Senin, 11 Maret 2019

Analisa Tugas Perkembangan & Sejarah Hukum Magister


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia pada dasarnya sudah memiliki hak dan kewajiban sejak didalam kandungan ibu yang berada diwilayah yang berbeda-beda tersebat diseluruh Belahan Bumi ini. Pada bagian tiap belahan bumi ini memiliki Wilayah kekuasaan Negara dan dalam setiap negara memiliki budaya dan hukum tersendiri dan kedaulatan sebuah negara tidak bisa di intervensi oleh negara lain salah satunya mengenai ketentuan atau aturan Kewarganegaraan setiap warga negaranya, Khususnya Negara Indonesia pun memiliki aturan tersendiri dalam menentukan apakah seseorang dikategorikan sebagai Warga Negara Indonesia atau Warga Negara Asing karena setiap orang berhak menentukan sikapnya dan/atau menentukan pilihan dan haknya dalam urusan kewarganegaraan.
             
Dalam hal mengenai Kewarganegaraan negara Indonesia diatur dalam ketentuan Pasal 26 Undang-Undang Dasar 1945 dan mengenai aturan pelaksanaan mengenai memperoleh, melepaskan, dan kehilangan Kewarganegaraan diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007. Negara Indonesia pada dasarnya tidak mengenal dwi kewarganegaraan atau kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride) sebagaimana yang tertuang dalam ketentuan umum Penjelasan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia atau pun tanpa kewarganegaraan (apatride)[1].

Salah satu contoh mengenai Kasus Dwi Kewarganegaraan atau Kewarganegaraan Ganda yang berpolemik yakni Kasus Mantan Menteri ESDM Arcandra Tahar yang diangkat tanggal 27 Juli 2016 dan diberhentikan tanggal 15 Agustus 2016 yang diketahui mempunyai Kewarganegaraan Amerika Serikat dan Indonesia. Arcandra Tahar diduga memiliki Kewarganegaraan ganda yakni Kewarganegaraan Amerika Serikat dan Indonesia karena Archandra memiliki Paspor Amerika Serikat. Hal tersebut telah mencederai Warga Negara Indonesia karena Arcandra Tahar yang memiliki kewarganegaraan ganda tersebut menduduki posisi strategis dalam Pemerintahan Republik Indonesia yakni sebagai Menteri ESDM. Arcandra seharusnya telah kehilangan Kewarganegaraan Indonesia-nya dikarenakan yang bersangkutan tidak melepas kewarganegaraannya, padahal mempunyain kesempatan tersebut dan yang bersangkutan memiliki paspor dari negara lain atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku atas nama dirinya sendiri[2] dan secara otomatis Kewarganegaraan Indonesia Arcandra Tahar telah hilang.

Hal tersebut dinilai dari Kelalaian yang sangat fatal bagi tim seleksi calon Pejabat Negara karena sudah jelas dalam ketentuan dalam Peraturan perundang-undangan Negara Republik Indonesia, seseorang dapat diangkat menjadi Pejabat Negara (dalam hal ini Menteri) adalah yang bersangkutan tersebut harus berkewarganegaraan Indonesia[3] karena mengapa seseorang yang tidak setia dengan Republik Indonesia yang harus dijadikan Pejabat Negara. Apakah sudah tidak ada lagi putra-putri bangsa di Negara Indonesia yang tidak memiliki kemampuan untuk menjadi Pejabat Negara yang sudah jelas dan nyata memiliki loyalitas terhadap negerinya sendiri.
Meskipun Arcandra telah menyerahkan Paspor Amerika Serikatnya tanggal 12 Agustus 2016 dan telah terbit sertifikat kehilangan kewarganegaraannya dari kementerian luar negeri Amerika Serikat. Hal tersebut tidak berpengaruh terhadap Status Kewarganegaraan Indonesianya yang telah hilang karena sejak diketahui memiliki Paspor Amerika Serikat dan Indonesia sebelum dirinya diumumkan sebagai Menteri ESDM. Kewarganegaraan Arcandra telah hilang secara otomatis dan bagi seseorang yang telah kehilangan Kewarganegaraan Indonesia tidak mudah untuk mendapatkan kembali status Kewarganegaraan Indonesianya sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia. Demi Tegaknya Supremasi Hukum di Negara Republik Indonesia yang adil dan sama bagi semua Warga Negara Indonesia, maka Arcandra sudah seharusnya dan selayaknya kehilangan Kewarganegaraan Indonesianya dan diberhentikan sebagai Pejabat Negara.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Tinjauan Yuridis bagi Mantan Menteri Arcandra Tahar yang memiliki Dwi Kewarganegaraan ?
2.      Bagaimana Tinjauan Sosiologis bagi Mantan Menteri Arcandra Tahar yang memiliki status Dwi Kewarganegaraan ?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Tinjauan Yuridis Dwi Kewarganegaraan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengertian Warga Negara adalah penduduk sebuah negara atau bangsa yang berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga negara dari negara itu . Sedangkan Kewarganegaraan adalah hal yang berhubungan dengan warga negara dan keanggotaan sebagai warga negara[4]. Negara Republik Indonesia dikenal dalam menentukan status kewarganegaraan seseorang melihat asas-asas yang kewarganegaraan umum atau universal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yakni:[5]
1.      Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.

2.      Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang Di berlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.

3.      Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.

4.      Asas Dwi Kewarganegaraan atau Kewarganegaraan Ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.

Sedangkan Dwi Kewarganegaraan atau Kewarganegaraan Ganda bagi Negara Indonesia hanya berlaku bagi anak-anak yang belum mencapai usia dewasa dan apabila sudah mencapai usia yang dianggap dewasa dalam peraturan perundang-undangan Negara Republik Indonesia, anak tersebut diwajibkan untuk memilih satu kewarganegaraannya karena Indonesia tidak mengenal mengenai Kewarganegaraan Ganda atau Dwi Kewarganegaraan. Menurut Aliran Positivisme Hukum yang dikemukakan oleh John Austin dalam bukunya yang berjudul “The Province of Jurisprudence Determined” dan “Lectures on Jurisprudenxe” berkata bahwa hukum merupakan perintah dari pemegang kekuasaan tertinggi atau dari yang memegang kedaulatan. Lebih lanjut Austin berkata bahwa hukum adalah perintah yang dibebankan untuk mengatur mahluk berpikir, perintah yang dilakukan oleh mahluk berpikir yang memegang dan mempunyai kekuasaan[6]. Artinya Kekuasaan yang dipegang oleh Pemegang Kekuasaan Tertinggi dalam hal ini negara Indonesia ada Rakyat sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang diimplementasikan dengan Pemerintahan yang berdaulat dan berdasarkan Pada Peraturan-perundangan yang memiliki hierarki sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Hal tersebut sejalan dengan Pendapat John Austin yang mengatakan juga Hukum dibuat oleh Penguasa seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintahan dan lain-lain[7]

Mengenai Mantan Menteri Arcandra Tahar yang memiliki Dwi Kewarganegaraan yakni Amerika Serikat dan Indonesia, secara Yuridis sudah jelas dan tegas Negara Indonesia tidak mengenal Kewarganegaraan Ganda apalagi Kewarganegaraan tersebut dimiliki oleh Pejabat Negara dalam hal ini Arcandra Tahar yang diangkat menjadi Menteri ESDM adalah sebuah kekeliruan yang nyata dan telah melanggar ketentuan dari Pasal 23 huruf (b) dan (h) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang pada intinya menjelaskan bahwa Arcandra Tahar telah kehilangan Kewarganegaraan-nya akibat dirinya mempunyai paspor atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan asing dan dalam jabatan-nya sebagai Menteri ESDM sudah seharusnya apabila secara Yuridis kewarganegaraan seseorang telah hilang maka Arcandra sudah tidak memiliki Hak untuk diangkat menjadi Menteri ESDM karena dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam Pasal 22 ayat (2) huruf (a) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang kementerian negara, Syarat seseorang dapat diangkat menjadi menteri adalah memiliki Kewarganegaraan Indonesia.[8]

Tindakan Arcandra Tahar yang dapat memiliki dua kewarganegaraan berbeda tersebut dapat dikategorikan melanggar Pasal 37 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 dengan Sanksi Pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling sedikit Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)[9] karena bagaimana Arcandra dapat memiliki dua kewarganegaraan yang berbeda apabila dalam pengurusan dokumen kewarganegaraan Indonesianya ada yang dimanipulasi atau dibuat seolah-olah hanya memiliki satu kewarganegaraan saja.

