan efek. Karena minat yang begitu tinggi dan jumlah
keanggotaan yang terbatas maka untuk menjadi anggota di NYSE perusahaan efek
harus membeli keanggotaan yang di kenal dengan istilah “seat”. Disebabkan oleh
terbatasnya keanggotaan bursa ini maka harga satu seat dapat menjadi mahal
sekali, tingkat harga tertinggi yang pernah di capai untuk satu seat adalah US
$ 1.000.000,-.
Anggota di bursa di NYSE menjalankan berbagai kegiatan
perdagangan efek untuk perbandingan dengan keadaan bursa efek di Indonesia
dibawah ini di uraikan secara garis besar beberapa peranan yang di lakukan oleh
para pedagang efek di bursa Amerika Serikat : [6]
-
Floor
Broker, yaitu umumnya merupakan seorang pegawai dari salah satu efek yang telah
mempunyai seat di bursa, orang ini di namakan Commission house broker,
perusahaan efek menugaskan floor broker ini untuk melaksanakan transaksi yang
dimintakan oleh kliennya atas nama klien tersebut, dan floor broker ini
melaksanakan pembelian atau penjualan efek ini adalah, dari investor ke
perusahaan efek lalu diteruskan lagi kepada loket pemesanan (order room)
dilanjutkan kepada floor broker dan floor broker melaksanakan perintah ini.
-
Two
Dollar broker, sering sekali disebabkan karena banyaknya ordewr yang di
terimanya floor broker tidak mampu melaksanakan dan ia menyerahkan kepada “two
dollar broker”, nama ini adalah $2 untuk setiap 100 saham yang di jual atau di
beli dengan perantaraannya. Bila floor broker sedang sibuk maka ia dapt pula
bertindak sebagai two dollar broker.
-
The
Specialist, mereka ini adalah anggota bursa yang harus selalu siap dan mampu
melakukan transaksi untuk menjamin bahwa saham-saham tertentu yang di
perdagangkan selalu dapat di perjualbelikan dengan harga
yang wajar, dengan demikian semua order dari kliennya harus selalu dapat di
laksanakan dengan cepat meskipun tidak ada klien yang
lainnya yang menerima penjualan atau pembelian saham-saham yang di tawarkan
untuk dijual atau dibeli itu.
-
Competitive
trader, mereka ini membeli dan menjual efek di pasar modal untuk dirinaya
sendiri. Untuk dapat bertindak sebagai competitive trader mereka harus memenuhi persyaratan
keuangan, perdagangan, pelaporan tertentu dan transaksi yang di lakukan harus
sesuai dengan peraturan yang berlaku, hal ini untuk mencegah mereka dari
konflik yang dapat timbul dengan perdagangan yang di lakukan oleh pelanggan
umum dan anggota-anggota bursa lainnya. Meskipun mereka membeli dan menjual
efek untuk kepentingan sendiri, mereka dapat pula bertindak untuk mewakili
orang lain yang ingin menjual atau membeli efek di pasar modal. Di samping itu
mereka dapat pula bertindak sebagai two dollar broker.
-
Competitive
market maker, adalah anggota bursa efek yang membeli atau menjual efek
terdaftar di bursa efek atas permintaan anggota bursa atau pialang lain yang
menerima order dari pelanggannya. Yang membedakannya dari specialist adalah
bahwa mereka dapat memperjual-belikan efek mana saja sedangkan specialist yang dapat
memperjual-belikan efek tertentu.
Di Indonesia para pelaku di pasar modal ini bila kita
lihat tidak jauh berbeda dengan yang di sebutkan di atas. Secara umum pelaku
pasar modal tersebut adalah Perusahaan Efek yang mempunyai kegiatan sebagai
Perantara Pedagang Efek, Penjamin Emisi Efek, dan Manajer Investasi. Istilah
populer pelaku perdagangan efek ini adalah pialang (broker). Di samping itu
terdapat pula pelaku kegiatan di pasar modal yang lainnya seperti perusahaan
Reksa Dana yaitu perusahaan yang menyelenggarakan wadah yang menghimpun dana
dari masyarakat pemodal yang selanjutnya di investasikan ke dalam portofolio
efek . di antara pelaku pasar modal terdapat pula Wali Amanat, yaitu pihak yang
mewakili kepentingan pemegang efek (hanya efek yang bersifat hutang, misalnya
obligasi).[7]
karena
sebagaimana dikemukakan oleh Munir Fuady suatu pasar modal memiliki
fungsi-fungsi sebagai berikut:
1. Sarana untuk menghimpun dana-dana
masyarakat untuk disalurkan ke dalam kegiatan-kegiatan yang produktif;
2. Sumber pembiayaan yang mudah, murah dan cepat
bagi dunia usaha dan pembangunan nasional;
3. Mendorong terciptanya kesempatan berusaha dan
sekaligus menciptakan kesempatan kerja;
4. Mempertinggi efisiensi alokasi sumber
produksi;
5.
Memperkokoh beroperasinya mekanisme financial market dalam menata sistem moneter, karena pasar
modal dapat menjadi sarana “open market operation” sewaktu-waktu diperlukan
oleh Bank Sentral;
6. Menekan tingginya tingkat bunga menuju suatu
“rate” yang reasonable;
7.
Sebagai alternatif investasi bagi para pemodal. Dalam
hal ini, Marzuki Usman,dkk menguraikan bahwa pada dasarnya terdapat 4 (empat)
peranan strategis dari pasar modal bagi perekonomian suatu negara. Peranan
strategis pasar modal tersebut adalah sebagai berikut: 1. Sumber penghimpun dana;
2.
Alternatif investasi para pemodal;
3.
Biaya penghimpun dana yang relatif rendah;
4.
Pasar modal mendorong perkembangan investasi.[8]
-
Sejarah Pasar Modal Orde Lama
a.
Aktif Kembali
Setahun setelah pemerintahan Belanda mengakui kedaulatan
RI, tepatnya pada tahun 1950, obligasi Republik Indonesia dikeluarkan oleh
pemerintah. Peristiwa ini menandai mulai aktifnya kembali Pasar Modal
Indonesia. Didahului dengan diterbitkannya Undang-undang Darurat No.
13 tanggal 1 September 1951, yang kelak di tetapkankan sebagai Undang-undang
No. 15 tahun 1952 tentang Bursa, pemerintah RI membuka kembali Bursa Efek di
Jakarta pada tanggal 31 Juni 1952, setelah terhenti selama 12 tahun. Adapun
penyelenggaraannya diserahkan kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan
Efek-efek (PPUE) yang terdiri dari 3 bank negara dan beberapa makelar Efek lainnya
dengan Bank Indonesia sebagai penasihat. Sejak itu Bursa Efek
berkembang dengan pesat, meskipun Efek yang diperdagangkan adalah Efek yang
dikeluarkan sebelum Perang Dunia II. Aktivitas ini semakin meningkat sejak Bank
Industri Negara mengeluarkan pinjaman obligasi berturut-turut pada tahun 1954,
1955, dan 1956. Para pembeli obligasi banyak warga negara Belanda, baik
perorangan maupun badan hukum. Semua anggota diperbolehkan melakukan transaksi
arbitrase dengan luar negeri terutama dengan Amsterdam. [9]
b.
Masa
Konfrontasi
Namun keadaan ini hanya berlangsung sampai pada tahun 1958,
karena mulai saat itu terlihat kelesuan dan kemunduran perdagangan di Bursa.
Hal ini diakibatkan politik konfrontasi yang di lancarkan pemerintah RI
terhadap Belanda sehingga mengganggu hubungan ekonomi kedua negara dan
mengakibatkan banyak warga negara Belanda meninggalkan Indonesia. Perkembangan tersebut makin parah sejalan dengan
memburuknya hubungan Republik Indonesia dengan Belanda mengenai sengketa Irian
Jaya dan memuncaknya aksi pengambil-alihan semua perusahaan Belanda di
Indonesia, sesuai dengan Undang-undang Nasionalisasi No. 86 Tahun 1958.
