Minggu, 07 Desember 2014

Kerangka Teoritis Proposal Skripsi Merek

          Kerangka Teoritis
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan salah satu implementasi era pasar bebas bagi negara-negara didunia, khususnya bagi negara Indonesia dan masyarakat Indonesia agar masyarakat Indonesia dapat menjual produk/karya ciptaannya ke luar negeri secara bebas. Oleh karena itu, suda selayaknya karya yang merupakan hasil dari HKI mendapatkan perlindungan hukum yang efektif dari segala tindak pelanggaran yang tidak sesuai dengan persetujuan TRIPs serta konvensi-konvensi yang telak disepakati. Salah satu contoh HKI yang harus dilindungi yaitu merek. Merek merupakan hal yang sangat penting bagi dunia bisnis. Merek yang sudah menjadi terkenal dan laku di pasar tentu saja akan cenderung membuat produsen atau pengusaha lainnya memacu produknya bersaing dengan merek terkenal, bahkan dalam hal ini akhirnya muncul persaingan tidak sehat. Merek dianggap sebagai roh bagi suatu produk barang dan jasa.[1] Merek sebagai tanda pengenal dan tanda pembeda dapat menggambarkan jaminan kepribadian (individuality) dan reputasi barang dan jasa hasil usahanya sewaktu diperdagangkan. Apabila dilihat dari sudut produsen, merek digunakan sebagai jaminan hasil produksinya, khususnya mengenai kualitas, disamping untuk promosi barang-barang dagangannya guna mencari dan meluaskan pasar. Selanjutnya, dari sisi konsumen merek diperlukan untuk melakukan pilihan-pilihan barang yang akan dibeli.[2]
Dalam hukum merek terdapat ajaran atau doktrin persamaan yang timbul berkaitan dengan dungsi merek, yaitu untuk membedakan antara barang dan jasa yang satu dengan yang lainnya. Ada dua ajaran persamaan dalam merek, yaitu :[3]
1.      Doktrin Persamaan Keseluruhan
Menurut doktrin persamaan menyeluruh, persamaan merek ditegakkan diatas prinsip entireties similar yang berarti antara merek yang satu dengan yang lain mempunyai persamaan yang menyeluruh meliputi semua faktor yang relevan secara optimal yang menimbulkan persamaan.
2.      Doktrin Persamaan Identik
Doktrin persamaan identik mempunyai pengertian lebih luas dan fleksibel, bahwa untuk menentukan ada persamaan merek tidak perlu semua unsur secara komulatif sama, tetapi cukup beberapa unsur atau faktor yang relevan saja yang sama sehingga terlihat antara dua merek yang diperbandingkan identik atau sangat mirip. Jadi menurut doktrin ini antara merek yang satu dengan yang lain tetap ada perbedaan tetapi perbedaan tersebut tidak menonjol dan tidak mempunyai kekuatan pembeda yang kuat sehingga satu dengan yang lin mirip (similar) maka sudah dikatakan identik. Doktrin persamaan yang dianut dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 dapat dilihat didalam Pasal 6 UU No. 15/2001.
Kesimpulan dari doktrin persamaan diatas adalah bahwa suatu merek yang ingin dilindungi secara hukum harus berbeda artinya tidak memiliki persamaan baik itu secara keseluruhan maupun tidak secara keseluruhan karena merek yang ingin dilindungi harus benar-benar berbeda dengan merek manapun baik itu dengan merek biasa, merek terkenal, dan merek termashyur. Karena apabila suatu merek tidak memiliki daya pembeda, pihak yang melakukan hal peniruan dianggap sudah membonceng merek yang sudah ada sebelumnya dan hal tersebut membuat kebingungan dkepada konsumen karena merek menentukan kualitas dari barang-barang yang diperjual-belikan.



[1] Insan Budi Maulana, Sukses Bisnis melalui Merek, Paten, dan Hak Cipta, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997, hlm. 60.
[2] Wiratmo Dianggoro, “Pembaharuan UU Merek dan dampaknya bagi dunia bisnis”, Artikel pada jurnal bisnis, Vol 2, 1997, hlm. 34.
[3] M. Yahya Harahap, Tinjauan Merek secara umum dan Hukum  Merek di Indonesia berdasarkan Undang-Undang  No. 19 Tahun 1992, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996, hlm. 288

Tidak ada komentar:

Posting Komentar