B.     Tinjauan Sosiologis Dwi Kewarganegaraan
Tinjauan Sosiologis yang dimaksud disini ialah suatu kebiasaan didalam masyarakat Indonesia terkait dengan pelanggaran moral yang dilakukan oleh pelakunya adalah cemoohan atau kritikan terhadap pelakunya, dalam hal ini mengenai Arcandra Tahar yang diangkat menjadi menteri ESDM yang memiliki kewarganegaraan ganda yang dinilai tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia karena sangat tidak pantas seorang pejabat negara yang menjabat posisi strategis dalam pemerintahan negara Indonesia sebagai Menteri ESDM yang mengetahui mengenai seluruh sumber daya alam yang dimiliki Indonesia yang nantinya akan digunakan untuk memakmurkan negara asing yang seharusnya seluruh sumber daya alam yang terkandung didalam negara Indonesia dipergunakan dan dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat Indonesia[10] sebagaimana Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Berkaitan dengan hal tersebut Aristoteles mengemukakannya dalam teori keadilan distributif tentang pembagian kehormatan pada masing-masing orang sesuai dengan statusnya dalam masyarakat. Keadilan ini menghendaki agar orang-orang yang mempunyai kedudukan yang sama memperoleh perlakuan yang sama pula dihadapan hukum[11] karena masih banyak putera-puteri Indonesia yang pantas menduduki jabatan menteri ESDM tersebut yang setia membangun negaranya daripada Arcandra yang menduduki jabatan menteri tersebut yang jelas-jelas dan nyata tidak setia kepada bumi pertiwi Indonesia dan Arcandra yang diketahui memiliki Kewarganegaraan Ganda tidak pantas diberikan jabatan sebagai Menteri ESDM di Republik ini.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Secara Yuridis pengangkatan Arcandra Tahar sebagai Menteri ESDM yang memiliki Kewarganegaraan Ganda dinilai sangat bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara karena didalam peraturan perundang-undangan tersebut jelas dikatakan bahwa masyarakat Indonesia hanya boleh memiliki 1(satu) Kewarganegaraan saja dan untuk dapat diangkat menjadi menteri harus memiliki kewarganegaraan Indonesia dan Arcandra tidak memenuhi syarat untuk dapat diangkat menjadi seorang Menteri karena secara otomatis Arcandra telah kehilangan kewarganegaraan Indonesianya dengan memiliki surat yang diakui sebagai tanda kewarganegaraan asing yakni paspor Amerika Serikat.

Sedangkan, secara Sosiologis Arcandra Tahar yang diangkat menjadi menteri ESDM telah melanggar rasa keadilan bagi warga negara Indonesia lainnya karena mengapa seorang yang memiliki kewarganegaraan ganda dapat diangkat menjadi seorang pejabat negara dalam hal ini Menteri ESDM dan warga negara Indonesia lain yang benar-benar murni memiliki kewarganegaraan tunggal tidak ditunjuk untuk memangku jabatan Menteri ESDM. Maka, pencopotan Arcandra Tahar sebagai menteri ESDM terbilang suatu tindakan yang tepat yang diambil oleh Pemerintah Indonesia yang memang jangankan memenuhi syarat seorang menteri, memiliki kewarganegaraan Indonesia saja tidak.



B.     SARAN
Dalam kasus Arcandra Tahar yang diketahui memiliki kewarganegaraan ganda  dan diangkat menjadi Menteri ESDM dan tidak ada sanksi hukum yang diberikan kepada Arcandra Tahar ini. Terlihat masih terdapat kelemahan dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang kementerian negara karena dalam Undang-Undang tersebut tidak ada sanksi apapun yang dijatuhkan terhadap pelaku yang melanggar ketentuan dari peraturan perundang-undangan tersebut yang telah dilanggar oleh Arcandra Tahar yang telah kehilangan kewarganegaran Indonesia dan tidak memnuhi syarat agar dapat diangkat menjadi Menteri Negara dan aturan dalam Undang-undang nomor 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia masih terbilang lemah atas sanksi yang diberikan terhadap pelanggar peraturan perundang-undangan tersebut yang memiliki kewarganegaraan ganda.


DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Cet. Ke-2, (Jakarta, Toko Gunung Agung, 2002)
Lili Rasjidi dan Liza Sonia Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat Hukum dan Teori Hukum, Cet ke-12, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2012)

Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara

Internet


[1] Ketentuan Umum UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
[2] Pasal 23 Huruf (b) dan (f) UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
[3] Pasal 22 ayat (2) huruf (b) UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara
[5] Ketentuan Umum Penjelasan UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
[6] Lili Rasjidi dan Liza Sonia Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat Hukum dan Teori Hukum, Cet ke-12, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2012),  hlm. 58.
[7] Ibid, Hlm. 59.
[8] Pasal 22 ayat (2) huruf (a) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian negara
[9] Pasal 37 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
[10] Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945
[11] Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Cet. Ke-2, (Jakarta, Toko Gunung Agung, 2002), hlm. 259.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar