Senin, 11 Maret 2019

Analisa Tugas Politik Hukum Magister


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
            Seorang tersangka/terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum selama dan pada tiap tingkat pemeriksaan demi kepentingan pembelaan (pasal 54 KUHAP), yang dipilih sendiri olehnya (pasal 55 KUHAP). Selanjutnya tersangka/terdakwa yang disangka/didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana 15 tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana 5 tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka (pasal 56 ayat (1) KUHAP). Pemberian bantuan hukum ini diberikan secara cuma-cuma (pasal 56 ayat (2) KUHAP). Hak atas bantuan hukum juga diatur dalam Pasal 37 UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Bantuan Hukum yang diberikan kepada tersangka atau terdakwa yang tergolong kurang mampu telah terpenuhi dengan diundangnkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Pemberi bantuan hukum yang dimaksud dalam undang-undang bantuan hukum adalah advokat. Disini jelas bahwa pemberian bantuan hukum itu sangat penting diperhatikan karna banyak aspek aspek khususnya dalam hal bantuan hukum ini yang sampai sekarang belum terpenuhi seperti yang di cita-citakan oleh undang-undang sebagaimana yang di jelaskan di atas.[1]
            Pemberian bantuan hukum dalam rangka perlindungan hak-hak masyarakat khususnya tersangka atau terdakwa, adalah merupakan hak dasar masyarakat, yang apabila tidak dipenuhi maka ini merupakan diskriminasi terhadap hak-hak dasar tersebut, karna diskriminasi merupakan suatu bentuk ketidakadilan di berbagai bidang yang secara tegas dilarang berdasarkan UUD 1945. Penegakan hukum melawan perlakuan diskriminatif yang lahir akibat adanya perbedaan-perbedaan tindakan penegak hukum khususnya di dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu ditindaklanjuti dengan arah kebijakan yang mendorong jaminan perlindungan negara terhadap pelaksanaan hak-hak dasar masyarakat. Bahwa apa yang terjadi sekarang ini adalah bantuan hukum sebagai hak tersebut agak terasa mahal, atau merupakan barang mahal bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Namun dengan diundangkannya undang-undang bantuan hukum hal tersebut tidak lagi terasa mahal karena tersangka atau terdakawa yang kurang mampu dapat mendapatkan bantuan hukum secara Cuma-Cuma atau gratis dari Advokat Profesional baik dalam litigasi dan non litigasi dalam semua peradilan di Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.[2] Karena yang berhak menerima bantuan hukum secara gratis adalah mereka yang tergolong tidak mampu untuk memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri sesuai dengan Pasal 5 UU No.16/2011 tentang Bantuan hukum.
            Bila dikaitkan dengan persoalan hak asasi manusia maka penghormatan terhadap hak asasi manusia termasuk penghormatan terhadap hak asasi tersangka, yang selama ini kurang mendapat perhatian dari sistem hukum pidana indonesia, apalagi kalau kita lihat dimasa lampau pada pemberlakuakn H I R (Herziene Inlandsch Reglement) di indonesia sampai dengan tahun 1981, bahwa masyarakat hukum indonesia telah lama memperjuangkan dan mencita-citakan suatu hukum acara pidana nasional yang lebih manusiawi dan lebih memperhatikan hak-hak tersangka. Bahwa pemberlakuan tidak manusiawi, penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan martabat manusia, terutama orang miskin yang tidak mampu membayar jasa hukum dan pembelaan seorang Advokat/ Penasehat hukum profesional. Dalam keadan seperti inilah bantuan hukum diperlukan untuk membela orang miskin agar tidak menjadi korban penyiksaan, perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan derajat manusia yang dilakukan oleh penegak hukum. Disini kita mengenal adanya lembaga bantuan hukum, bahwa lembaga bantuan hukum berfungsi sebagai salah satu subsistem dari sistem peradilan pidana (Criminal Justice System) yang dapat memiliki peranan penting dalam membela dan melindungi hak-hak tersangka. Untuk itu diperlikan suatu proses hukum yang adil (due proces of law) melalui suatu hukum acara pidana nasional yang lebih manusiawi dan lebih memperhatikan hak-hak tersangka.[3] Dengan diundangkannya UU No.16/2011 tentang Bantuan Hukum yang mana dalam undang-undang itu hak-hak tersangka atau terdakwa yang tertindas dan terdiskriminasi tersebut tidak lagi mendapatkan perlakuan demikian karena Undang-Undang Bantuan Hukum tersebut tersangka/terdakwa dalam setiap proses pemeriksaan baik itu ditingkat kepolisian maupun persidangan di Pengadilan akan didampingi oleh seorang atau lebih Advokat.
            Diantara permasalahan yang dihadapi dalam penerapan bantuan hukum yang merata demi keadilan dan kesejahteraan rakyat indonesia adalah negara indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perhatian dan penerapan bantuan hukum khususnya bagi golongan yang kurang mampu sangat kurang terperhatikan di indonesia. Menurut penilaian Metzger, bahwa pada dasarnya bantuan hukum pada masyarakat-masyarakat yang sedang berkembang, mempunyai tujuan yang sama dengan program yang dilaksanakan pada masyarakat-masyarakat modern. Akan tetapi disamping itu Metzger juga berpendapat bahwa salah satu tujuan yang penting dari program bantuan hukum adalah untuk mendukung pembangunan suatu kesatuan sistem hukum nasional. Jadi pemberian bantuan hukum tidak saja dalam gambaran atau pandangan sempit hanya terhadap tersangka atau terdakwa saja, namun ada kaitan yang sangat erat dengan tujuan pembangunan negara indonesia yang ada di dalam Undang-undang dasar, sehingga perlunya bahan dan informasi yang luas mengenai hal ini.

1.2 RUMUSAN MASALAH
            Adapun dari bagian latar belakang tersebut diatas dapat penulis ambil suatu inti permasalahan sebagai berikut :
1.      Bagaimana peranan bantuan hukum dalam rangka perlindungan hak asasi tersangka dalam sistem hukum indonesia ?

2.      Apakah yang menjadi penghalang terlaksananya penerapan bantuan hukum yang merata bagi tersangka dalam sistem hukumindonesia ?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Peranan Bantuan Hukum Dalam Rangka Perlindungan Hak Asasi Tersangka Dalam Sistem Hukum Indonesia
            Bahwa negara hukum (rechtsstaat) baru akan tercapai kalau ada pengakuan terhadap demokrasi dan hak asasi manusia. perjuangan masyarakat hukum indonesia untuk menghukum suatu hukum pidana nasional dapat dikatakan dimulai sejak tahun 1968 ketika diselenggarakan seminar hukum nasional II.
            Istilah bantuan hukum itu sendiri di pergunakan sebagai terjemahan dari dua istilah “Legal Aid dan Legal Assistence”, istilah legal Aid biasanya dipergunakan untuk menunjukan pengertian bantuan hukum dalam arti sempit berupa pemberian jasa-jasa dibidang hukum kepada seseorang yang terlibat dalam suatu perkara secara Cuma-Cuma/garatis khususnya bagi mereka yang tidak mampu dan syarat-syarat bagi penerima bantuan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UU No.16/2011 yakni salah satunya adalah harus melampirkan Surat Keterangan Tidak Mampu yang dikeluarkan oleh Kelurahan Penerima Bantuan Hukum karena dengan Surat tersebut menunjukkan penerima bantuan hukum benar-benar harus diberikan bantuan hukum secara Cuma-Cuma agar tidak menjadi salah sasaran bagi penerima bantuan hukum yang sebenarnya harus benar-benar diberikan bantuan hukum.[4] Lembaga-lembaga bantuan hukum dibayar atas bantuan hukum yang telah diberikannya diberikan oleh Negara dengan melaporkan kegiatan-kegiatan bantuan hukumnya kepada negara melalui Kementerian Hukum dan Ham Republik Indonesia dan lembaga pemberi bantuan hukum tersebut dapat menggunakan anggaran negara . Pengertian legal asistance digunakan untuk menunjukkan pengertian bantuan hukum kepada yang tidak mampu, maupun pemberian bantuan hukum kepada advokat yang mempunyai honorarium. Dalam tulisan ini penulis fokus kepada pemberian bantuan hukum didalam perkara pidana. Berbicara mengenai bantuan hukum, kita tidak bisa lepas dengan istilah penasehat hukum karena didalam hukum acara pidana memberikan bantuan hukum itu sebagai penasehat hukum. Sebagaimana ditetapkan undang-undang advokat penasehat hukum atau sering juga disebut sebagai advokat adalah orang-orang yang berprofesi memberikan jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-undang ini. Bantuan hukum ini diberikan kepada seseorang yang tidak tahu atau kurang mengerti masalah hukum, yang biasa juga disebut sebagai klien untuk itu ia juga membutuhkan seseorang atau badan yang mengerti atau ahli tentang masalah hokum yang memberikan jasa secara Cuma-Cuma pada klien yang tidak mampu.

            Menurut Undang-undang hukum acara pidana bantuan hukum itu merupakan hak dari seseorang bagi setiap tersangka sebagai terdakwa pada setiap tingkat pemeriksaan semenjak ia di tangkap atau ditahan berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum atau bantuan hukum dari seseorang penasehat hukum baik yang ditunjuk oleh Negara maupun dicari sendiri oleh tersangka atau terdakwa. Bantuan hukum yang merupakan hak dari seorang tersangka atau terdakwa tersebut diberikan oleh penasehat hukum. Yaitu dengan cara penasehat hukum menghubungi tersangka menurut cara yang diatur oleh undang-undang. Penasehat hukum berhak menghubungi tersangka serta berbicara pada semua tingkat pemeriksaan dimaksudkan adalah untuk kepentingan pembelaan perkara nanti di persidangan pengadilan.

            Penasehat hukum berhak menghubungi tersangka serta berbicara pada semua tingkat pemeriksaan dimaksudkan adalah untuk kepentingan pembelaan perkaranya nanti dipersidangan pengadilan. Hubungan pembicara antara penasehat hukum dengan terdakwa tersebut diberikan setiap waktu ini sesuai dengan Pasal 70 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut : Penasehat hukum berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya.[5]
            Bantuan hukum yang yang diberikan oleh penasehat hukum kepada seorang tersangka atau terdakwa adalah untuk kepentingan pembelaan perkaranya nanti didepan persidangan, asal saja hubungan antara penasehat hukum dengan tersangka tidak disalahgunakan.sebagai contoh kita tahu bahwa pada zaman kolonial atau zaman penjajahan belanda dahulu hak-hak asasi seorang terlibat didalam perkara pidana dahulu sering diinjak-injak, dan dalam arti bahwa jaminan bantuan hukum pada zaman kolonial dahulu sebagai perlindungan hak asasi tersangka belum ada.
            Penasehat hukum dalam rangka pemberian bantuan hukum kepada seseorang berhak menemui atau berhubungan dengan orang yang diberinya bantuan hukum itu semenjak awal proses pemeriksaan, bahwa yang behak memberikan bantun hukum adalah advokat/ pengacara/ penasehat hukum, baik bersifat perorangan mau yang tergabung didalam wadah profesi penasehat hukum (LBH/ kantor hukum), yang terdaftar pada Kementerian Hukum dan Ham bagi Lembaga bantuan hukum dan telah berprofesi selama 5(lima) tahun berturut-turut dalam dunia Advokat atau Pengacara yang telah disumpah oleh Pengadilan Txinggi.

            Bila diperhatikan pula pasal 250 ayat 5 dan 6 HIR : “ Bila sitertuduh diperintah dibawa kemuka pengadilan karena suatu kejahatan yang dapat dijatuhi hukuman mati, dan sitertuduh baik pemeriksaan oleh jaksa yang ditetapkan dalam ayat 6 Pasal 83, baik kemudian menyatakan kehendaknya supaya ia pada waktu persidangan dibantu oleh seoraang sarjana hukum atau ahli hukum lain yang menyatakan bersedia atas pekerjaan. Penunjukan itu masih juga dilakukan dengan suatu keputusan yang terasing selama pemeriksaan belum selesai jika tersangkamenyatakan kehendak yang demikian”.

            Bila dilihat ketentuan yang terdapat didalam HIR diatas dapat kita ketahui bahwa pada masa HIR pun sudah ada jaminan bantuan hukum bagi hak-hak tersangka walaupun dalam tatanan hukum yang ancamannya sebagai hukuman mati atau pada saat pemeriksa jaksa atau pemeriksaan di muka persidangan, masih sempitnya hak tersangka atau terdakwa untuk didampingi penasehat hukum, yaitu pada tatanan yang tertentu saja.

            Kalau diliahat didalam tataran hukum acara sekarang yaitu yang dinaungi KUHAP yaitu didalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 57 KUHAP dapat disimpulkan bahwa hak tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum dari penasehat hukum dapat diberikan pada setiap tingkat pemeriksaan dan dalam rangka untuk pemerataan keadilan yang cepat bagi setiap orang (equality before The Law), yang dilakukan dengan cepat, murah dan sederhana maka pejabat pada semua tingkat pemeriksaan wajib menunjuk penasehat hukum bagi tersangka dan terdakwa yang diancam dengan pidana mati atau pidana lima belas tahun atau lebih dan penjara lima tahun atau lebih bagi tersangka atau terdakwa yang tidak mampu yang tidak mempunyai penasehat hukum.[6]

2.2. Yang Menjadi Penghalang Terlaksananya Penerapan Bantuan Hukum Yang Merata Bagi Tersangka Dalam Sistem Hukum Indonesia
            Dalam hal beracara pada masa ajudikasi yaitu pada masa persidangan dipengadilan, bahwa terdakwa pada pemeriksaan pendahuluan dapat meminta bantuan hukum atau didampingi oleh penasehat hukum, khususnya tersangka atau terdakwa diancam dengan hukuman sebagaimana yang diatur didalam pasal 56 ayat (1) Bab VI KUHAP, maka bantuan hukum wajib atau diharuskan atasnya dan apabila dalam hal tersangka atau terdakwa tidak mampu maka Negara memberikan penesehat hukum baginya, dan apabila dalam hal diatas terdakwa tidak didampingi oleh penasehat didalam persidangan pengadilan, maka dakwaan terhadapnya batal demi hukum, namun dalam prakteknya hal ini belum berjalan sebagaimana mestinya. Untuk dapat terjaminnya terpenuhinya hak-hak terpidana tersebut sangat diperlukan adanya program bantuan hukum yang senantiasa memantau pelaksanaan pemberian hak-hak terpidana tersebut. Pemberian bantuan hukum pada dasarnya adalah hak asasi semua orang, yang bukan diberikan oleh negara karena belas kasihan dari negara, hal ini penting, karena sering kali bantuan hukum diartikan sebagai belas kasihan bagi yang tidak mampu.[7] Selain membantu orang miskin bantuan hukum juga merupakan gerakan moral yang memperjuangkan hak asasi manusia. Oleh karena itu, hak tersebut tidak dapat dikurangi, dibatasi apalagi diambil, karena itu sebuah keharusan.
            Namun dalam prakteknya penerapan bantuan hukum sebagai belas kasihan negara tersebut belum terealisasi sebagai mana yang di cita-citakan negara dalam Undang-undangnya, adapun permasalahan lain mungkin adalah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bantuan hukum sebagai hak-haknya yang harus di penuhi dan juga kurangnya pemberitahuan atau sosialisasi dari pejabat yang berwenang dalam rangka agar tersangka atau terdakwa mengetahiu hak-haknya, sehingga kadang terkesan menghalang-halangi proses pemberian bantuan hukum sebagai hak dari tersangka atau terdakwa, dalam segala proses pemeriksaan dan dalam segala tingkat peradilan. Pemenuhan hak atas bantuan hukum terhadap terpidana harus dilakukan oleh Pemerintah sedini mungkin hal ini untuk mencegah agar tidak ada lagi terpidana yang dirampas hak-haknya oleh para aparatur penegak hukum misalnya dibanyak kasus yang sering dijumpai, banyak terpidana yang telah ditahan melebihi masa pidana yang semestinya dijalani, kekerasan sering muncul dalam lembaga pemasyarakatan bahkan intensitasnya menjadi sangat tinggi, kekerasan menjadi ritual dan mengkristal dalam setiap pemeriksaan. Kekerasan berlangsung mulai dari yang spesifik, halus, tidak terasa sampai pada bentuk kekerasan fisik yang menimbulkan cacat permanen.

            Perilaku ini tidak dibenarkan dalam aturan tetapi selalu ada dalam pemeriksaan, bahkan tidak jarang terjadi pelecehan seksual atau perilaku tidak bermoral lainnya. Serta tidak terpenuhinya hak-hak terpidana sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang. Pemenuhan hak atas bantuan hukum mempunyai arti bahwa negara harus menggunakan seluruh sumberdayanya termasuk dalam bidang eksekutif, legislatif dan administratif untuk mewujudkan hak atas bantuan hukum secara progresif. Negara seharusnya membuat tindakan dengan membuat kebijakan bantuan hukum dalam perspektif acces to justice. Sejatinya, sudah seharusnya pemerintah mulai serius dalam membuat serta menumbuhkan sebuah gerakan bantuan hukum, salah satunya dengan membuat regulasi yang mampu mangatur secara efektif program bantuan hukum terutama terhadap si terpidana yang cendrung diabaikan bahkan tidak di acuhkan, Dalam rangka perhormatan, pengakuan dan penegakan atas hukum dan HAM maka arah kebijakan ditujukan kepada peningkatan pemahaman, menciptakan penegakan dan kepastian hukum yang konsisten terhadap nilai-nilai Hak Asasi Manusia dengan menunjukan perilaku yang adil dan tidak diskriminatif. penyelenggaraan bantuan hukum yang tidak serius merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berarti bertentangan dengan hak konstitusional warga negaranya.[8]

            Jadi yang menjadi penghalang penerapan bantuan hukum ini diantaranya juga adanya peranan negara yang kurang menjalankan kewajibanya, dalam memberikan jaminan atas batuan hukum, jaminan dalam arti mengawal pelaksanaan hak-hak tersangka atau terdakwa yang terdapat didalam undang-undang. Jadi walaupun hak-hak atas bantuan hukum ini sudah ada didalam Undang-undang, tidak semestinya pemerintah lengah terhadap penerapan bantuan hukum khususnya bagi masyarakat yang tidak mampu.[9] Disamping adanya faktor penghambatlain yaitu kurangnya kesadaran hukum aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya, baik ditingkat penyidikan, penuntutan, persidangan pengadilan, maupun penerapan hukuman, yang melakukan tugasnya dengan sewenang-wenang sehingga banyaknya korban dari perlakukan aparat penegak hukum tersebut.
Penghalang bantuan hukum dalam UU No.16/2011 ialah bagi masyarakat yang hanya berpura-pura meminta bantuan hukum namun tidak bisa menunjukkan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan diwilayahnya karena Lurah atau Kelurahan lah yang lebih mengetahui kondisi masyarakat disekitarnya agar bantuan hukum yang diberikan oleh lembaga-lembaga bantuan hukum tersebut tidak salah sasaran.


BAB III
P E N U T U P

3.1. KESIMPULAN
            Seorang tersangka/terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum selama dan pada tiap tingkat pemeriksaan demi kepentingan pembelaan (pasal 54 KUHAP), yang dipilih sendiri olehnya (pasal 55 KUHAP). Selanjutnya tersangka/terdakwa yang disangka/didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana 15 tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana 5 tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka (pasal 56 ayat (1) KUHAP).
            Pemenuhan hak atas bantuan hukum terhadap terpidana harus dilakukan oleh Pemerintah sedini mungkin hal ini untuk mencegah agar tidak ada lagi terpidana yang dirampas hak-haknya oleh para aparatur penegak hukum misalnya dibanyak kasus yang sering dijumpai, banyak terpidana yang telah ditahan melebihi masa pidana yang semestinya dijalani, kekerasan sering muncul dalam lembaga pemasyarakatan bahkan intensitasnya menjadi sangat tinggi, kekerasan menjadi ritual dan mengkristal dalam setiap pemeriksaan. Kekerasan berlangsung mulai dari yang spesifik, halus, tidak terasa sampai pada bentuk kekerasan fisik yang menimbulkan cacat permanen dan dengan adanya bantuan hukum yang secara gratis dari Advokat yang diamanatkan oleh UU No.16/2011, hal seperti kekerasan yang dialami oleh tersangka ditingkat penyidikan tidak ada lagi karena apabila tersangka disiksa oleh penyidik. Maka, penyidik yang melakukan hal tersebut dapat diproses oleh Propam yang mana hukumannya tidak hanya berupa hukuman administratif saja dan bahkan hukumannya sampai diberhentikan secara tidak hormat dari kesatuannya.

3.2. SARAN
            Untuk dapat terjaminnya terpenuhinya hak-hak terpidana tersebut sangat diperlukan adanya program bantuan hukum yang senantiasa memantau pelaksanaan pemberian hak-hak terpidana tersebut. Perilaku ini tidak dibenarkan dalam aturan tetapi selalu ada dalam pemeriksaan, bahkan tidak jarang terjadi pelecehan seksual atau perilaku tidak bermoral lainnya, seharusnya tidak lagi ada dalam setiap tingkat pememeriksaan oleh penegak hukum, kalau saja hak asasi tersangka atau terdakwa atas bantuan hukum tersebut terjamin dan dijamin oleh negara Dengan diundangkannya UU No.16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum menjadi solusi penegakan hukum yang lebih terjamin dan untuk permintaan bantuan hukum secara Cuma-Cuma atau gratis agar lebih diseleksi lagi agar masyarakat yang tergolong mampu tidak mempersalahgunakan bantuan hukum secara Cuma-Cuma tersebut dan adil bagi mereka yang benar-benar harus ditolong.


DAFTAR PUSTAKA

Parulian, Uli, , 2009Analisis Putusan MK No. 006/PPU-II/2004 Tentang Uji Materil pasal 31        UU Advokat, The Indonesian Legal Resources Center, Jakarta.
Qomarudin, 2007, Peranan Bantuan Hukum dalam Memajukan Akses Keadilan Masyarakat         Marginal dalam Konteks Hak Asasi Manusia, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta,     Jakarta.
Susanto, F. Anthon, 2004 Realitas Kontrol Dalam Pemeriksaan Pidana, Refika Aditama, Bandung.
Triwibowo, Darmawan, 2007, Analisa Terhadap Perkembangan & Prospek Bantuan Hukum         Structural di Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Jakarta.
Teguh Sulistya, Aria Zurnetti, 1996, Bantuan Hukum sebagai Perwujudan Jaminan dan     Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Proses Peradilan Pidana di Indonesia, Jurnal            Hukum Yustisia Universitas Andalas, Padang.
Wignjosoebroto, Soetandyo, 2007, Kebutuhan Warga Masyarakat Miskin Untuk Memperoleh      Bantuan Hukum, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Jakarta.
Zurnetti, Aria, 2003, Modul Bantuan Hukum. Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang.

UNDANG-UNDANG :
Kitab Undang-undang Hukum Pidana
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum


[1]Parulian, Uli, , 2009Analisis Putusan MK No. 006/PPU-II/2004 Tentang Uji Materil pasal 31 UU Advokat, The Indonesian Legal Resources Center, Jakarta.
[2] Pasal 4 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum
[3]Qomarudin, 2007, Peranan Bantuan Hukum dalam Memajukan Akses Keadilan Masyarakat Marginal dalam Konteks Hak Asasi Manusia, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Jakarta.
[4] Pasal 14 UU No.16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum
[5]Susanto, F. Anthon, 2004 Realitas Kontrol Dalam Pemeriksaan Pidana, Refika Aditama,      Bandung.
[6]Triwibowo, Darmawan, 2007, Analisa Terhadap Perkembangan & Prospek Bantuan Hukum Structural di Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Jakarta.
[7]Teguh Sulistya, Aria Zurnetti, 1996, Bantuan Hukum sebagai Perwujudan Jaminan dan       Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Proses Peradilan Pidana di Indonesia, Jurnal Hukum Yustisia Universitas Andalas, Padang.
[8]Wignjosoebroto, Soetandyo, 2007, Kebutuhan Warga Masyarakat Miskin Untuk Memperoleh         Bantuan Hukum, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Jakarta.
[9]Zurnetti, Aria, 2003, Modul Bantuan Hukum. Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar