Minggu, 07 Desember 2014

Tugas Hukum Internasional tentang Crimea

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
a.      Sejarah Crimea
Konflik berdarah di ibukota Ukraina, Kiev, ternyata tidak usai setelah Presiden Viktor Yanukovych lengser. Perseteruan kepentingan Barat dan Rusia menjalar hingga ke wilayah Crimea, tepatnya di kota Sevastopol, pangkalan armada angkatan laut Negeri Beruang Merah. Selain 60 persen warganya keturunan Rusia, Crimea juga jadi lokasi strategis tempat ditambatkannya Armada Laut Hitam Rusia. Padahal, sudah 23 tahun Soviet pecah. Lantas mengapa militer Rusia masih bercokol di Sevastopol?  Hal ini tidak lepas dari sejarah panjang Sevastopol, wilayah Semenanjung Crimea. Kota pelabuhan di Laut Hitam ini ditemukan oleh Kaisar Rusia Yekaterina yang Agung di barat daya pesisir Semenanjung Crimea pada tahun 1783.
Sevastopol saat itu terletak di kota tua Yunani bernama Chersoneus. Reruntuhan kota ini sampai saat ini masih dieksplorasi oleh para arkeolog. Kaisar Yekaterina sendiri yang menamai kota itu Sevastopol, yang berarti "Kota Suci nan Megah". Hal utama yang menarik perhatian Kaisar Yekaterina adalah pelabuhan laut sedalam 30 meter, cocok untuk pangkalan angkatan laut. Saat perang Crimea, penaklukkan Sevastopol antara September 1854-September 1855 menjadi penentu kemenangan konflik. Butuh sekitar setahun bagi Prancis, Inggris dan Kekhalifahan Ottoman menguasai kota ini.
Namun cobaan terberat Sevastopol terjadi pada Perang Dunia II. Tahun 1941-42, pasukan Tentara Merah dan Armada Laut Hitam mempertahankannya dari pasukan Nazi Jerman dalam pertempuran 250 hari, siang dan malam. Pasukan Rusia kalah, namun Jerman juga direpotkan oleh perlawanan dari warga kota. Sejak tahun 1948, Sevastopol mendapatkan status kota istimewa dari pemerintahan Republik Sosialis Federal Soviet Rusia, bagian dari Uni Soviet. Tahun 1954, pemimpin Soviet saat itu Nikita Khrushchev memberikan Sevastopol dan seluruh Crimea kepada Republik Sosialis Soviet Ukraina, juga bagian dari Uni Soviet. Awal 1990an, Ukraina menjadi negara merdeka. Crimea menjadi bagian dari Ukraina. Di bawah Traktat Persahabatan, Kerja Sama dan Kemitraan Moskow-Kiev tahun 1997, Rusia mengakui status kepemilikan Sevastopol dan kedaulatan Ukraina.
Sebagai balasannya, Ukraina memberikan Rusia hak untuk terus menggunakan pelabuhan Sevastopol bagi armada laut mereka sampai tahun 2017. Perjanjian awal izin Armada Laut Hitam di Sevastopol berlangsung untuk 20 tahun. Perjanjian ini otomatis diperpanjang lima tahun kecuali salah satu pihak membatalkannya. Perjanjian kedua, ditandatangani di Kharkiv tahun 2010, memperpanjang penggunaan pelabuhan Sevastopol untuk armada Rusia hingga 2042. Rusia membayar Ukraina US$98 juta per tahun untuk menyewa pangkalan laut di Crimea. Selain itu, berdasarkan perjanjian Kharkiv, Rusia akan memberikan potongan harga gas US$100 per ton.
Rusia terpaksa menggunakan pelabuhan Sevastopol karena tidak ada pelabuhan di negaranya yang mampu menampung Armada Laut Hitam. Pelabuhan Rusia di Novorossiysk tidak cukup dalam dan kurang infrastrukturnya. Armada Laut Hitam Rusia terdiri dari 388 kapal perang Rusia, termasuk 14 kapal selam diesel. Selain itu, ada 161 jet tempur di pangkalan udara yang disewa Rusia di Gvardeiskoye (sebelah utara Simferopol) dan Sevastopol. 
Total ada 25.000 personel militer Rusia di Crimea, belum termasuk staf sipil. Jika dihitung juga keluarga mereka yang ikut tinggal di komplek militer Crimea, total ada lebih dari 100.000 orang. Pada konflik Ukraina, dilansir dari deutsche welle, Rusia memobilisasi 150.000 pasukan, 800 tank dan 90 jet tempur dan 80 kapal perang, untuk bersiap jika diperlukan diturunkan ke Sevastopol. Warga Crimea sendiri khawatir konflik ini akan memecah belah Crimea menjadi dua kubu, pro-Ukraina dan pro-Rusia. Namun warga keturunan Rusia yang jumlahnya mayoritas menyatakan akan mendukung Rusia jika terpaksa memilih.
Ukraina secara harfiah berarti “tanah perbatasan”. Negara ini memiliki komposisi suku yang unik. Barat Sungai Dnieper dihuni keturunan Ukraina. Sementara, di timur dan selatan (termasuk Crimea) banyak ditinggali orang keturunan Rusia, yang masih teguh menjalankan budaya serta bahasa tanah leluhur. Meski jumlah warga keturunan Ukraina (70% dari populasi) lebih banyak, keturunan Rusia (17% dari populasi) menganggap dirinya sebagai warga negara kelas satu. Latar belakang suku itu tampaknya membuat warga Crimea tidak sepakat dengan saudara-saudara mereka di Kiev dalam hal penggulingan Yanukovych (presiden keturunan Rusia dan berasal dari Donetsk) dan intervensi militer Rusia. Meski de jure adalah daerah otonomi di bawah pemerintahan Ukraina, secara de facto Crimea “milik” Rusia. Crimea adalah satu satunya daerah di Ukraina dengan penduduk keturunan Rusia mencapai sekitar 60%. Selain lokasi, banyaknya warga keturunan Rusia di Crimea disebabkan faktor sejarah. Bahasa yang di gunakan di crimea kebanyakan warganya menggunakan bahasa Rusia untuk berkomunikasi antar sesama warga.
b.      Rumusan Masalah
1.      Keputusan final dari parlemen Crimea tentang statusnya bergabung dengan Rusia atau tetap kepada Ukraina ?
2.      Apa tanggapan Indonesia setelah crimea memilih Rusia dari pada Ukraina ?
3.      Sanksi-sanksi apa saja yang di dapat oleh Rusia atas intervensinya terhadap Ukraina ?

BAB II
PEMBAHASAN
Crimea akhirnya resmi bergabung ke Rusia setelah wilayah Ukraina tersebut menggelar referendum. Dari hasil voting referendum, sebagian besar warga Crimea memilih lepas dari Ukraina dan bergabung ke Rusia.
Bergabungnya Crimea ke Rusia diresmikan melalui penandatanganan traktat di Moskow oleh Presiden Rusia Vladimir Putin, Perdana Menteri Crimea Sergei Aksyonov, Ketua Parlemen Crimea Vladimir Konstantinov, dan Wali Kota Sevastopol, Alexei Chalily. Penandatanganan dilakukan di Rusia pada Selasa 18 Maret 2014 malam. "Atas nama rakyat, Crimea akan tetap dan selalu menjadi bagian Rusia," demikian yang tertulis dalam traktat, seperti dimuat Reuters, Rabu (19/3/2014). Putin dan pejabat Crimea menandatangani traktat sambil diiringi lagu kebangsaan Rusia. Dalam traktat juga disebutkan, warga Crimea dan Sevastopol berhak menggunakan bahasa mereka. Sehingga warga 2 wilayah yang memisahkan diri itu memiliki 3 bahasa resmi, yakni Ukraina, Rusia, dan Tatar.
Komite Jajak Pendapat Crimea menyatakan bahwa hasil awal menunjukan sekitar 95,5 % suara mendukung untuk bergabung ke dalam wilayah Rusia, pada referendum yang telah diselenggarakan. Pemimpin Rusia dan Crimea telah meneken perjanjian aksesi Republik Crimea dan Sevastopol untuk bergabung ke dalam Federasi Rusia. Menurut Presiden Rusia Vladimir Putin, Crimea dan Sevastopol akan bergabung dengan Rusia sebagai dua wilayah yang terpisah. 
Perjanjian ini akan berlaku sementara sejak diteken dan mulai berlaku penuh setelah diratifikasi. Selain itu Rusia menjamin warga di kedua wilayah berhak menggunakan dan mengembangkan bahasa asli mereka. Di wilayah itu, akan ada tiga bahasa resmi, yaitu Ukraina, Rusia dan Tatar, yaitu kelompok etnis di Crimea.  Dengan pengesahan traktat itu, penduduk Crimea dan Sevastopol akan dianggap sebagai warga Rusia. Transisi status di Crimea dan Sevastopol itu akan berlangsung hingga 1 Januari 2015. Buat WEB: Selama masa transisi, kedua pihak akan menyelesaikan masalah-masalah teknis dan administratif. 
Di Crimea, mata uang rubel dari Rusia berlaku resmi selain mata uang setempat, hryvna. Menurut traktat, hryvna masih dianggap sebagai mata uang utama di Crimea dan Sevastopol hingga 1 Januari 2016. Amerika Serikat dan Uni Eropa mengecam sikap Rusia. Berbagai sanksi juga telah diberlakukan agar Rusia menjadi negara yang terisolasi. 
Dewan Parlemen Crimea mengumumkan, rubel (mata uang Rusia) akan menggantikan hyrvnia (mata uang Ukraina) yang selama ini digunakan warga Crimea. Seperti dikutip dari RT.com, Selasa (18/3/2014), kedua mata uang tersebut akan beredar dan digunakan secara bersamaan serta dijadikan sebagai alat pembayaran yang sah di Crimea, hingga hyrvnia ditarik habis dari peredaran pada 2016..
"Mata uang resmi Republik Crimea adalah rubel Rusia dan hingga 1 Januari 2016, hryvnia Ukraina juga masih akan menjadi mata uang resmi warga Crimea," seperti ditulis dalam situs resmi dewan parlemen Rusia.
Keputusan perubahan mata uang tersebut menandakan langkah awal Rusia untuk berintegrasi seutuhnya dengan Crimea setelah penduduk Ukraina yang menetap di sana memilih untuk bergabung dengan negara pecahan Uni Soviet tersebut. 
Lembaga pemerintahan Rusia itu juga menyerahkan pengelolaan mata uang sementara pada Bank sentral Crimea. "Pengaturan peredaran rubel dan penarikan mata uang hryvnia dari Crimea akan secara eksklusif diatur oleh Bank Sentral Crimea," tulis perwakilan parlemen Rusia dalam situsnya.
Tanpa dikenakan biaya apapun, Bank Sentral Crimea diperbolehkan melakukan transaksi dengan anggaran belanja negaranya termasuk manajemen utang secara nasional. Tujuan utama kinerja Bank Sentral Crimea adalah menyediakan menstabilkan peredaran mata uang di negaranya. Tak hanya itu, lembaga keuangan terbesar di Crimea itu juga dituntut untuk mengembangkan dan menguatkan sistem perbankan, serta menyediakan sistem pembayaran yang efektif.
Sementara itu, Bank Sentral Rusia (CBR) akan secara aktif membantu mengenalkan rubel pada warga Crimea. Rencananya, CBR akan menetapkan berbagai isu teknis terkait peredaran rubel di Crimea dalam waktu sepekan.  Selain itu, pusat-pusat pengambilan dana tunai rubel juga telah dipersiapkan di Crimea. Pusat-pusat keuangan yang disediakan pemerintah Rusia akan menyediakan dana bantuan, jaminan pensiun dan sejumlah kebutuhan lainnya dalam bentuk rubel dan akibat lepasnya crimea dari ukraina membuat dampak yang buruk bagi rusia dengan di berikannya sanksi-sanksi terhadap Rusia oleh Negara-negara di dunia.
Sikap Negara Indonesia Terhadap Konflik di Crimea
Seperti halnya Negara Indonesia melaui Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menyatakan pemerintah Indonesia tidak mengakui referendum pemisahan diri Crimea dari Ukraina. Pemerintah menilai referendum tersebut tak memiliki dasar hukum sehingga penduduk Crimea dapat bergabung dengan Federasi Rusia. "Crimea dan Ukraina itu kan secara sepihak, unilateral, satu kelompok manusia. Itu tidak bisa kita terima," kata Marty di kantor Presiden, Rabu, 19 Maret 2014.
Sikap pemerintah ini telah secara resmi diinstruksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rapat kabinet terbatas hari ini. Posisi Indonesia secara prinsipil mengedepankan kedaulatan negara yang menjunjung tinggi integritas suatu wilayah negara. "Kita tidak bisa menerima langkah apa pun juga yang melanggar kedaulatan dan keutuhan wilayah dari Ukraina." Indonesia juga mengedepankan prinsip penghormatan, demokrasi, dan kepatuhan terhadap konstitusi sebuah negara. Indonesia mengecam perubahan pemerintahan yang terpilih sah secara demokrasi tapi digulingkan dengan tindakan inkonstitusional.
Hal ini mengacu pada gejolak Ukraina yang menggulingkan Presiden Viktor Yanukovych melalui protes dan demonstrasi. Kedua prinsip ini, menurut Marty, juga dipegang Indonesia saat terjadi perpecahan Kosovo dari Serbia. Marty menyatakan Indonesia lebih mendukung kemerdekaan suatu daerah jika didasarkan pada kesepakatan dengan negara sebelumnya. Sikap ini terwujud saat Indonesia mendukung kemerdekaan Sudan Selatan dari Sudan dan Montenegro dari Serbia Montenegro. "Kita dukung karena berdasarkan kesepakatan," kata Marty.
Sanksi-sanksi Amerika Serikat dan Uni Eropa bagi Rusia
Presiden Amerika Serikat Barrack Obama mengumumkan serangkaian sanksi ekonomi untuk Rusia atas sikap Rusia terkait Krimea "Sanksi ini tidak hanya berdampak besar pada ekonomi Rusia, tetapi juga dapat mengganggu ekonomi dunia. Akan tetapi, Rusia harus tahu bahwa tindakan lebih lanjut terkait Krimea hanya akan semakin mengisolasi Rusia dari masyarakat internasional," jelas Obama.

Sanksi yang dijatuhkan oleh Washington mencakup pembekuan aset Amerika Serikat dan pelarangan sejumlah pejabat tinggi Rusia, kepala perusahaan negara serta beberapa pengusaha yang dekat dengan Kremlin untuk masuk ke Amerika Serikat. Satu-satunya organisasi masuk ke dalam daftar sanksi tersebut adalah Bank Rossiya. Uni Eropa turut menggunakan sanksi yang serupa. Selain itu, ada pula sanksi-sanksi lain yang harus ditanggung Rusia yakni dikeluarkannya Moskow dari kelompok G8, penundaan pembicaraan perdagangan dan investasi antara Rusia dengan Amerika Serikat, serta penundaan kerjasama visa dan peralatan militer antara Rusia dan Uni Eropa.

Ranah bisnis internasional berpandangan bahwa konflik Ukraina berisiko besar bagi segala operasi yang berhubungan dengan Rusia. Reaksi pasar keuangan dunia juga cukup menyulitkan bagi Rusia. Agensi Moody's dan S&P sudah menurunkan nilai kredit Rusia dalam ramalan mereka. Seandainya nilai itu benar-benar diturunkan, harga untuk meminta pinjaman dari pasar luar akan meningkat, pertama-tama bagi negara; kemudian bagi institusi keuangan utamanya seperti Sberbank, VTB dan VEB; dan kemudian bagi semua perusahaan yang meminjam uang di Barat.

Menurut Bank Sentral Rusia, pada awal 2014 bank-bank Rusia sudah memiliki hampir 215 miliar dolar AS utang luar negeri, sedangkan perusahaan-perusahaan Rusia telah memiliki utang sebanyak 438 miliar dolar AS. Dalam dua tahun ke depan saja, bank harus membayar hampir 88 miliar dolar AS untuk utang luar negeri mereka, sementara para perusahaan harus melunasi sekitar 182 miliar dolar AS. Saat ini, pemerintah Rusia tengah mengumpulkan cadangan untuk berjaga-jaga seandainya mereka harus membeli utang-utang strategis perusahaan Rusia kepada asing seperti tindakan yang sama yang dilakukan selama krisis 2008-2009.

Sebagai akibat dari terus memanasnya ketegangan dengan Barat, perusahaan Rusia pun tidak bisa mengakses pusat-pusat keuangan global. Selama bertahun-tahun, kebanyakan perusahaan Rusia melakukan IPO di London Stock Exchange, di mana ada 53 perusahaan Rusia yang terdaftar pada Pasar Utama bursa tersebut dengan kapitalisasi total hampir $500 miliar.
Selain itu, perusahaan Rusia juga terdaftar dalam NYSE dan NASDAQ di Amerika Serikat. Setelah ini, akan ada banyak IPO yang dibatalkan atau ditunda hingga waktu yang tidak ditentukan. Konsekuensi negatif lainnya adalah pelarian modal yang dapat mencapai hingga 50 miliar dolar AS per kuartal.
Konsekuensi yang tak kalah serius bisa jadi akan muncul dari keinginan Uni Eropa untuk mengurangi ketergantungan mereka kepada minyak dan gas Rusia. Hal ini akan membuat mereka dapat bertindak lebih keras terhadap Moskow. Namun demikian, dengan ketergantungannya pada energi Rusia saat ini, jelas bahwa Eropa tidak akan mampu untuk berhenti membeli minyak dan gas Rusia dalam sekejap. Ancaman utamanya adalah kemungkinan liberalisasi ekspor LNG dari Amerika Serikat.

Saatnya Berpaling ke Timur
Sementara itu, Moskow tampak sudah memiliki rencana untuk mengatasi kerugiannya. Dalam menanggapi sanksi dari Barat, Rusia harus mengembangkan ikatan perdagangan dan ekonomi dengan Timur. Asia dapat benar-benar menjadi pengganti yang tepat untuk pasar Eropa bagi Rusia. Hal tersebut diungkapkan oleh Sergio Men, Manajer Kerja Sama Eurasia Capital Partners, perusahaan investasi yang berbasis di Hong Kong. Ia menjelaskan bahwa negara-negara      Asia Timur dan Asia Tenggara adalah pasar yang bertumbuh paling pesat untuk ekspor utama Rusia yakni minyak dan gas, logam, produk kimia, serta makanan.

Cina sejak tahun 2009 telah menjadi mitra dagang terbesar Rusia dengan besaran 89 miliar dolar AS pada 2013. Lebih lanjut lagi, Beijing siap membantu Rusia. Meski tanggapan politis Cina terhadap peristiwa di Krimea sejauh ini terbatas, secara ekonomi mereka siap untuk memberikan bantuan aktif kepada Moskow dalam menghadapi kemungkinan sanksi.
Kemungkinan lain ialah Rusia dapat memperkuat kerja sama dengan mitra alternatif yakni Korea Selatan dan Jepang yang sangat khawatir oleh terus bertumbuhnya Cina. “Setelah kabinet perdana menteri Jepang yang baru, Shinzo Abe, berkuasa, Tokyo sangat berharap dapat bekerjasama dengan Rusia.

Tujuannya tidak hanya untuk mengembangkan bisnis perusahaan Jepang di Timur Jauh Rusia tetapi juga membantu Rusia untuk tidak menjadi sumber bahan mentah bagi Cina,” kata ahli yang juga penasihat pemerintah Jepang. Untuk meningkatkan hubungan dengan Rusia dan secara pribadi dengan Vladimir Putin, Abe menjadi satu-satunya pemimpin G7 yang menghadiri Olimpiade Sochi. Namun demikian, saat ini Tokyo mulai mengalami tekanan yang semakin berat.
Amerika Serikat harus mengambil pilihan geopolitik yang berat yakni terus menekan Tokyo dan Seoul untuk meningkatkan isolasi Moskow atau membiarkan mitra-mitra Asianya hanya memberikan sanksi yang murni simbolik agar Moskow tidak lepas ke pelukan Cina, setelah mereka tidak memberikan pilihan lain bagi Rusia.

Rusia Menolak Sanksi Amerika soal Crimea
Rusia tak bisa menerima sanksi yang dijatuhkan Amerika Serikat dan negara-negara Barat sehubungan dengan bergabungnya Crimea dalam wilayah kesatuannya. Penolakan itu disampaikan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, kepada rekannya dari AS, John Kerry. Menurut Sergei, sanksi Barat terkait dengan bergabungnya Crimea ke Rusia sesuai dengan keinginan rakyat. "Sanksi yang dijatuhkan tidak bisa diterima dan menimbulkan konsekuensi," ujarnya di Moskow.
Dua diplomat senior itu berbicara melalui telepon beberapa jam setelah Presiden Vladimir Putin menandatangani perjanjian di Kremlin, yang berisi tentang Crimea Ukraina sebagai bagian dari wilayah Rusia. Keputusan inilah yang kemudian diprotes oleh Kiev dan Barat.
Pada kesempatan itu, Putin mengatakan bahwa Rusia tidak berniat menguasai bagian lain wilayah Ukraina. Namun demikian, pernyataan Putin mendapat komentar keras dari Kerry. Seperti ditulis kantor berita Reuters, Kerry mengungkapkan bahwa setiap serangan ke bagian lain dari Ukraina akan menjadi "langkah mengerikan" dan tantangan besar bagi Barat. "Warga Republik (Crimea) telah menyatakan pilihannya secara demokratis sesuai dengan hukum internasional dan Pakta PBB yang bisa diterima dan mendapat tanggapan dari Rusia," kata Menteri Luar Negeri Rusia dalam sebuah pernyataan. Dia berkata, "Adapun sanksi yang diterapkan AS dan Uni Eropa tidak bisa diterima."
Pada Senin, 17 Maret 2014, AS dan Uni Eropa menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah pejabat Rusia dan Ukraina yang dianggap terlibat dalam penguasaan wilayah di Laut Hitam yang dihuni dua juta warga Rusia oleh Moskow.
Amerika Serikat menambah sanksi baru bagi Rusia
Presiden Amerika Barack Obama telah memerintahkan dijatuhkannya serangkaian sanksi baru terhadap Rusia, menarget 20 pejabat Rusia termasuk kepala staf Presiden Vladimir Putin. Rusia segera membalasnya dengan melarang masuk sembilan anggota Kongres dan pejabat Amerika.
Presiden Obama menandatangani keputusan hari Kamis (20/3) yang memperluas sanksi-sanksi yang telah dijatuhkan awal pekan ini, sehingga mencakup 20 orang dan sebuah bank – ke-17 terbesar di Rusia – yang memberikan dukungan bagi pemerintahan presiden putin. Tindakan itu diambil menyusul langkah Rusia yang menganeksasi Krimea, setelah referendum disana pekan ini yang dengan suara mayoritas memutuskan untuk berpisah dari Ukraina.
Referendum itu, yang dikecam secara luas dan disebut ilegal di ibukota-ibukota negara Barat, dilakukan menyusul langkah militer Rusia yang memasuki Krimea lebih dari dua pekan lalu, dan pengambilalihan instalasi-instalasi militer Ukraina. Presiden Obama mengatakan dia memerintahkan sanksi-sanksi tambahan hari Kamis sebagai tanggapan atas apa yang telah dilakukan Rusia di Krimea. “Ini semua adalah pilihan yang telah diambil Rusia, yang telah ditolak oleh masyarakat internasional,” kata Obama. Rusia segera membalasnya dengan melarang masuk para pemimpin Senat dan DPR Amerika, dua asisten senior Presiden dan lima anggota Kongres dan pejabat lainnya. Di Ukraina, pemerintah menuduh Rusia menempatkan pasukan di sepanjang perbatasannya, menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan langkah Rusia selanjutnya.
Obama mengatakan Amerika dapat menerapkan sanksi yang lebih berat jika Rusia mengambil wilayah lain selain Krimea. Ia menegaskan, “Dunia menyaksikan dengan prihatin sementara Rusia telah memposisikan militernya dengan cara yang bisa memicu invasi ke Ukraina selatan dan timur. Karena alasan ini, kami bekerjasama erat dengan mitra-mitra Eropa untuk merumuskan sanksi yang lebih berat jika Rusia terus memperkeruh situasi.”
Para pejabat Amerika mengatakan jika Rusia melangkah lebih jauh, Amerika akan memberikan sanksi kepada lebih banyak orang dan para pihak yang beroperasi dalam berbagai sektor ekonomi Rusia, termasuk layanan keuangan, energi, pertambangan, pertahanan dan teknik.
Presiden mengatakan dia bekerjasama dengan mitra-mitra Eropa untuk menyediakan bantuan ekonomi kepada Ukraina. Topik itu akan mendominasi agendanya sewaktu melawat ke Eropa pekan depan. Obama telah mendapat kecaman dari para penentang di dalam negeri yang mengatakan bahwa penerapan sanksi kepada sejumlah kecil orang adalah respon yang ragu-ragu terhadap Rusia. Amerika tidak menghendaki perang terbuka antara Rusia dan Ukraina, dan para pejabat Amerika hari Kamis mengatakan belum mempertimbangkan bantuan militer bagi Ukraina, terlepas dari berbagai laporan bahwa pemerintah Kyiv telah meminta bantuan semacam itu.
Para pejabat Amerika mengatakan mereka berharap tekanan diplomatik terhadap Rusia dan bantuan ekonomi terhadap pemerintahan baru Ukraina pada akhirnya akan meredam krisis itu. Ketua DPR, John Boehner, adalah salah seorang yang kini dilarang masuk ke Rusia. Dia mengeluarkan pernyataan yang mengatakan “bangga” menjadi bagian dari orang-orang yang “menentang agresi Putin.” Pasukan Rusia secara efektif menguasai Krimea dua pekan lalu setelah tergulingnya presiden Ukraina yang pro-Rusia, Viktor Yanukovych, setelah terjadi protes anti pemerintas dan kekerasan sporadis terhadap demonstran selama berbulan-bulan.

Sanksi Terhadap Rusia Mulai Tunjukkan Dampak


Sanksi Amerika Serikat dan Eropa terhadap Rusia mulai menunjukkan dampaknya. Dua lembaga pemeringkat internasional menurunkan rating Rusia, miliarder Rusia jual saham. Ketegangan yang meningkat antara barat dan Rusia bisa memperburuk prospek ekonomi. Dua lembaga pemeringkat, Standard & Poor's dan Fitch, kini menurunkan rating Rusia dengan alasan, situasi ekonomi negara itu memburuk. Standard & Poor's menyebutkan, sanksi terhadap Rusia meningkatkan "resiko geopolitis". Investasi bisa turun dan para investor asing kemungkinan akan menarik modalnya dari Rusia. Bursa saham di Rusia pada sesi pembukaan menunjukkan penurunan sampai tiga persen.
Amerika Serikat dan Uni Eropa hari Kamis (20/03/13) memperketat sanksi terhadap Rusia setelah pendudukan Krimea. Daftar pejabat tinggi Rusia yang dilarang masuk Uni Eropa bertambah menjadi 33 orang. Rekening bank mereka di Uni Eropa juga akan dibekukan.
Sebelumnya, Presiden AS Barack Obama juga mengumumkan perluasan sanksi terhadap Rusia. Selain mengeluarkan larangan visa kepada para pejabat dan pengusaha Rusia, Amerika juga menerapkan sanksi kepada Bank Rossiya, salah satu bank besar yang disebut-sebut dengan dengan Presiden Putin.

Mulai menunjukkan dampak
Salah satu perusahaan minyak Rusia yang berkedudukan di Wina, Austria, mulai jadi sorotan setelah sanksi terhadap Rusia diperluas. Perusahaan minyak Gunvor didirikan oleh milyarder Rusia Gennady Timchenko, orang dekat Vladimir Putin. Menurut laporan media, Timchenko minggu ini menjual 43 persen sahamnya di Gunvor kepada mitra bisnisnya, pengusaha Swedia Torbjorn Tornqvist. Kini Tornqvist menguasai 87 persen saham Gunvor. Hal itu dilakukan Timchenko untuk menghindari pembekuan rekening Gunvor di Amerika Serikat.

Menurut majalah Forbes, Gennady Timchenko, yang punya paspor Finlandia dan Rusia, adalah orang terkaya ke enam di Rusia, dengan aset lebih dari 15 miliar dolar. Harga saham perusahaan Timchenko yang lain, Novatek, turun sampai 12 persen di bursa saham Rusia. Kementerian Keuangan Amerika Serikat menyebutkan, Presiden Rusia juga punya investasi di Gunvor. Dengan investasi itu, Putin "bisa punya akses pada dana Gunvor", demikian ditulis di situs internet kementerian keuangan. Nama Gennadi Timchenko sekarang masuk dalam daftar hitam Kementerian keuangan. Orang-orang yang masuk dalam daftar itu akan dibekukan rekening banknya, dan warga Amerika dilarang melakukan transaksi bisnis dengan mereka.

Putin minta pengusaha Rusia kembali
Beberapa perusahaan Rusia terdaftar di luar negeri untuk mengejar pajak yang lebih rendah dan mengambil jarak dari pemerintahan di Kremlin. Presiden Vladimir Putin mengimbau pada para pengusaha Rusia agar kembali ke negaranya dan melakukan investasi di dalam negeri.
"Perusahaan Rusia seharusnya didaftar di bawah otoritas bangsa ini, di negara ini, dan memiliki struktur kepemilikan yang transparan", kata Putin.

Ketua Parlemen Rusia Sergei Naryshkin memprotes sanksi terhadap negaranya dan menuduh barat ikut campur dalam "masalah dalam negeri" di Ukraina. Campur tangan barat di Ukraina telah menyebabkan kekacauan, kata Naryshkin di hadapan parlemen Rusia dan menambahkan, Uni Eropa dan Amerika Serikat sudah mengguncang "keseimbangan strategis dunia."

BAB III
KESIMPULAN

Sejak konflik di ukraina tepatnya di wilayah crimea telah menjadikan topic pembicaraan dunia mengenai apakah crimea akan lepas dari Ukraina atau bergabung dengan Rusia. Namun hasil keputusan dari semua keinginan warga crimea, ingin agar crimea lepas dari ukraina dan bergabung dengan Rusia. Hal ini menjadikan konflik antara Ukraina dengan Rusia yang di anggap oleh dunia bahwa Rusia sudah melakukan pelanggaran terhadap kedaulatan sebuah Negara dan lepasnya crimea dari ukraina pun bukan atas persetujuan kedua belak pihak (Ukraina-Rusia). Indonesia sebagai salah satu Negara anggota PBB tidak mengakui crimea lepas dari ukraina dan bergabung dengan rusia melalui Menteri Luar Negerinya karena ini adalah pencaplokan yang di lakukan oleh Rusia terhadap Ukraina.

Negara Super Power Amerika Serikat dan Uni Eropa pun memberikan sanksi pula terhadap Rusia diantaranya dengan Rusia di keluarkan dari G-8 dan dampak dari sanksi-sanksi yang di berikan oleh Negara-negara di dunia membuat para pengusaha rusia menjual saham mereka dan lari dari rusia tidak bisa menyentuh pasar eropa maupun amerika.


DAFTAR PUSTAKA

www.tempo.co/read/.../Rusia-Menolak-Sanksi-Amerika-Soal-Crimea





Tidak ada komentar:

Posting Komentar