Kemudian disusul dengan instruksi dari Badan Nasionalisasi
Perusahaan Belanda (BANAS) pada tahun 1960, yaitu larangan bagi Bursa Efek
Indonesia untuk memperdagangkan semua Efek dari perusahaan Belanda yang
beroperasi di Indonesia, termasuk semua Efek yang bernominasi mata uang
Belanda, makin memperparah perdagangan Efek di Indonesia. Tingkat
inflasi pada waktu itu yang cukup tinggi ketika itu, makin menggoncang dan
mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pasar uang dan pasar modal, juga
terhadap mata uang rupiah yang mencapai puncaknya pada tahun 1966. Penurunan ini
mengakibatkan nilai nominal saham dan obligasi menjadi rendah, sehingga tidak
menarik lagi bagi investor. Hal ini merupakan pasang surut Pasar Modal
Indonesia pada zaman Orde Lama. [10]
-
Sejarah
Pasar Modal Orde Baru
Langkah demi langkah diambil oleh pemerintah Orde Baru
untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap nilai mata uang rupiah.
Disamping pengerahan dana dari masyarakat melalui tabungan dan deposito,
pemerintah terus mengadakan persiapan khusus untuk membentuk Pasar Modal. Dengan
surat keputusan direksi BI No. 4/16 Kep-Dir tanggal 26 Juli 1968, di BI di
bentuk tim persiapan (PU) Pasar Uang dan (PM) Pasar Modal. Hasil penelitian tim
menyatakan bahwa benih dari PM di Indonesia sebenarnya sudah ditanam pemerintah
sejak tahun 1952, tetapi karena situasi politik dan masyarakat masih awam
tentang pasar modal, maka pertumbuhan Bursa Efek di Indonesia sejak tahun 1958
s/d 1976 mengalami kemunduran. Setelah
tim menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka dengan surat keputusan Kep-Menkeu
No. Kep-25/MK/IV/1/72 tanggal 13 Januari 1972 tim dibubarkan, dan pada tahun
1976 dibentuk Bapepam (Badan
Pembina Pasar Modal) dan PT
Danareksa. Bapepam bertugas membantu Menteri Keuangan yang diketuai oleh
Gubernur Bank Sentral.
Dengan terbentuknya Bapepam, maka terlihat kesungguhan dan
intensitas untuk membentuk kembali PU dan PM. Selain sebagai pembantu menteri
keuangan, Bapepam juga menjalankan fungsi ganda yaitu sebagai pengawas dan
pengelola bursa efek. Pada tanggal 10 Agustus 1977 berdasarkan
kepres RI No. 52 tahun 1976 pasar modal diaktifkan kembali dan go publik-nya
beberapa perusahaan. Pada jaman orde baru inilah perkembangan PM dapat di bagi
menjadi 2, yaitu tahun 1977 s/d 1987 dan tahun 1987 s/d sekarang. [11]
Perkembangan pasar modal selama tahun 1977 s/d 1987
mengalami kelesuan meskipun pemerintah telah memberikan fasilitas kepada perusahaan-perusahaan
yang memanfaatkan dana dari bursa efek. Fasilitas-fasilitas yang telah
diberikan antara lain fasilitas perpajakan untuk merangsang masyarakat agar mau
terjun dan aktif di Pasar Modal. Tersendatnya
perkembangan pasar modal selama periode itu disebabkan oleh beberapa masalah
antara lain mengenai prosedur emisi saham dan obligasi yang terlalu ketat,
adanya batasan fluktuasi harga saham dan lain sebagainya. Untuk
mengatasi masalah itu pemerintah mengeluarkan berbagai deregulasi yang
berkaitan dengan perkembangan pasar modal, yaitu Paket Kebijaksanaan Desember
1987, Paket Kebijaksanaan Oktober 1988, dan Paket Kebijaksanaan Desember 1988.
Pakdes 1987
Pakdes 1987 merupakan penyederhanaan persyaratan proses
emisi saham dan obligasi, dihapuskannya biaya yang sebelumnya dipungut oleh
Bapepam, seperti biaya pendaftaran emisi efek. Selain itu dibuka pula
kesempatan bagi pemodal asing untuk membeli efek maksimal 49% dari total emisi.
Pakdes 87 juga menghapus batasan fluktuasi harga saham di
bursa efek dan memperkenalkan bursa paralel. Sebagai pilihan bagi emiten yang
belum memenuhi syarat untuk memasuki bursa efek.[12]
Pakto 88
Pakto 88 ditujukan pada sektor perbankkan, namun mempunyai
dampak terhadap perkembangan pasar modal. Pakto 88 berisikan tentang ketentuan
3 L (Legal, Lending, Limit), dan pengenaan pajak atas bunga deposito. Pengenaan pajak ini
berdampak positif terhadap perkembangan pasar modal. Sebab dengan keluarnya
kebijaksanaan ini berarti pemerintah memberi perlakuan yang sama antara sektor
perbankan dan sektor pasar modal.
Pakdes 88
Pakdes 88 pada dasarnya memberikan dorongan yang lebih jauh
pada pasar modal dengan membuka peluang bagi swasta untuk menyelenggarakan
bursa.
Karena tiga kebijaksanaan inilah pasar modal menjadi aktif
untuk periode 1988 hingga sekarang.[13]
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
judul Tugas “Tinjauan Yuridis Mengenai Reksa Dana dan Perlindungan Hukum Terhadap Investor Reksa Dana”, maka perlu di rumuskan
permasalahan yang akan di bahas dalam tugas ini, yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana
Pendirian dan Pembubaran Reksa Dana Terbuka ?
2. Bagaimana
perbedaan antara Reksa Dana bebentuk Perseroan Terbatas (PT) dengan yang
berbentuk Kotrak Investasi Kolektif (KIK) dan bagaimana cara perhitungan Nilai
Aktiva Bersih (NAB) di Reksa Dana ?
3. Apa
saja Larangan Investasi Reksa Dana dan Perlindungan Hukum terhadap investor
Reksa Dana ?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan
utama dari penulisan ini adalah sebagai pemenuhan Ujian Akhir Semester (UAS)
mata kuliah Metodologi Penelitian Hukum di Fakultas Hukum Universitas Esa
Unggul, Jakarta Barat. Selain itu, yang
menjadi tujuan dari pembahasan penulisan
ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui bagaimana Pendirian dan Pembubaran Reksa Dana Terbuka ?
2. Untuk
mengetahui perbedaan bentuk-bentuk hukum dari Reksa Dana dan menghitung agar
mendapat keuntungan dari berinvestasi Reksa dana ?
3. Untuk
mengetahui hal-hal apa saja yang tidak di perbolehkan atau larangan dalam
investasi Reksa Dana dan Perlindungan Hukum bagi para investornya ?
D. Metode Penelitian
1).
Bentuk Penelitian
Bentuk
Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah penelitian hukum normatif
atau disebut juga penelitian kepustakaan (library
research), pada penelitian hukum jenis ini, hukum dikonsepkan sebagai apa
yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang
merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas[14].
Penelitian ini dilakukan dengan cara menelusuri atau menelaah dan menganalisis
bahan pustaka atau bahan dokumen siap pakai. Kegiatan yang dilakukan berbentuk
menelusuri dan menganalisis peraturan.
2).
Sifat Penelitian
Penelitian
ini bersifat deskriptif, penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara
tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau ‘kelompok tertentu, atau
untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya
hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.[15]
3).
Bahan Hukum
Penelitian
Hukum normatif sepenuhnya menggunakan data sekunder (bahan kepustakaan), yang
antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian
yang berwujud laporan, dan
tulisan-tulisan yang berkaitan dengan skripsi
ini dan sebagainya.[16]Yang
terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum
yang mengikat, terdiri dari peraturan perundang-undangan. Dalam penulisan ini
penulis menggunakan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal
b. Bahan
hukum sekunder, yaitu buku-buku, artikel ilmiah dari kalangan hukum, hasil-hasil penelitian, tulisan-tulisan yang
berhubungan dengan masalah penelitian ini.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang
memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder, seperti kamus (hukum) ensiklopedia.[17]
5).
Analisis Data
Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan analisis data penelitian
kualitatif.Penelitian kualitatif dalam pokoknya menganilisis dan mengolah data
yang telah dikumpulkan hingga menjadi data yang teratur, sistematik,
terstruktur, dan memiliki makna.
G.
Sistematika Penulisan
Dalam
sebuah penulisan yang sifatnya penelitian mengandung di dalamnya sistematiaka
penulisan yang berguna untuk membantu penulis mengembangkan tulisan tanpa
keluar dari ide pokok penulisan tersebut, Adapun sistematika penulisan yang di
buat untuk mempermudah dan memberikan arah penulisan serta agar terlihat
rangkaian tulisan yang tersusun sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab
ini berisi pengantar yang di dalamnya terurai mengenai latar belakang penulisan
makalah, perumusan masalah, yang di lanjutkan dengan tujuan penulisan makalah
dan di akhiri dengan sistematika penulisan.
BAB
II : TINJAUAN UMUM
TENTANG REKSA
DANA
Dalam
bab ini dijelaskan mengenai pengertian reksa dana, Subjek reksa dana, Jenis-Jenis reksa dana, Sebab-Sebab Terjadinya reksa dana, Akibat-Akibat dari adanya transaksi
reksa dana.
BAB
III : TINJAUAN TENTANG
REKSA DANA DALAM REKSA
DANA BERBENTUK PT DENGAN REKSA DANA BERBENTUK KIK
Dalam
bab ini di jelaskan mengenai, Reksa Dana yang
Berbentuk PT dengan Reksa dana yang berbentuk Kontrak Investasi Kolektif.
BAB
IV : TINJAUAN
YURIDIS MENGENAI REKSA DANA dan PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
INVESTOR REKSA DANA
Bab
ini berisi mengenai uraian sejarah Reksa Dana, pengertian Reksa Dana,
perkembangan Reksa Dana di Indonesia, pihak-pihak yang terlibat di dalam Reksa
Dana, Karakteristik Reksa Dana, fungsi dan peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
dan Lembaga Keuangan (LK), jenis-jenis Reksa Dana, tahap-tahap pendirian dan
pembubaran Reksa Dana, bentuk hukum dari Reksa Dana, perbedaan Reksa Dana
berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dengan Reksa Dana berbentuk Kontrak Investasi
Kolektif (KIK), cara perhitungan Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksa Dana, Larangan
Investasi Reksa Dana, Perlindungan Hukum terhadap Investor Reksa Dana.
BAB V: PENUTUP
Bab
ini merupakan penutup yang memuat kesimpulan dari pembahasan yang ada pada
bab-bab sebelumnya dan di akhiri dengan saran-saran terhadap pembahasan
Penulisan ini.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Ibid
2.
Amiruddin, et.
Al, Pengantar Metode Penelitian Hukum,
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2013).
5. Marzuki Usman, dkk, Pengetahuan Dasar Pasar Modal,
(Jakarta: Institut Bankir Indonesia dan Jurnal Keuangan dan Moneter, 1997).
6.
Tjiptono Darmadji dan Hendy
M.Fakhruddin, Pasar Modal di Indonesia: Pendekatan.
7.
Tanya Jawab Edisi 2, (Jakarta: Salemba
Empat, 2006).
8.
Asri
Sitompul, SH., Pasar Modal, Penawaran umum & Permasalahannya ( Bandung :
PT. Citra Aditya Bakti, 2000).
9.
Yulfasni,
Hukum Pasar Modal, (Jakarta: Badan Penerbit Iblam, 2005).
10.
Munir
Fuady, Pasar Modal Modern: Tinjauan Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
1996).
11.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
12.
Undang-Undang no. 8 tahun 1995 tentang
Pasar Modal.
[1] Tjiptono Darmadji dan Hendy M.Fakhruddin, Pasar
Modal di Indonesia: Pendekatan
[2]Tanya
Jawab Edisi 2, (Jakarta: Salemba Empat, 2006), hal. 2.
[3] Asri Sitompul, SH., Pasar Modal, Penawaran umum &
Permasalahannya ( Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), Hal. 6.
[5] Asri Sitompul, SH., Pasar Modal, Penawaran umum &
Permasalahannya ( Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hlm.. 6-7.
[7]
Munir Fuady, Pasar Modal Modern: Tinjauan Hukum,
(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 11.
[8]
Marzuki Usman, dkk, Pengetahuan Dasar Pasar Modal,
(Jakarta: Institut Bankir Indonesia dan Jurnal Keuangan dan Moneter, 1997),
hal. 14.
[14] Amiruddin, et. Al, Pengantar Metode Penelitian Hukum,
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2013), hlm. 118.
[15]Ibid, hlm. 25.
[16]Ibid, hlm. 30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar