Senin, 06 November 2023

Apa itu Cessie

 Cessie adalah pengalihan utang debitur kepada pihak lain dengan persetujuan atau pengakuan dari si debitur itu sendiri, istilah cessie sering dikenal dalam dunia bisnis di Indonesia, dimana pihak kreditur atau si piutang mengalihkan piutangnya kepada pihak lain dan hal tersebut diketahui oleh debitur.

 

Dasar hukum dari Cessie terdapat pada Pasal 613 KUHPerdata yang berbunyi :

Penyerahan piutang-piutang atas nama dan barang-barang lain yang tidak bertubuh, dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau di bawah tangan yang melimpahkan hak-hak atas barang-barang itu kepada orang lain. Penyerahan ini tidak ada akibatnya bagi yang berutang sebelum penyerahan itu diberitahukan kepadanya atau disetujuinya secara tertulis atau diakuinya. Penyerahan surat-surat utang atas tunjuk dilakukan dengan memberikannya; penyerahan surat utang atas perintah dilakukan dengan memberikannya bersama endosemen surat itu.

 

Biasanya kreditur mengalihkan utang debitur kepada pihak lain dikarenakan sedang membutuhkan dana atau anggaran untuk kepentingan dirinya sendiri, akan tetapi sekalipun sedang membutuhkan dana. Pengalihan utang atau cessie tidak boleh dilakukan tanpa sepengetahuan pihak debitur agar sidebitur tidak berkelit tidak mengetahu pengalihan utang yang memang sudah menjadi kewajibannya terhadap kreditur.

 

Demikian artikel ini, semoga bermanfaat.

 

Dasar Hukum :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Jumat, 03 November 2023

Apa Itu Roya

 Istilah roya sering didengar ditelinga masyarakat berkaitan dengan tanah biasanya, tetapi secara bahasa pengertian roya dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki arti penghapusan pengikatan suatu agunan berupa tanah sehingga hak kepemilikan atas tanah tersebut kembali kepada pemilik aslinya.

 

Roya sering dikenal berkaitan dengan hak tanggungan terhadap objek tanah, dimana pengaturan mengenai hak tanggungan di Indonesia diatur pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan Dengan Tanah yang dijelaskan pada penjelasan umum berbunyi :

“pada buku-tanah Hak Tanggungan yang bersangkutan dibubuhkan catatan mengenai hapusnya hak tersebut, sedang sertipikatnya ditiadakan. Pencatatan serupa, yang disebut pencoretan atau lebih dikenal sebagai "roya", dilakukan juga pada buku-tanah dan sertipikat hak atas tanah yang semula dijadikan jaminan. Sertipikat hak atas tanah yang sudah dibubuhi catatan tersebut, diserahkan kembali kepada pemegang haknya.

 

Sehingga istilah roya yang sering didengar merupakan penghapusan terhadap hak tanggungan yang dibebankan atas objek tanah agar tidak menjadi jaminan atas hutang.

 

Demikian artikel ini, apabila ada saran atau kritik silahkan tulis dikolom komentar, terima kasih.

 

Referensi :

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

 

Dasar Hukum :

Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan Dengan Tanah

Kamis, 02 November 2023

Sanksi Memberikan Keterangan Palsu Dalam Perkara Pidana

 

Kedudukan seorang saksi dalam perkara pidana sangat menentukan selain barang-barang bukti lain yang dihadirkan didalam persidangan. Keterangan saksi dapat memperjelas peristiwa suatu tindak pidana yang tidak dapat diterangkan oleh alat bukti lain. Maka dari itu saat seorang saksi memberikan keterangan di persidangan pidana dapat memberatkan terdakwa atau meringankan terdakwa. Akan tetapi belakangan ini dimedia televisi sedang ramai dibicarakan saksi yang memberikan keterangan palsu didalam persidangan pidana.

 

Padahal saksi tersebut sudah disumpah menurut agama dan keyakinannya. Tujuan saksi disumpah sebelum memberikan keterangannya di persidangan agar saksi tersebut dapat jujur dalam memberikan keterangannya atas apa saja yang saksi ketahui atau saksi alami. Oleh karenannya sangat penting agar saksi tersebut jujur di dalam memberikan kesaksiannya di persidangan karena keterangan nya tersebut berkaitan dengan kemerdekaan seseorang.

 

Didalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, saksi merupakan salah satu alat bukti dalam perkara pidana. Oleh karena itu terdapat sanksi hukum bagi saksi yang memberikan keterangan palsu atau tidak benar di persidangan. Apabila saksi yang telah disumpah memberikan keterangan tidak benar. Maka saksi tersebut dapat dikenakan Pasal tentang keterangan palsu atau sumpah palsu yang diatur dalam Pasal 242 KUHP yang berbunyi :

 

1.     Barang siapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

 

2.     Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

 

3.     Disamakan dengan sumpah adalah janji atau penguatan diharuskan menurut aturan- aturan umum atau yang menjadi pengganti sumpah.

 

4.     Pidana pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1 - 4 dapat dijatuhkan

 

Sehingga saat seorang saksi memberikan kesaksiannya didalam perkara pidana di pengadilan. Saksi tidak boleh seenaknya berbohong atau memberikan keterangan yang tidak benar dari fakta yang sebenarnya yang diketahui atau dialaminya.

 

Demikian artikel ini, semoga bermanfaat.

 

Dasar Hukum :

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

 

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana